Emergency room baru saja kedatangan pasien, seorang wanita, korban perampokkan dan kekerasan di jalanan.
Wajahnya penuh lebam dan hidungnya berdarah, ia datang dengan ambulance bersama anaknya yang berusia sekitar 10 tahun, Jasmine yang sedang berjaga di sana pun langsung turun tangan menangani bersama para dokter lainnya.
"You're okay sweetie" ujar Jasmine sambil terus membersihkan sisa darah di keningnya yang tergores.
Anak itu shock karena melihat ibunya yang berdarah-darah dan tak sadarkan diri di depannya tadi.
"Is mommy okay?" tanyanya sambil menangis.
"She's okay...." sahut Jasmine tersenyum.
Anak itu hanya diam saja usai di bersihkan lukanya, ia takut, tak tahu mau berbicara apa karena kejadian tadi cukup menyita pikirannya.
"Lieve, do you wanna tell me about what happend to you and your mom?" tanya Jasmine hati-hati karena Jasmine khawatir akan psikisnya yang pasti terguncang.
Dia masih diam, namun menatap Jasmine dengan nanar. Sorot matanya masih menyiratkan ketakutan yang mendalam. "Eungg...." gumamnya.
"Tak apa kalau tidak ingin cerita" Jasmine tersenyum mengerti keadaan si anak perempuan di depannya ini.
"If you ready to tell me, i'll be right here" ujar Jasmine lagi, anak itu mengangguk samar menanggapi ucapan Jasmine.
Jasmine melangkah keluar dari ER, ia ingin ke ruagan loker sebentar untuk mengambil ponsel di tas dan menelepon ibunya di Jakarta.
"Jas?" panggil seseorang.
Jasmine berhenti dan menoleh begitu namanya di panggil. "Yup?"
Seseorang itu mendekat dan memberikan Jasmine kotak bekal. Jasmine mengerutkan kening dan kedua alisnya bertaut heran. "Wat betekent dit?" tanya Jasmine sambil menatap kotak bekal itu.
"Voor jij. Let's eat. I saw you really busy with everything in here, so i think you don't have enough time to eat some food" ujar lelaki di depan Jasmine yang tengah berdiri tegap.
Laki-laki lokal bernama Jeroen, dokter residen bedah di sini.
Jasmine melirik jam tangannya sekilas, masih jam 12.45 siang, itu artinya masih jauh dari kata buka puasa. "Um, sorry i can't, Jeroen" Jasmine mengangsurkan kembali kotak makan tersebut pada yang punya."But why?" Jeroen heran, mengapa Jasmine menolak pemberiannya. "It's kebab, for you. You're favorite, right?"
Jasmine tersenyum hambar. "Ya, i know. But sorry, i'm fasting today. It's monday. Mondaag-donderdag vastend" akhirnya Jasmine menjawab.
"Aahh.., sorry i don't know if you fasting today" jawab Jeroen tak enak hati jadinya.
Jasmine tersenyum seadanya, memaklumi ketidaktahuan Jeroen.
"It's okay Jeroen. So i'll leave now, see ya" pamit Jasmine sambil menganggukan kepalanya, Jeroen mengangguk dan menatap kepergian Jasmine dengan nanar.
Gagal lagi, gagal lagi. Sabar ya Jeroen.
🐢🐢🐢
Jasmine mendaratkan tubuhnya di atas kursi empuk di ruang lokernya setelah megambil ponsel di tas ranselnya, segera saja ia menelepon Ibunya di Jakarta, ibu Annisa Fadillah, seorang kepala sekolah di salah satu sekolah SMP di Jakarta. Di dering ketiga, telepon di angkat.
"Assalamualaikum, ibuk??" sapa Jasmine sekuat tenaga menahan suaranya agar tak bergetar.
"Wa'alaikumsalam anak ibuk..., nduk apa kabar?"
KAMU SEDANG MEMBACA
3. Make You Feel My Love// PRAYUDA SERIES
General FictionPUBLISHED 8 Sep 2017 (17+) Mempertahankan prinsip di tengah keminoritasan bukanlah hal yang mudah di lakukan. Namun bagi seorang perempuan yang bisa membuat Abhimata Satrio jatuh hati dan bertekad untuk mendapatkan hatinya itu adalah satu tantangan...