Dipa menggigit bibir. Dia merasa alasannya begitu konyol jika dibandingkan Eda, namun dilihatnya Eda begitu penasaran menunggu jawabannya.
"Se-sebenernya ... buat nyokap-"
BRAK!
"Aduh!"
Belum sempat Dipa menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba dia terpelanting karena pintu ruangan Pak Budi mendadak membuka! Wajah Eda langsung berubah pucat dan mulutnya menganga, manakala dia melihat sosok bertopeng hitam lewat sekilas di hadapannya.
"MA-" Eda hendak berteriak 'maling', namun tiba-tiba saja otaknya seolah korsleting. Dia memastikan dulu bahwa sosok yang kini tengah berlari itu nyata wujudnya dan kakinya menapak tanah. "... ling. MALING!"
Refleks, Eda langsung mengejarnya. Maling yang panik karena dikejar Eda sontak mengeluarkan pisau dari sakunya dan mengayun-ayunkannya sambil berlari.
"Aduduh ... Mas, santai, Mas!" Eda segera menghentikan langkahnya.
"Eda!"
Dipa berlari menyusul Eda. Dipa menatap pemandangan di hadapannya dengan horor. Maling tersebut masih mengayun-ayunkan pisaunya ke arah Eda dan Dipa, mengancam mereka untuk mundur.
"Mas, Mas, kalo boleh tau, barusan apa yang Mas curi ya?" celetuk Dipa.
"Grrr!!! Pergi lo!" teriak si Maling, mengayunkan pisaunya lebih ganas lagi.
"Oh iya, iya. Maaf Mas, maaf. Maaf," ucap Eda buru-buru. Perlahan-lahan Eda mundur. Dia menarik tangan Dipa untuk juga pergi dari hadapan si Maling.
"Mas ngga nyolong kopi kan?" Dipa masih saja tanpa takut melontarkan pertanyaan pada si Maling.
Maling itu terlihat bingung dengan pertanyaan Dipa. Ayunan pisaunya melambat.
"Mas, Mas tadi ngga ngambil kopi kan dari ruangan?" Dipa mengulang pertanyaannya. Eda meringis. Mau apa sih si Dipa ini?! Lagi genting masih bisa-bisanya menanyakan perihal toples kopi!
"Kopi apaan?!" bentak si Maling dengan suara lantang.
"Kopi, Mas. Kopi buat minum," sahut Dipa. "Sebab kalo Mas ngambil kopi itu, saya NGGA AKAN KASIH AMPUN! HIYAAAA!!!"
Klontang!
"WAAAA!"
"KYAAA!"
Baik Eda dan si Maling sama-sama memekik ketika tiba-tiba saja Dipa melompat dan memiting si Maling ke lantai! Eda terkesiap dan menutup mulutnya. Dia terkejut bukan main dengan pemandangan yang disuguhkan ke hadapannya, nafas Eda langsung tersengal dan jantungnya berdegup cepat.
"Ambil pisaunya di lantai, Da! Buruan!" teriak Dipa.
Eda cepat-cepat berlutut dan meraba-raba lantai. Ini dia! Tangannya memegang lempengan besi dingin. Eda buru-buru memungutnya dan memegangnya erat-erat.
"Telepon polisi, Da! Cepetan!" perintah Dipa.
Masih dengan tangan gemetar, Eda merogoh saku celananya dan mengeluarkan ponselnya. Polisi. Polisi nomornya berapa?
"Polisi nomornya berapa, Dip?" cicit Eda.
"Aduh Edaaaa ... makanya nonton beritaaa!" gerutu Dipa. "110!"
"Aaaaaauwww ... Mas, ampun, Mas. Sakit tangannya!" jerit si Maling.
"Pake 021 ngga?" tanya Eda.
"Ngga! Buruan!"
"Oke, oke."
"Aaaaaauuuwwww! Ampun, Mas!"
KAMU SEDANG MEMBACA
RIVAL [Sudah Terbit]
Fiksi Remaja[SEGERA TERBIT] Jika kamu dan seorang yang baru saja kamu kenal memenangkan undian seratus juta, apa yang akan kamu lakukan? Well... ngga tau sih denganmu, tapi Pradipta dan Dwenda langsung rebutan. Setelah disita Pak Budi, Dipa dan Eda terpaksa be...