Sebelum membaca...
Hai! Di bab ini, saya sisipin lagu instrumental sebagai background sambil baca :))) Lee Namyeon - Warmhearted. Silakan play video di atas dan dengerin lagunya sambil baca. Enjoy, semoga terhibur!(, ")
Hari Minggu pagi Eda terbangun oleh suara kicau burung. Sinar matahari menembus masuk lewat celah antara gorden dan jendelanya. Jam menunjukkan pukul tujuh pagi. Mata Eda mengerjap menatap langit-langit.
Baru bangun, dirinya sudah kembali teringat kejadian semalam. Eda masih tak percaya. Rasanya seperti mimpi saja.
Entah apa yang mendorong Eda semalam, sehingga dia berani mengejar Dipa dan memeluknya. Baik Dipa mau pun Eda sendiri sama-sama terkejut.
"D-Da?" panggil Dipa yang terperangah.
Eda melepas tangannya dari pinggang Dipa. Keduanya saling pandang sejenak sebelum membuang muka. Mereka salah tingkah.
"Dip ... Laras Sjahrir itu ibu lo?" tanya Eda hati-hati.
Dipa mengangguk. Eda terkesiap, menutup mulutnya. "Selama ini lo tau, Dip?"
Dipa tersenyum getir menatap Eda. "Kaget ya? Gue juga kaget, Da. Ya, seperti yang gue bilang di surat, uang jatah gue dari hasil undian kopi buat lo aja. Elo lebih butuh, lo lebih bisa menggunakannya untuk yang lebih bermanfaat."
Lama Eda menatap Dipa sambil teringat tulisan Dipa di suratnya. Mengemis cinta darinya cuma akan membuat gue terlihat bodoh. Eda merasa iba pada Dipa, hatinya terasa begitu pedih. Tiba-tiba saja air mata Eda menetes.
"Lho, Da? Lo kenapa? Kok, nangis?" Dipa terkejut.
Eda menyeka matanya. "Ngga. Ngga apa-apa."
"Terus, kenapa nangis?" tanya Dipa lembut, mengeluarkan sapu tangannya dan menyodorkannya pada Eda.
Sapu tangan yang harum. Sapu tangan yang mengingatkannya akan ayahnya lagi. Eda menerimanya.
"Gue ngga bisa nerima uang lo, Dip," ucap Eda lirih. "Nanti lo gimana?"
Dipa tertawa kecil. "Ya, ngga gimana-gimana. Gue akan coba cari kerja. Mungkin setelah kerja satu-dua tahun gue bisa sambil kuliah. Gampang lah, Da. Lo lebih butuh uang itu, percaya deh sama gue."
"Tapi, kan ngga gini perjanjiannya, Dip. Perjanjiannya, setengah untuk elo, setengah untuk gue."
"Tapi, ngga apa-apa kan, kalo gue mau memberikan punya gue untuk lo?"
"Gue sedih kalo elo jadi susah karena gue."
"Ya ampun, Da. Ini atas kemauan gue sendiri, kok. Jangan sedih. Bukannya gue bilang di surat gue, kalo elo itu orang yang tegar, kuat, makanya lo bikin gue kagum dan terinspirasi?" Dipa tersenyum.
Jemari Dipa meraih sapu tangannya dari genggaman Eda dan menyapunya dengan lembut di pipi Eda.
"Itu sebabnya gue suka sama lo, Da," ucap Dipa.
Eda terperanjat mendengarnya, namun tak ada satu kata pun sanggup terucap. Eda hanya tertegun menatap Dipa yang senyumnya masih terpeta di wajahnya.
"Jadi, jangan sedih ya? Apalagi sedih gara-gara gue. Nanti gue ikutan sedih."
Dipa menjejalkan kembali sapu tangannya ke dalam tangan Eda. Dan semalam itu, sekali lagi Dipa melemparkan senyum yang lebar, sebelum mengangguk dan meninggalkan Eda.
Itu sebabnya gue suka sama lo, Da.
Eda menarik napas dalam-dalam, membuyarkan buaiannya. Dia beranjak dari ranjang. Dirapikannya seprai dan dilipatnya selimut. Eda berjalan keluar dari kamarnya. Saat itu dia menemukan Mama tertidur di sofa, dengan punggung tangan di keningnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RIVAL [Sudah Terbit]
Teen Fiction[SEGERA TERBIT] Jika kamu dan seorang yang baru saja kamu kenal memenangkan undian seratus juta, apa yang akan kamu lakukan? Well... ngga tau sih denganmu, tapi Pradipta dan Dwenda langsung rebutan. Setelah disita Pak Budi, Dipa dan Eda terpaksa be...