Di kantin Kemang Medical Center
Mama dan Ibu menikmati makan siang mereka dengan hening, sibuk dengan pikirannya masing-masing, Ibu sedang tak selera dengan makanannya tapi Mama sejak tadi memaksa untuk makan agar tidak ikut sakit saat menunggui Jasmine nanti.
"Bu, kalau boleh saya tahu. Apa rasanya punya anak banyak?" Tanya Ibu Nisa saat selesai makan.
Mama tampak mengulas senyumnya. "Menyenangkan, repot, seru dan yaa..., Paling terasa akhir-akhir ini, satu-satu anak saya akan menikah dan meninggalkan rumah. Itu sih yang paling terasa kehilangan, saat mereka beranjak dewasa dan sibuk dengan dunianya" jawab Mama hati-hati.
Ibu Nisa juga ikut tersenyum mendengar jawaban Mama barusan. "Saya jadi iri. Jasmine sejak kecil selalu sendirian, tidak ada adik atau kakak, Jasmine anak kami satu-satunya, tunggal. Saya juga merasa kehilangan saat Jasmine harus berangkat ke Belanda saat itu. Seandainya Allah kasih saya kesempatan untuk mengandung lagi, itu akan jadi hal paling indah buat saya...." Tutupnya.
"Rejeki, maut, jodoh dan anak itu Allah sudah atur bu. Saya juga nggak pernah menyangka akan di karuniai anak lagi, padahal saat mengandung si kembar usia saya rawan dan resikonya saya bisa meninggal saat persalinan. Tapi, kuasa Allah di luar dugaan saya, mereka lahir dengan sehat tanpa kurang satu apapun" Mama mengenang masa saat mengandung Bian dan Bhima dulu.
"Kalau Kanika bu?" Tanya Ibu Nisa tiba-tiba.
"Kanika, ya? Jujur, Kani sebetulnya anak angkat saya. Dia hadir saat si kembar baru beberapa minggu di kandungan, anak bayi yang mencuri perhatian saya saat ke panti. Rasanya ingin saya bawa pulang, tapi proses peralihan hak asuh terlalu repot maka saat itu saya putuskan untuk Kani tetap dengan sahabat saya, ibu pantinya. Lalu setelah ibu panti meninggal, barulah Kani saya ambil alih" Mama menjelaskan status Kani pada Ibu Nisa.
"Dia tahu statusnya?" Tanya Ibu penasaran.
"Kani tahu semua sejak usia 7tahun, sempat mencari ibu ayahnya akhir-akhir ini tapi dia sudah lupa lagi..."
Ibu Nisa mengangguk mengerti penjelasan Mama. Ada niat terlintas untuk mengadopsi anak saat Jasmine masih kecil dulu, namun semua terhalang proses hukum yang njelimet akhirnya Ibu dan Ayah mengurungkan niatnya.
Merasa sudah kenyang dan ngobrol banyak, ibu dan mama kembali ke depan ruang icu. Di sana masih ada Bhima yang menunggui sendirian, menatap lurus ke depan, datar tanpa ekspresi.
Mama menghampiri putranya itu, berpamitan sebentar karena Aliya menelepon ingin datang ke rumah sakit dengan krucils untuk menenggok Jasmine.
Karena mereka tahu kalau tantenya sakit dan di rawat di sini. Terlebih, saat Uti alias Ibu Nisa sudah dua hari ini tidak ada di sekolah si kembar makin curiga dan mereka akhirnya tahu sendiri saat Mommynya berbicara dengan Daddy mereka di telepon.
"Bhima nggak nganter ke depan ya? Nggak apa-apa kan...?"
"Iya, nggak apa-apa, kamu di sini aja ya. Mama jalan dulu, mari bu Nisa" pamitnya.
"Iya ma" sahut Bhima dan Ibu Nisa hanya mengangguk.
"Bhima.." panggilnya setelah Mama menjauh.
"Iya buk?"
"Ibuk mau tanya" wajahnya tampak serius sekali.
"Tanya apa buk?"
"Apa Jasmine akan sulit hamil setelah ini?" Tanyanya tiba-tiba sendu.
"Ada Allah buk. Yang nggak mungkin menjadi mungkin..." Jawab Bhima berusaha tegar.
"Ibuk..., Ibuk takut nak..." Mata Ibu sudah berkaca-kaca, siap menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
3. Make You Feel My Love// PRAYUDA SERIES
General FictionPUBLISHED 8 Sep 2017 (17+) Mempertahankan prinsip di tengah keminoritasan bukanlah hal yang mudah di lakukan. Namun bagi seorang perempuan yang bisa membuat Abhimata Satrio jatuh hati dan bertekad untuk mendapatkan hatinya itu adalah satu tantangan...