Matahari mulai menampakkan wujudnya saat Eda tiba di depan batu nisan bertuliskan nama Papa dan Dira.
"Pagi, Pa. Pagi, Dira," sapa Eda. Tak lupa Eda tersenyum, seolah betul-betul sedang berhadapan dengan ayah dan adiknya.
"Maaf ya, aku ngga bawa bunga," ucap Eda. "Toko-toko masih tutup. Ini aja masih pagi banget."
Eda belum pernah datang lagi ke sini sejak pemakaman Papa. Entahlah... banyak hal yang Eda takutkan jika dia datang. Dia takut menjadi sedih lagi. Dia takut menangis lagi. Dia takut kangen lagi.
"Gimana kabar Papa dan Dira? Gimana di surga? Semuanya indah kan?" Eda menelan ludah, menahan diri agar air matanya tak tumpah. "Kata Mama, doa itu seperti peta untuk ke surga bagi orang yang udah meninggal. Papa sama Dira udah nyampe surga kan?"
Tentu saja tak ada jawaban. Eda hanya merasakan cahaya matahari yang perlahan menyentuh bahunya.
"Pa... Papa tau ngga, sejak Papa pergi, sekarang Mama jadi lebih sibuk." Eda mulai bercerita. "Mama sekarang pegang shift malam juga. Jadi, sekarang Mama selalu pulang tengah malam. Kadang, aku udah tidur saat Mama pulang, dan Mama masih tidur saat aku berangkat ke sekolah. Jadi, aku harus mengerjakan semuanya sendirian, Pa. Bikin PR sendiri, belajar sendiri, bersih-bersih rumah sendiri... yang sebetulnya aku ngga keberatan. Aku juga udah gede sekarang. Tapi, Papa tau apa yang paling berat? Saat aku pulang ke rumah yang sunyi dan sepi. Saat aku makan malam dan sarapan sendirian..."
Eda menyeka matanya.
"...dan saat aku tau, Mama sekarang kerja mati-matian seperti ini juga buatku."
Kedua tangan Eda menutup wajahnya. Eda tak tahan lagi. Dia mulai terisak dan menangis.
Aku berusaha untuk bantu Mama sebisaku, batin Eda. Walau aku tau yang aku lakukan salah, tapi aku bukan cuma mau meringankan beban Mama, aku mau berhenti jadi beban bagi Mama.
Jadi, aku mulai jualan catatan. Idenya datang begitu aja, ketika banyak temanku yang minjem catatanku untuk difotokopi. Sebetulnya sedikit demi sedikit hasil jualan catatan itu lumayan, Pa. Tapi aku masih butuh lebih banyak uang lagi. Kuliah kedokteran itu mahal biayanya. Aku sempat berpikir, mungkin aku ngga usah jadi dokter aja. Bahkan mungkin, aku ngga usah kuliah aja.
Tapi aku ingat Eyang. Aku ingat kenapa aku ingin jadi dokter dari dulu. Aku ingat ketika Eyang ngga ditangani dengan baik saat sakit. Aku ingat wajah Papa yang penuh penyesalan tapi ngga bisa berbuat apa-apa. Lalu, aku juga ingat bahwa aku ingin jadi dokter supaya aku bisa menolong Eyang-Eyang yang lain.
Masalahnya, Pa, kemarin aku ketangkep kepala sekolah karena jualan. Aku jadi ngga boleh jualan lagi. Tapi anehnya, di hari yang sama, aku menang undian seratus juta!
Masalahnya lagi, Pa, karena ada makhluk nyebelin dan ngga jelas bernama Dipa, hadiahku itu jadi disita Pak Budi. Nah, hari ini rencananya aku mau merebut kembali hadiah itu. Doakan aku supaya berhasil ya, Pa! Dira, doakan aku juga ya! Supaya aku tetap bisa setidaknya berusaha mewujudkan cita-citaku dari dulu.
Aku betul-betul butuh uang itu. Aku ngga tau si Dipa nyebelin itu buat apa butuh uang sebanyak itu, tapi yang jelas aku sungguhan butuh uang itu. Dia ngga cerita, aku juga males lah nanya. Biarlah itu menjadi urusannya. Walau harus kuakui ya, Pa, anak itu betul-betul punya semangat yang tinggi.
Si Dipa ini anak yatim piatu, tinggal di panti asuhan. Dia ngga tau siapa orangtuanya, masih hidup atau ngga, gimana nasibnya setelah lulus sekolah, tapi dia tetap semangat setiap hari datang ke sekolah, belajar, bahkan sempet-sempetnya jualan! Kalo aku jadi dia... ngga tau deh, Pa. Aku rasa aku ngga mungkin akan tetap punya semangat hidup yang tinggi seperti dia.
Duh, kok jadi ngomongin Dipa? Ya udah deh, aku harus ke sekolah sekarang. Papa dan Dira baik-baik ya. Tolong doakan dan jaga aku dan Mama dari surga sana, ya.
Eda memejamkan matanya sejenak, memanjatkan doanya, menyentuh batu nisan di hadapannya, sebelum beranjak dan melangkah dengan hati yang lebih ringan.
"It's kinda hard with you not around, know you in heaven smiling down. Watching us while we pray for you, every day we pray for you. Till the day we meet again, in my heart is where I'll keep you..." - P Diddy: I'll Be Missing You.
(, ")
Hai, readers! Makasih udah baca cerita bonus Dipa dan Eda. Mudah-mudahan ini bikin kalian lebih mengenal dan mengerti Eda :)))
Gilirannya Dipa nanti ada kok, ditungguh yah! ;)
Salam,
Feli***********
Trivia ^o^
Cita-cita saya dulu yang ngga kesampean: koki, dokter, arsitek :)))
KAMU SEDANG MEMBACA
RIVAL [Sudah Terbit]
Teen Fiction[SEGERA TERBIT] Jika kamu dan seorang yang baru saja kamu kenal memenangkan undian seratus juta, apa yang akan kamu lakukan? Well... ngga tau sih denganmu, tapi Pradipta dan Dwenda langsung rebutan. Setelah disita Pak Budi, Dipa dan Eda terpaksa be...