LELE BAKAR

2.7K 167 0
                                    

Fahri Arizal Hardjanto Pov

Aku lupa mimpi apa tadi malam. Yang jelas aku bertemu dengan wanita cantik yang sangat keibuan.
Saat mengingat mimik mukanya yang tak sengaja menumpahkan lemon tea di dibaju Nino, dia sangat takut, ingin rasanya kuusap pipinya dan berkata 'tak apa sayang aku tak marah' .

Sepanjang perjalanan tanpa sadar aku selalu tersenyum. Ah, seperti abg yang baru jatuh cinta saja. Apa? Jatuh cinta? Gak mungkin. Mungkin ini hanya perasaan kagum.

Aku menoleh kekiri, mendapati wanita itu tertidur pulas. Begitupun Nino di pangkuannya. Wajahnya sangat damai, polos dan kelelahan. Ah aku ingat, tadi dia merengek merasa lelah.

Dia hebat! Dia memecahkan rekor! Baru kali ini ada yang dapat menjinakkan Nino selain ibunya.
Geser dikit kebelakang. Ah Ucok. Rasanya ingin kutampar mulutnya lalu ku suruh sikap tobat seharian. Dia lancang sekali memarahi Alfi.

"Hoy Fahri. Macam orang kurang waras saja kau senyum senyum sendiri dari tadi"

"Tai kambing kau Cok! Pelankan suaramu, mereka sedang tidur" kataku sambil menunjuk nunjuk ke arah Alfi.
Ucok langsung reflek menutup mulutnya.

"Kalau bukan teman satu lembah, sudah hancur mulutmu Cok! Berani kau membentak bentak wanita"

"Apa apa an kau Fahri, dia jelas salah sudah membuat Nino nangis lagi"

"Tapi sekarang kau liat, baru sebentar bertemu, Nino langsung jinak sama si Alfi"

"Iya juga ya hehehe. Ngomong ngomong Alfi cantik juga ya Ri. Lina lewat ini mah, nyesel aku tadi bentak bentak si Alfi"

"Hush cok kalau lihat wanita cantik ingat aku lah, kau sudah punya Lina"

"Kau suka sama di Ri? Aku yakin Ayahmu tak akan setuju"

Mobil sudah sampai didepan rumah kediaman keluarga Hardjanto.
Aku menggoyangkan bahu Alfi pelan, dia langsung membuka matanya. Bola matanya coklat, bulu matanya lentik sempurna. Pemandangan yang indah.

"Kita sudah sampai, turunlah"
Dia hanya mengangguk pelan lalu mengekori ku dari belakang .

"Assalamualaikum" Alfi mengucap salam pelan, tapi aku masih bisa mendengarnya. Dia sangat sopan.

Kulihat ibu terbengong bengong melihat Alfi yang mengekor dibelakangku.
"Nanti kujelaskan" kataku seolah paham akan isi pikiran ibu.

Alfi menidurkan Nino dengan hati hati kemudian menenggelamkan Nino dalam selimut hangat.

"Boleh saya pamit pulang?" tanya Alfi.
Aku mengerutkan dahi.

"Sebentar" hanya itu jawabanku. Lalu ku tarik Alfi menuju ruang tamu. Disana sudah ada ayah, ibu, Ucok dan Fian(ayahnya Nino) . Pemandangan yang langka ayah ada dirumah .
Aku duduk disebelah Ucok lalu mulai menjelaskan semuanya kenapa Alfi ada disini. Ibu tersenyum bangga sedangkan ayah menatap sinis. Ayah merasa Alfi tak selevel dengan kami.

"Maaf om tante, kalau begitu saya pamit pulang. Maaf" jujur aku tak suka mendengar perkataan itu. Aku masih ingin menatapnya.

Tapi tiba tiba KRUMPYAAANG AAAAKHH....
Aku baru ingat, dirumah ini ada Jennifer. Dia sedang didapur mencoba belajar memasak. Jenni wanita paling gigih yang dijodohkan Papa untuk ku. Sampai sampai dia rela melakukan apapun agar aku mau menikahinya. Tanpa cintapun dia rela.

Semua orang langsung menuju dapur. Terlihat lele hidup sedang kejang kejang dilantai. Tangan Jenni terkena minyak panas. Rupanya dia ingin menggoreng lele hidup hidup. Suara krumpyang tadi berasal dari spatula yang Jenni lempar sembarang.

Alfi langsung maju mematikan kompor kemudian mengobati tangan Jenni dengan P3K yang tersedia didapur.

"Mbak mau masak apa?" tanya Alfi halus sambil membersihkan dapur lalu mematikan lele yang dibeli Jenni.

"Aku mau bikin lele bakar, Fahri suka lele bakar"
Aku, Ucok, Ibu dan Fian menyaksikan kedua wanita itu didapur. Ayah pergi karena tak suka dengan adegan ini didapur.

"Mbak gak bisa masak?" Jenni hanya menggeleng pelan .

"Mau saya bantu?" Jenni langsung menggangguk cepat, wajahnya dipenuhi senyum.

"Alfi, tante juga mau lele bakar ya" tiba tiba ibuku mengajak ngobrol Alfi sok akrab. Ibu menyukai Alfi? Aku suka dia bu.

"Beres tante" jawab Alfi sambil mengacungkan jempolnya.

Aktivitas memasak ala ala kedua wanita cantikpun dimulai. Aku merasakan atmosfer hangat tercipta diantara mereka berdua.
Alfi dengan sabar dan telaten mengajari Jenni membuat lele bakar kesukaanku.
Bagaimana menakar bumbu yang benar sesuai porsinya, menggoreng lele dengan kematangan yang pas, membersihkan lele dengan benar dan bonus mengajari Jenni membuat sambel mateng.

Bau harum menguap kepenjuru ruangan, tidak salah lagi sumbernya dari arah dapur. Dan benar saja, lele bakar 10 biji sudah tersaji diatas meja makan.

"Maaf om tante saya pamit pulang duluan ya"
Ibuku mengerutkan dahinya.

"Makan malam dulu ayo bersama kami" rayu ibuku sedikit memaksa .
Alfi menggeleng pelan, dia tampak lelah dan penampilannya acak acakan. Terlebih dia sedang menggunakan seragam kerjanya.

"Lain waktu saja tante, saya benar benar lelah. Sungguh " kata katanya benar, tak ada sorot kebohongan dimata Alfi.

"Oke lain waktu ya, jangan lupa mampir"

"Alfi kapan kapan main kesini lagi ya, ajari aku masak lagi. Terimakasih ya" kata Jenni riang .
Terlihat ucok sudah menatap ganas lele dihadapannya. Aku juga begitu.

"Oh ya kamu pulang naik apa?" tanya ibuku lagi.

"Naik angkutan umum saja bu, gampanglah nanti tanya tanya" kata Alfi sambil menggaruk garuk tengkuknya yang tak gatal.

"Biar aku antar, jam segini supir angkutan sudah pulang semua"
Segera kuseret Alfi keluar dari rumah. Terdengar Jenni berteriak "hati hati mas, antarkan dia dengan selamat"

Kubangunkan Alfi dari tidurnya, aku tak paham kontrakannya ada di blok nomor berapa. Dia benar benar lelah, 30 menit di mobil dihabiskan untuk tidur.

Setelah mengikuti arahan Alfi, sampailah mobil jeep ini disebuah kontrakan minimalis.
Oh, rupanya disini dia tinggal. Batinku

"Terimakasih, dan sekali lagi maaf" kata Alfi riang.

____

"Dimana Alfi?" tanya ayahku tiba tiba setelah aku memasuki rumah.

"Pulang" jawabku santai. Mataku melotot menatap piring yang tadinya berisikan 10 lele bakar kini sudah ludes tak tersisa.

"Mana lele bakar untukku? "

"Bagaimana bisa anak itu membuat lele bakar dan sambel se enak ini?" tanya ayahku sambil menjilati tangannya. Seakan akan jangan sampai ada bumbu yang tak masuk ke mulutnya.

"Jenn, bakarkan lele untukku. Kulihat tadi bumbu bakarannya masih ada" perintahku ke Jenni.
Jenni menggeleng pelan, dia menunjukkan lele gosong ke arahku. Rupanya dia sudah mencoba tapi gagal. Aku mengerang frustasi. Ini makanan favoritku tapi aku tak kebagian sama sekali.

Kulirik Ucok yang sedang memakan nasinya dengan lahap. Langsung kuambil lele yang masih sisa setengah badan milik Ucok.
Rasanya luar biasa enak, pantesan Ayah suka .

"Kampret memang kau Ri, " umpat Ucok tak suka.

"Kamu tadi minta nomer HP si Alfi? Kapan kapan suruh main kesini, ayah mau makan gurame bakar yang besar. Nanti ayah pesan ke teman ayah yang jual ikan segar"

Kutepuk jidatku keras keras. Aku lupa meminta nomor teleponnya. Namun setidaknya aku sudah tau dimana Alfi tinggal.

Hanya karena lele bakar dan sambel mateng , Alfi bisa merubah sudut pandang Ayah kepadanya. Ayah tak lagi memikirkan Alfi yang kerjanya ngasong dikereta, Alfi yang hanya lulusan SMA, tapi Ayah mengenalnya dengan Alfi yang masakannya enak, Alfi yang sopan. Itu semua karena Alfi mencium tangan Ayah dan Ibu sambil membungkukkan badan untuk pamit pulang. Padahal Jennifer yang digadang gadang sebagai calon menantupun tak pernah melakukan cium tangan.

____

LUCKY GIRL~(PRIVATE ACAK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang