10: Rahasia Dipa

18K 2K 131
                                    

"Pssst! Da, sini!"

Eda terperanjat ketika melihat ada sosok putih yang menghampirinya dan berbisik. Dia hampir saja berteriak kalau saja tak menyadari bahwa itu adalah Dipa!

"Ini gue, Da. Lo ngapain sih kaget gitu?" Dipa mendengus.

Eda menghela napas lega. "Lo kok pake baju kayak pocong gitu sih?!"

"Idih, amit-amit! Apanya yang kayak pocong, sih? Ini jaket biasa, tau."

"Warnanya putih, plus hoodie-nya yang bikin kayak pocong!" gerutu Eda.

Dipa terkekeh. "Iya juga ya. Tenang aja. Untung bukan malam Jumat Kliwon."

Eda mendengkus. Tawa Dipa menjadi-jadi.

"Kenapa, Da? Lo takut ya? Sekolah kita katanya banyak hantunya lho."

"Ngga, gue ngga takut," sergah Eda. "Udah siap kan?"

"Beres. Ini tutup stoplesnya," Dipa mengeluarkan tutup berwarna hijau dari tasnya. "Gue juga udah latihan cara buka pintu pake peniti, jepit rambut. Bahkan gue sampe bawa peniti, jarum dan jepit rambut nih. Kalo-kalo elo lupa atau ketinggalan."

"Lo bawa jepit rambut? Di rumah suka jepit-jepitan ya?"

"Enak aja. Gue minta dari salah satu adik gue di panti," Dipa buru-buru menyangkal.

Eda cekikikan.

"Da, jangan cekikik-cekikikan. Gue takut ngga bisa bedain antara elo sama Mbak Kunti."

Eda sengaja. Dia malah cekikikan semakin keras.

"Eda ..."

"Hahahaha! Kenapa sih, Dip? Elo ya yang ternyata takut?"

Dipa hanya bungkam. Eda mencolek lengan Dipa. "Takut, Dip? Beneran takut?"

Dipa mendecak. "Udah, jangan colek-colek. Genit banget sih lo."

"Najis!" Eda segera menarik tangannya menjauh dari Dipa.

"Emangnya lo sama sekali ngga takut, Da?" celetuk Dipa.

"Ngga," sahut Eda. "Ngapain takut?"

"Ya ... mana tau kalo diganggu atau apa."

"Ngga bakal ada yang berani ganggu gue," Eda tersenyum tipis. "Bokap dan adik gue nanti kasih tau mereka supaya gue ngga digangguin. Bokap dan adik gue akan ngejagain gue."

"Maksud lo? Bokap sama adik lo dukun gitu?"

"Bukan. Maksudnya, mereka juga udah meninggal."

Dipa terkesiap. "Sori, Da. Gue ngga tau. Sori kalo gue salah ngomong," ucapnya.

"Ngga apa-apa. Lo ngga salah ngomong kok," balas Eda. "Lo juga ngga semestinya takut lagi, Dip. Kedua orangtua lo pasti ngejagain lo dari sana."

Dipa hanya diam saja.

"Lo ngga percaya?" Eda menatap Dipa.

"Bukan begitu ..." gumam Dipa.

Dipa tak tahu harus percaya atau tidak. Dia hanya mempercepat langkahnya supaya mereka bisa menyelesaikan rencana mereka sebelum larut malam.

Gedung sekolah di malam hari memang terlihat begitu mencekam. Koridor terlihat kosong dalam kegelapan. Kaca-kaca ruang kelas juga tak memantulkan cahaya apa pun. Dipa menelan ludah. Dia menggosokkan kedua telapak tangannya.

"Tunggu, Da!" Dipa mengejar Eda yang terlebih dulu berusaha memanjat pagar sekolah.

"Hup!" Eda dengan sukses turun di balik pagar sementara Dipa masih kesulitan. "Dip, bisa ngga?"

RIVAL [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang