Sebelum membaca...
Hai! Di bab ini, saya sisipin lagu instrumental sebagai background sambil baca :))) Norihiro Tsuru - Last Carnival. Silakan play video di atas dan dengerin lagunya sambil baca. Enjoy, semoga terhibur!(, ")
Hari Sabtu kembali datang. Sudah seminggu Eda tak sabar untuk menemui Laras lagi. Seperti sebelumnya, Laras tiba lebih dulu daripada Eda. Ketika Eda masuk ke dalam restoran, Laras terlihat sudah duduk di dekat jendela, dengan pose yang sama seperti ketika pertama kali bertemu Eda. Satu tangan menopang dagunya, satu tangan lagi mengaduk isi cangkir kopi yang mengepul di hadapannya.
"Mbak Laras," sapa Eda.
Laras menoleh. Melihat Eda, Laras tersenyum. "Hai, Eda. Silakan duduk."
"Maaf, udah lama ya, Mbak?"
Laras menggeleng. "Paling baru sepuluh menit."
"Maaf, Mbak. Tadi jalanan agak macet."
"Ngga apa-apa. Saya yang kepagian dateng."
Eda mengamati pakaian Laras yang kali ini terkesan lebih formal. "Mbak habis siaran?"
"Iya, tapi bukan live. Tadi habis taping, selesainya lebih awal."
Eda mengangguk-angguk. Pertemuan kedua dengan Laras masih membuat Eda gugup, namun dia sudah jauh lebih tenang sekarang. Aroma kopi Laras tercium saat Eda duduk di hadapannya.
Eda bertekad, di pertemuannya dengan Laras kali ini, dia harus bisa mencari tahu siapa Laras sebetulnya. Eda ragu, apakah Laras adalah ibu dari Dipa. Laras terlihat begitu santai membicarakan Dipa, seolah mereka hanya kenalan saja.
Tapi, jika memang Laras bukan ibunya Dipa, mengapa dia begitu ingin tahu kabar Dipa, sampai-sampai mengajak Eda bertemu untuk kedua kalinya?
"Mau pesan apa, Eda?" tanya Laras.
Eda membuka buku menu di hadapannya. Dibacanya satu per satu makanan yang tertera di sana. Eda tak bisa berkonsentrasi. Eda mengangkat kepalanya.
"Mbak Laras ..." panggil Eda.
"Ya?"
"Mbak tau ngga, Dipa itu orangnya pinter banget," ucap Eda.
Sepasang mata Laras melebar. "Oh ya?"
Eda mengangguk. "Kami baru ikut lomba pengetahuan umum mewakili sekolah. Saya dan Dipa satu tim. Dipa sangat berjasa memenangkan tim kami. Wawasannya luas, mulai dari musik, olahraga, bahkan sastra, apalagi politik dan berita dunia."
Senyum Laras mengembang. Laras menyeruput kopinya. "Terus, terus?"
"Dipa juga jago main basket, tapi dia ngga mau ikut tim sekolah. Katanya, basket itu untuk senang-senang aja. Dia malas kalo harus rutin latihan."
Laras masih tersenyum. Dia menyeruput kopinya lagi.
"Dipa juga ternyata banyak penggemarnya, Mbak. Cuma, karena mukanya galak, cewek-cewek suka takut untuk ngajak dia ngomong."
Laras tertawa.
"Tapi, saya suka kasihan sama Dipa, Mbak. Dia itu yatim piatu. Mbak Laras tau kan?"
Senyum di wajah Laras perlahan memudar. Sekali lagi Laras menyeruput kopinya. Sekilas Eda melihat Laras mengangguk.
"Sejak kecil Dipa tinggal di panti asuhan. Ayah saya juga udah meninggal, dan sebelum kenal Dipa, saya merasa dunia ini ngga adil. Tapi, dari Dipa saya belajar, hidup itu harus disyukuri, apa pun keadaannya. Dipa yang ngga punya orangtua aja masih begitu semangat."
KAMU SEDANG MEMBACA
RIVAL [Sudah Terbit]
Teen Fiction[SEGERA TERBIT] Jika kamu dan seorang yang baru saja kamu kenal memenangkan undian seratus juta, apa yang akan kamu lakukan? Well... ngga tau sih denganmu, tapi Pradipta dan Dwenda langsung rebutan. Setelah disita Pak Budi, Dipa dan Eda terpaksa be...