"Lara Sjahrir lagi. Lo terobsesi banget sama dia sih?" celetuk Dio, mengintip ponsel Dipa dari balik bahunya.
Saking kagetnya, ponsel Dipa hampir terlempar dari tangannya. "Apaan sih? Ngagetin aja!" dumel Dipa. "Namanya Laras Sjahrir. LaraSSSSSSS. Pake S. Bukan Lara."
Dio hanya melambaikan tangan dan tertawa. Nampaknya dia tidak tertarik dengan penjelasan Dipa. Dipa pun beranjak dari kursi. Masih ada waktu kira-kira sepuluh menit sebelum bel masuk berbunyi. Dipa membuka aplikasi Instagram di ponselnya. Anak yatim piatu punya smartphone? Mungkin orang bingung. Dipa sendiri juga bingung ketika ada sekotak smartphone baru terselip di antara setumpuk buku pelajaran saat dia masuk SMA.
Buat Pradipta.
Di atas kotak ponsel tersebut tertera selembar kertas memo. Hanya pesan sederhana itu yang tertulis. Sejak saat itu Dipa merawat ponsel itu baik-baik. Jangan sampai jatuh, jangan sampai rusak.
Setelah aplikasi Instagram terbuka, Dipa mengarahkan kamera ponselnya ke arah pintu gerbang sekolah. Murid-murid SMA Harapan sedang ramai-ramainya melangkah masuk. Dipa merekamnya untuk Instagram Story miliknya. Ditulisnya caption: Nunggu bel masuk...
Hanya sebuah video singkat sederhana yang tak menarik, namun tak butuh waktu lama hingga pengikut-pengikut Dipa di Instagram melihatnya. Setiap hari Dipa memuat foto atau video di Instagram. Isinya sederhana saja dan sering kali tidak penting, seperti video tadi.
"Lo sering banget sih upload yang ngga penting? Caper, Dip?" celetuk Dio suatu hari.
Caper? Bukan caper, tapi apa ya? Dipa ingin seseorang di luar sana tahu tentang kegiatan sehari-harinya, syukur-syukur kalau dikomentari. Instagram Dipa terbuka untuk umum kok.
"Lagi naksir siapa sih, Dip? Belakangan aktif banget di Instagram," komentar salah seorang temannya lewat direct message.
"Lagi di depan kelas ya, Dip?" komentar temannya yang lain.
"Ngga maen basket, Dip?"
"Dipa katanya dirazia? Jadi, dagang lagi ngga?"
Ah... di antara semua pesan yang mengomentari tak ada yang Dipa tunggu. Dia menghela nafas lalu bernavigasi ke halaman lain di Instagram. Laras Sjahrir. Akun itu terkunci. Tertera keterangan bahwa Dipa sudah mengajukan request untuk follow tapi masih belum di-approve Laras.
"Aduh!"
Bulu kuduk Dipa merinding. Refleks dia menggeliat saat ada tangan yang mencolek pinggangnya. Dipa menoleh dan mendengus.
"Lo manggil orang bisa ngga sih yang bener? Jangan colek-colekan kayak gitu? Lo kira gue sabun?!" omel Dipa ketika melihat sosok Eda.
"Gue panggilin dari tadi, elo ngga nyahut," Eda membela diri. "Gimana? Rencana kita berjalan kan?"
"Rencana apa ya?"
Mata Eda melotot. Dipa nyengir. "Santai aja dong mukanya. Gue inget kok."
Eda terlihat gusar. "Jam pelajaran keempat ya?"
"Siap, Bu."
"Ngomong-ngomong, lo ngga di-approve mungkin gara-gara muka lo mesum," celetuk Eda.
Gantian Dipa yang matanya membelalak. "Ngapain sih lo ngintip-ngintip HP gue?!"
Eda tergelak sambil berlalu.
Sejak pagi hingga jam pelajaran keempat, waktu berjalan begitu lamban bagi Dipa. Dia tidak bisa berkonsentrasi pada satu pun pelajaran. Dipa tersadar, betapa gilanya dirinya. Dia hendak menjalankan aksi yang gila dengan orang yang baru saja dikenalnya kemarin, yakni Eda.
KAMU SEDANG MEMBACA
RIVAL [Sudah Terbit]
Jugendliteratur[SEGERA TERBIT] Jika kamu dan seorang yang baru saja kamu kenal memenangkan undian seratus juta, apa yang akan kamu lakukan? Well... ngga tau sih denganmu, tapi Pradipta dan Dwenda langsung rebutan. Setelah disita Pak Budi, Dipa dan Eda terpaksa be...