BELAJAR MEMASAK

2.5K 137 1
                                    


Feelingku berkata pertunjukan belum dimulai.
Buktinya setelah sampai dirumah Fahri aku langsung diseret masuk ke dapur untuk membantu ibunya Fahri memasak.

Saat ini aku sedang membuat bumbu bakaran sedangkan ibunya Fahri menggoreng ayam dan ikan.
Kau tau Fahri dimana? Duduk manis didepan TV sambil menyeduh kopi.

"Masih ingat rumah juga kau"

Ayahnya Fahri pulang, pertanda pertunjukan akan dimulai.
Fahri hanya diam.

"Begini ya, ayah sudah menentukan pokoknya bulan depan kamu harus nikah sama Jenni!"

"Nikah sama Jenni? Gak! "

"Apasi kurangnya Jenni sampai kamu nolak mentah mentah gitu?"

"Fahri gak cinta sama dia Yah"

"Kamu cintanya sama siapa nak?"

"Sama Alfi"

"Kamu gila ya naksir cewek kaya dia?, pergi kamu dari sini ! Ayah bakalan hapus nama kamu dari daftar warisan keluarga!"

"Gak peduli ! "

Fahri tiba tiba langsung menyeretku keluar dari dapur setelah beberapa menit yang lalu nguping cantik dengan ibunya Fahri.
Setelah mendengar pernyatan Fahri secara langsung, tubuhku rasanya mematung didepan bumbu bakaran yang sedang mendidih.

"Ayo pulang ! " perintahnya tegas sambil menggandengku.

"Jangan jadi anak durhaka Ri" kataku sedikit menasehati.

"Oooh, pelayan sialan ini ! ngapain kamu kesini?" tanya ayahnya Fahri ketus.

"Dia yang bujuk Fahri supaya mau pulang kerumah. Tapi sekarang aku nyesel udah pulang."

Aku berlindung di belakang punggung Fahri lalu kami berdua berjalan dengan cepat meninggalkan rumah ini.

"Papa bakalan cabut semua fasilitas kamu ! " kata ayahnya Fahri lagi setelah kami sampai di pintu rumah.

"Fasilitas apa? Aku sudah punya mobil, atm dan rumah dinasku sendiri."

"Dasar anak gak tau diri !"

Tanpa disadari memang semua itu adalah hasil jerih payah Fahri sendiri. Gak minta sama ayahnya sepeserpun.
'Fahri, jangan begini'

_____

Duniaku bukan tentang Fahri tapi tentang Bagas dan Stasiun.
Tapi sungguh maaf, aku tak mau ambil pusing tentang perasaan Fahri. Kinipun aku mencoba membalas chat dari Fahri seperlunya saja.

Hubunganku dengan Bagas tak berangsur membaik, tapi tak pernah ada kata perpisahan diantara kita.

Aku turun dinas pukul 7 malam, tapi sampai jam 9 malam aku masih duduk di ruang tunggu sendirian. Untuk apalagi kalau bukan untuk menanti keajaiban?

"Mbak ada yang nyari diluar" kata seorang satpam membuyarkan lamunanku.

"Siapa?" tanyaku sambil bangkit lalu berjalan ke arah pintu keluar .

Kulihat Jenni disana, dia tak brutal. Malah penampilannya jauh dari kata baik baik saja. Rambutnya seperti tak disisir seminggu, mata bengkak dengan garis hitam dibawahnya, dan badannya sangat kuyu.
Kurasa ini bukan Jenni yang biasanya. Masak iya Jenni kesini hanya menggunakan sepatu flat biasa bukan highells.

"Jenn, ada apa?" tanyaku ramah, tak terbersit kemarahan sedikitpun walau dia pernah menamparku.

Dia langsung menangis sesenggukan sambil memelukku.
Ku usap bahunya mencoba menenangkan tangisnya lalu mengajaknya duduk.

LUCKY GIRL~(PRIVATE ACAK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang