We only have two arms. It never can't close their mouth one by one who always talking about . Whateverr it right or wrong. Just use that arms for close our ears.
❤️
❤️
❤️
❤️
❤️Two months later
Sejak semalam Jasmine sudah merasakan tegang pada perutnya namun ia belum sampaikan pada Bhima. Ia takut suaminya itu panik bin repot kalau tahu istirnya seperti itu pukul 3 pagi.
Menurut hasil pemeriksaan terakhir kemarin due date Jasmine memang dalam minggu ini, jenis kelamin si bayi pun sudah diketahui, dia laki-laki. Saat Chika tahu, ia sempat kecewa dengan hasil yang di sebutkan Bundanya saat pulang check up, namun Bhima terus memberi pengertian pada Chika bahwa mau laki-laki ataupun perempuan, sama saja. Yang penting Bunda dan Ayah tetap sayang Chika, takkan ada yang berkurang sedikitpun.
Perut yang sudah besar membuat Jasmine sulit bergerak. Saat ini saja ia masih berada di atas tempat tidurnya, weekend vibes bawaannya mau tiduran terus.
Sambil memiringkan badannya, Jasmine mengelus-elus perutnya yang sejak tadi sedang kencang, Bhima masih belum tahu karena tadi pagi Jasmine terlihat biasa namun saat Bhima pergi ke taman bersama Chika barulah Jasmine kembali merasakan kontraksi.
Jasmine terus mengatur nafasnya sambil mencoba bangun dari tempat tidurnya. Berusaha berjalan pelan-pelan dan berhenti sejenak ketika perutnya merasa kencang. "Nak, kalau mau keluar sekarang nggak apa-apa, huuhhfff. Kita ke rumah sakit yaa, tapi tunggu ayah ya," Jasmine berjalan perlahan keluar dari kamarnya yang sudah pindah ke lantai bawah di samping kamar Jihan.
"Mbak? Mau ke mana?" tanya Jihan sambil menggendong Rinjani dan Riana pulas di stroller.
"Nggak ke mana-mana, Ji. Mau duduk aja." Jasmine mendaratkan tubuhnya di sofa, ia duduk di samping Jihan.
"Lagi ngerasain ya, mbak?"
Jasmine mengangguk sambil meremas-remas bantal. "Shhh, mas Bhima mana ya? Kok belum balik?"
"Aku teleponin ya mbak. Mas Bian juga ikut soalnya,"
Jasmine hanya mengangguk saja, tepat setelahnya Mama juga menghampirinya. Jasmine meraih tangan Mama, di genggamnya tangan yang senantiasa membimbingnya erat-erat seraya Mama mengusap punggung tangan Jasmine dan menggumamkan doa agar semua baik-baik saja.
"Sakit mam," pegangannya mengerat, wajahnya penuh peluh dan pucat.
"Mama telepon kan Ibumu ya?"
Jasmine hanya mampu mengangguk sekali lagi lalu melepaskan pegangannya. Kontraksinya menghilang, ia tersengal, sambil mengelus perut besarnya. "Astagfirullah, sakitnya." gumamnya.
Jihan kembali duduk di samping Jasmine, Mama sibuk menelepon orang tua Jasmine agar segera menyusul karena sebentar lagi Bhima pasti akan membawanya ke rumah sakit.
"Mas Bhima lagi jalan ke sini mbak, sabar ya." Jihan mengelus-elus pinggang Jasmine. Ia hanya terdiam saja, air matanya sudah menggenang, ia takut.
Tak berapa lama Bhima sampai di rumah bersama Chika juga Bian. "Yang," Bhima langsung menurunkan Chika dan memeluk Jasmine.
Mendadak Jasmine menangis seketika dipelukan Bhima. "Sakit, mas, sakit." tangisnya pecah, Chika termangu melihat Bundanya.
"Iya sakit, dari kapan begini?"
"Jam 3 pagi, tapi timbul tenggelam ini yang paling kenceng. Ke rs aja yuk," isaknya.
Bhima mengangguk lalu menuju kamarnya dan mengambil tas yang sudah di siapkan dari jauh hari sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
3. Make You Feel My Love// PRAYUDA SERIES
BeletriePUBLISHED 8 Sep 2017 (17+) Mempertahankan prinsip di tengah keminoritasan bukanlah hal yang mudah di lakukan. Namun bagi seorang perempuan yang bisa membuat Abhimata Satrio jatuh hati dan bertekad untuk mendapatkan hatinya itu adalah satu tantangan...