20: Kecewa

17K 1.9K 210
                                    

Kalau ada yang tahu bahwa saat ini, hari Sabtu yang panas terik bukan main ini, Eda sedang berkebun di panti bersama dengan Dipa dan Vito, sudah pasti seratus persen mereka berdua akan menjadi bahan gosip seantero sekolah.

"Mbak Eda! Tanahnya diginiin." Vito memberi contoh.

"Ini udah."

"Kurang."

"Oke."

Dipa tersenyum-senyum sendiri menyaksikan pemandangan di depannya. Dipa sendiri masih tidak percaya Eda mau diajak ke panti. Entah apa yang merasuki Dipa, tiba-tiba saja semalam dia mengirim pesan kepada Eda. Sudah cukup malam pula, pukul sebelas!

"Da ... lo kan pernah nanya ya, tinggal di panti kayak gimana. Besok ada acara ngga? Mau main ke panti? Kami besok sekitar jam sembilan rencananya mau berkebun. Abis dapet bibit baru, terus beberapa pohon udah berbuah juga. Ada jeruk limau, srikaya, jambu, kalo ngga salah ada satu lagi, tapi gue lupa. Nanti lo bisa bawa pulang juga buat dimakan di rumah, buat nyokap lo juga."

Tiga detik setelah pesan Dipa terkirim, Dipa menyesalinya. Saking gemasnya dengan dirinya sendiri, Dipa sampai mengepalkan tangannya dan meninju-ninju udara di atas ranjang. Dipa tak habis pikir mengapa dia begitu bodoh.

Pertama, sudah pukul sebelas malam. Mana mungkin Eda masih melek?! Ya, mungkin saja sih karena besok hari Sabtu, tapi rasanya tidak etis mengirim pesan selarut itu. Kedua, mengundang Eda ke panti?! Memangnya tidak ada tempat lain? Pergi makan kek, nonton kek, masa' ke panti?! Ketiga, buat apa Dipa menawarkan buah-buahan hasil kebun panti kepada Eda?! Bukan cuma ditawarkan kepada Eda, tapi juga kepada ibunya. Gila kali?

Dia sungguh merasa seperti si Paman dalam lagu Paman Datang. Pamanku dari desa... dibawakannya rambutan, pisang, dan sayur mayur... DIAAAAM!!! Dipa menjerit dalam hati sambil mengacak rambutnya.

Dipa menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya. Tenang, Dip, ucap Dipa dalam hati. Ngapain panik? Ini cuma Eda. Eda yang berebutan seratus juta dengan lo. Eda si jutek. Eda yang sebetulnya kalo diliat-liat tuh manis banget, apalagi waktu lagi serius nyimak layar bioskop. Eda yang awalnya sekilas kurang ajar, tapi ternyata ngga pernah lupa ngucapin terima kasih tiap ditemenin pulang. Eda yang...

Senyum Dipa tiba-tiba saja mengembang di wajahnya saat benaknya melayang-layang memikirkan Eda.

BZZZT!

Dipa tersentak saat ponselnya bergetar. Jantungnya berdegup kencang, cemas dengan jawaban yang diberikan Eda.

"Hiiiih!" dumel Dipa, kesal bukan main saat tahu ponselnya ternyata bergetar karena ada SMS masuk dari nomor tak dikenal yang meminta pulsa!

Saking kesalnya, Dipa sampai berniat membalas SMS tersebut. "Minta ... pulsa ... jangan ... sama ... gue ... elo kira ... gue ..."

BZZZT!

Sekali lagi ponselnya bergetar. Dipa mengerjapkan matanya. Ada satu notifikasi masuk dari Eda. Dipa segera melupakan SMS tak jelas itu dan membuka pesan dari Eda.

"Boleh, Dip. Alamatnya di mana? Besok gue ke sana."

Ingin sekali Dipa berteriak saat itu saking girangnya. Jari-jarinya sampai terpeleset berkali-kali ketika mengetik alamat panti di atas layar. Saking girangnya juga, semalaman Dipa sampai tak bisa tidur!

"Kenapa mata lo item gitu, Dip?" tanya Eda, saat mereka bertemu keesokan paginya.

"Hah ... item? Oh, ngg ... kena tanah kali!" jawab Dipa asal.

"Haaaah?!" Eda mengernyit, lalu geleng-geleng kepala. "Eh, beneran nih gue ngga ganggu dateng ke sini?"

"Ngga kok. Sama sekali ngga. Anak-anak seneng gitu kalo ada yang berkunjung."

RIVAL [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang