MOMENT

3.2K 174 1
                                    

[Masih]Author pov

Fahri berjalan mantap menyusuri lorong Rumah Sakit.
Dia sampai di kamar tempat gadisnya dirawat.
Hatinya remuk, melihat pemandangan menyedihkan dihadapannya.
Kaki gadis itu masih diperban walaupun pen dikakinya sudah dilepas.
Tertempel alat bantu penafasan di hidungnya.

"Hey...." ucap Fahri sendu sambil memegang tangan kanan gadis itu lalu mengusap usapkan dipipinya.

Fahri menangis disana.
Merutuki kebodohannya karena ternyata orang yang dia cari hanya berjarak 2 jam dari rumah dinasnya.

"Aku gak berguna jadi tentara kalau gak bisa jagain kamu. Aku gak ada gunanya kalau baru kali ini bisa nemenin kamu pas posisi kaya gini." buliran air mata keluar dari pipi keduanya.

Alfi hafal suara Fahri, sehingga walau jauh didalam alam bawah sadarnya, Ia menangis meraung raung minta dibantu membuka mata.

"Jangan nangis, aku disini. Aku bakal jagain kamu."

Fahri mengusap air mata Alfi semampu yang ia bisa. Tak peduli derasnya air mata yang membasahi pipinya sendiri.

"Mana yang sakit Fi, sini biar aku aja yang ngrasain sakitnya. Kamu gak usah"
Tangis Fahri makin menjadi, disela tangisnya ia menciumi tangan gadis yang paling ia cintai itu.
Mencoba mencari aroma yang biasanya selalu menenangkan. Tapi nihil, hidung Fahri hanya menghirup aroma obat obatan yang cukup membuatnya jenuh.

"Bangun Fi...." ucap Fahri lagi.

Pintu kamar terbuka. Fahri cepat cepat menghapus air matanya. Matanya merah, sehingga siapapun orang yang melihat pasti langsung paham kalau dia baru saja menangis.

Pelvita disana, menangis meraung raung disebelah kiri ranjang Alfi.
Walaupun rapi tapi sebenarnya dia lelah pulang dinas langsung mandi dan menjenguk Alfi.

"Alfi, maafin gue" rengek Pelvita tak peduli mukanya jelek berantakan karena nangis.
Dan alhasil Alfipun meneteskan air mata lagi. Alfi merasa membutuhkan Jenni, bukan Pelvita. Namun jauh didasar hatinya, ia memaafkan Pelvita.

"Bangun!! Lo gak boleh ninggalin gue!! Maaf Fi... Maaf" teriak Pelvita histeris sambil menggoyang goyangkan tubuh Alfi.

"Bantu doa aja mbak biar Alfi cepet sadar" ucap Fahri yang dibalas anggukan oleh Pelvita.

"Bisa tolong jagain Alfi mbak?? Saya mau balik kerja dulu."

Pelvita hanya mengangguk lagi kemudian menatap punggung Fahri mulai menjauh. Sebelumnya Fahri mengatakan "aku kerja dulu bentar ya, ntar balik lagi" sambil mengecup tangan Alfi.

______

Hari hari terus berjalan sesuai kehendak Tuhan.
Jenni sudah mendarat di Jakarta seminggu yang lalu.
Dia langsung membeli salah satu apartemen untuk tempatnya tidur di Jakarta. Namun nihil, apartemen itu hanya sekali saja pernah ia tiduri.
Sisanya Ia tidur di sofa Rumah Sakit untuk menjaga sahabatnya.

Jenni mengambil alih sebagian tugas suster. Memandikan Alfi misalnya, ia sendiri yang langsung turun tangan.
Setiap hari Jenni mengajak Alfi bicara. Jenni yakin Alfi mendengarnya.
Anehnya, tiap Jenni yang bicara, Alfi tak pernah menangis. Malah Alfi sedikit tersenyum dan sedikit ada gerakan di jari jari tangannya.

Dokter Linda yang menangani Alfipun berkata bahwa Alfi mengalami banyak kemajuan semenjak Jenni datang. Sebenarnya Jenni juga tau, toh dia kan juga dokter.

Oh ya, sebelumnya Jenni telah berkenalan dengan Haris Family. Terutama Izan, tentara itu tetap rajin datang dipagi hari membawa buryam walaupun sudah ada Jenni yang menjaga Alfi. Bedanya kini Izan selalu membawa 2 porsi bubur. Untuk dirinya dan Jenni.

LUCKY GIRL~(PRIVATE ACAK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang