25: Dari Hati

15.4K 2K 406
                                    

Sebelum membaca...
Hai! Di bab ini, saya sisipin lagu instrumental sebagai background sambil baca :))) Depapepe - Wedding Bell. Silakan play video di atas dan dengerin lagunya sambil baca. Enjoy, semoga terhibur!

(, ")

Dipa tak pernah setegang sekaligus segembira ini di malam minggu. Bukan karena statusnya sudah berubah, bukan.

Dia tetap jomblo kok. Hanya saja, malam minggu kali ini terasa spesial, sebab dia bertandang ke rumah Eda.

Eda tak tahu bahwa Dipa hendak mendatanginya. Sejak pukul lima sore, Dipa sudah mandi dan wangi.

Dia bahkan memilih kemeja terbaiknya dan celana jinsnya yang paling bersih, sebelum naik angkot ke rumah Eda. Dipa punya kejutan untuk Eda. Kejutan tersebut ada di amplop biru muda yang terselip di saku celananya.

Dipa memencet bel yang ada di dekat pagar. Tak ada jawaban. Dipa memencet sekali lagi. Masih tak ada jawaban.

Rumah Eda terlihat sepi, seolah penghuninya sedang pergi. Dipa pun mengeluarkan ponselnya untuk mengirim pesan kepada Eda.

"Da," ketik Dipa. "Lo ada di rumah ngga?"

Dipa menunggu, menunggu, dan menunggu hingga akhirnya datang balasan dari Eda setengah jam kemudian.

"Gue lagi di luar, Dip. Ada apa?"

"Oh, kalo gitu gue tunggu deh. Gue lagi di depan rumah lo."

"Haaaah? Ada apa, Dip?"

"Nanti aja pas lo balik."

"Aduh, gue kayaknya masih lama lho."

"Ngga apa-apa. Gue tunggu aja."

Menunggu? Ya, Dipa tak masalah menunggu berjam-jam sekali pun. Apalah arti menunggu kalau untuk Eda.

Entah berapa lama waktu berlalu. Tiba-tiba, Dipa yang tengah berjongkok di depan pintu rumah Eda mendengar deru halus mesin.

Sebuah mobil menyorotkan lampunya ke jalanan depan rumah Eda. Dari dalam Eda keluar.

Leher Dipa menjulur. Siapa itu? Namun cahaya jalanan begitu gelap, Dipa tak mampu melihat siapa orang yang ada di dalam mobil.

"Dip?" Eda tercengang melihat Dipa tengah berjongkok di depan pagar rumahnya. "Lo masih di sini?"

"Iya," Dipa berdiri. "Kan gue bilang, gue bakal nunggu."

"Ya ampun ... udah dinyamukin banget dong lo?"

"Satu badan gue bentol semua kali. Mau liat?"

Eda memutar bola matanya. Dipa tertawa.

"Barusan siapa, Da?" Dipa memberanikan diri untuk bertanya.

"Ngg ..." Eda menyelipkan rambut ke belakang telinganya, lalu membuka kunci pagar. "... ada lah."

Ada sensasi aneh menyelinap ke relung hati Dipa, seperti rasa kecewa. Kecewa karena Eda merahasiakan sesuatu dari Dipa.

"Masuk, Dip?" Eda menawarkan.

"Ehm," Dipa berdeham. "Gue cuma mau nganter ini, Da."

Dipa menyodorkan amplop biru muda yang sedari tadi digenggamnya. Ada jejak bekas telapak tangannya yang basah, yang membuat amplop itu sedikit kusut.

"Apa nih?"

"Nanti aja lo buka di dalam. Kalo gitu, gue permisi dulu ya."

"Dip! Beneran ngga mau masuk dulu?"

Dipa tersenyum kecil sambil menggeleng. "Udah malem. Lo istirahat aja. Gue duluan ya."

Eda tak sabar menunggu hingga masuk ke dalam rumah. Dia membuka amplop dari Dipa saat itu juga.

RIVAL [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang