Epilog

30.2K 2.1K 542
                                    

"Oh my God, Dip ... ada banyak sekali kejutan hari ini, otak gue sampe nggak kuat nampungnya."

Dipa geleng-geleng kepala sambil tertawa geli melihat Dio yang duduk  di hadapannya. Dio tengah memijat pelipisnya, pura-pura sakit kepala,  padahal senang bukan kepalang.

"Pertama," Dio membuka jari telunjuknya. "Gue lulus! Kedua, lo bilang mau traktir gue."

"Terus?"

"Udah sih. Itu aja."

"Yeeee ...."

Dio cengengesan.

"Itung-itung tanda terima kasih, Yo. Bulan-bulan kemarin kan belum  sempet, karena kita ujian dan segala macem. Kalo nggak gara-gara elo,  mungkin gue nggak akan kenal Eda. Yang berarti entah kapan gue baru  akhirnya ketemu sama nyokap gue," ucap Dipa. "Jadi, dari lubuk hati gue  yang paling dalam, makasih ya Dio, sahabat gue."

"Sama-sama, Dip. Jangan gitu, ah. Gue jadi grogi nih."

"Oh ya, ngomong-ngomong gue ngajak lo ke sini karena nyokapnya Eda  koki di sini, jadi bisa dapet diskon lima puluh person," lanjut Dipa.  "Kalo nggak mah, gue traktir lo siomay aja tuh di kantin."

Melihat ekspresi Dio, Dipa dan Eda tertawa. Mau tak mau, Dio ikut  tertawa juga. Tanpa terasa hari-hari berubah menjadi minggu-minggu  berubah menjadi bulan-bulan. Tiba saatnya Dipa dan Eda lulus SMA.

Pagi tadi, saat mereka melihat papan pengumuman kelulusan, Eda sudah  tahu dirinya pasti lulus. Namun, dia tidak menyangka nilainyalah yang  tertinggi di antara teman-teman seangkatannya.

"Ma!" panggil Eda, segera berdiri ketika melihat Mama muncul. Masih  lengkap dengan seragam koki, Mama mendatangi meja Dipa, Eda, dan Dio.

"Da," sapa Mama balik.

"Halo, Tante," sapa Dipa, ikut berdiri.

"Halo, Tante," Dio membeo Dipa.

"Hai, Dipa," Mama tersenyum menyapa Dipa. "Ini ...?"

"Saya Dio, Tante," Dio segera mengulurkan tangannya untuk bersalaman. "Temennya Dipa dan Eda di sekolah."

"Ini Dio yang aku sering cerita itu, Ma," celetuk Eda.

"Oh ... ini Dio."

Dio tersenyum-senyum. "Sering cerita? Mudah-mudahan yang bagus-bagus, ya. Hehe."

"Gue cerita ke Mama, Dio itu tukang ngutang, tukang bolos, anaknya  hedon, nggak pernah nyatet di kelas ..." Eda menaikkan alisnya dengan  jahil.

"Waduh ... sepertinya yang Tante dengar itu agak sedikit kurang benar adanya," ucap Dio, berusaha tersenyum diplomatis.

Mama tertawa. "Nggak, kok. Eda cerita, Dio ini temen baiknya Dipa.  Anaknya baik, perhatian, bijaksana. Karena Dio, Eda jadi bisa kenal  Dipa.

"Aaah ... Mama jangan bikin dia ge-er," rengek Eda.

"Kamu kan ceritanya gitu sama Mama, Da?" Mama kembali tertawa. "Ngomong-ngomong, gimana? Lulus semua kan?"

"Lulus Ma," jawab Eda. Dipeluknya Mama erat-erat. "Aku bahkan dapet nilai tertinggi lho satu angkatan."

"Oh ya? Selamat ya, Sayang!" Mama mengusap kepala Eda dan mencium keningnya.

"Mantap jiwa deh calon dokter kita ini," celetuk Dipa.

"Kalo Dipa sama Dio gimana?"

"Alhamdulilah lulus, Tante," jawab Dio. "Setelah dua belas tahun terseok-seok di bangku sekolah, akhirnya saya lulus."

RIVAL [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang