"Da, tadi si Dipa nyariin lo tuh ke kelas. Ada apa sih antara lo sama Dipa? Dia lagi pedekate sama lo?"
Eda langsung mengernyit membaca pesan dari Hanum. Baru bangun sudah dihadapkan dengan pesan aneh macam itu.
"Gila kali lo? Ngga lah!" balas Eda. "Ngapain si Dipa nyari gue?"
Setelah menjawab Hanum, Eda baru sadar bahwa ada pesan-pesan masuk dari Dipa. Terus terang, Eda terkejut saat Dipa mengiriminya pesan berisi permintaan maaf kemarin. Eda sungguh tidak menyangka. Gara-gara itu, Eda jadi sedikit luluh. Mungkin Dipa tidak semenyebalkan yang dia sangka.
Eda tersenyum geli membaca pesan Dipa yang salah ketik tersebut. Eda pun membalas, "Sori, gue baru liat HP, Dip. Nyokap gue masuk rumah sakit, gue nungguin dari semalam. Rencana apa yang lo punya?"
Jam menunjukkan pukul sebelas. Semestinya masih jam istirahat, mungkin sebentar lagi Dipa akan membalas. Eda cukup penasaran apa rencana Dipa. Terutama karena kejadian semalam, Eda semakin menggebu untuk mendapatkan uang hasil menang undian tersebut.
Eda menatap Mama yang terbaring lemah di ranjang. Ada kantung hitam di bawah kedua matanya. Eda kaget bukan main semalam saat menunggu Mama pulang, dia mendapat telepon dari restoran tempat Mama bekerja yang mengabarkan bahwa ibunya itu pingsan dan dibawa ke rumah sakit.
"Ibumu mengeluh perutnya sakit sebelumnya, Da," kata salah seorang rekan kerja Mama.
Tengah malam, Eda sendirian naik taksi ke rumah sakit. Dokter bilang Mama terkena batu empedu. Kemudian Mama segera dioperasi. Sekarang keadaannya sudah stabil, tapi masih harus banyak istirahat. Sampai sekarang Mama masih tertidur.
Eda meraih tangan Mama dan memeluknya. Dia sungguh ketakutan semalam. Bukan pertama kalinya Eda mendapat kabar buruk yang membuatnya geger seperti kemarin. Belum sampai setahun yang lalu dia mengalami hal serupa. Eda juga sedang duduk di meja belajarnya mengulang pelajaran saat dia mendapat telepon dari rumah sakit yang mengabarkan bahwa ayah dan adiknya menjadi korban tabrak lari.
"Keduanya kondisinya kritis saat ditemukan warga. Tolong ke sini secepatnya, ya."
Tak pernah Eda sekhawatir itu sepanjang hidupnya. Namun ketika itu keadaannya berbeda. Ada Mama yang menemaninya ke rumah sakit. Dalam pelukan Mama, Eda masih bisa merasa tenang di antara cemasnya. Tetapi semalam berbeda. Eda hanya sendirian menanggung cemas dan dia pun dirudung trauma. Eda takut kejadian itu terulang lagi, di mana ketika dia tiba di rumah sakit, ayah dan adiknya telah tiada. Eda sungguh takut kali ini dia juga akan kehilangan Mama.
"Mama jangan kecapekan lagi..." bisik Eda lirih. "Kalo Mama juga pergi, nanti aku sama siapa?"
Air mata Eda meleleh. Buru-buru dia menyekanya. Dia harus terlihat tegar, kalau tidak, nanti Mama akan semakin mencemaskannya dan Eda malah menjadi beban baginya. Eda menghela nafas. Tak terbayangkan baginya bagaimana rasanya menjadi Dipa yang tak punya orangtua.
Dipa hebat, masih bisa tertawa, masih rajin sekolah, masih punya semangat. Jika Eda bernasib sepertinya, Eda tak tahu apakah dia masih punya keinginan untuk melakukan apa pun. Lama Eda menunggu hingga kembali mendapat balasan dari Dipa.
"Sori, Da. HP gue disita Pak Sutan tadi. Gue ketauan mainan HP pas pelajarannya. Gue dihukum pula. Disuruh analisa puisi Pembaringan. Semoga atas kekejamannya, Pak Sutan diampuni oleh Yang Maha Kuasa dan diperhambat pertumbuhan kumisnya . Amin."
Membaca pesan Dipa membuat Eda mau tak mau tersenyum geli menahan tawa.
"Nyokap lo kenapa? Semoga cepet sembuh ya. Jadi gini rencana gue: kita beli lagi Kopi Cap Badak yang baru, lalu kita nyelinap ke sekolah malam-malam, kan ngga ada orang. Kita bisa dengan leluasa mendongkrak pintu ruangan Pak Budi dan menukar tutup toples. Dengan begitu, Pak Budi ngga tau kalo kita ngambil tutup toples itu dan kita tetap dapat uangnya."
"Hmm ..." Eda mengelus dagunya. "Pintar juga si Dipa ini."
"Ide lo bagus, Dip," balas Eda. "Gue setuju. Tapi besok siang setelah pulang sekolah gue baru sempat beli kopinya. Ngga apa-apa, ya?"
"Ngga usah, Da. Kan lo lagi ngejagain nyokap lo, jadi gue aja yang beli tadi."
Eda tersenyum kecil. Entah mengapa dia sedikit tersentuh membaca pesan Dipa.
"Oke. Jadi besok malam ya kita ngejalanin aksinya?"
"Tunggu sampe nyokap lo sembuh aja, Da. Ngga apa-apa."
"Besok aja, Dip. Gue butuh uangnya. Lagipula, kalo udah malem, jam besuk udah selesai. Gue ngga boleh nungguin nyokap lagi. Semalam cuma pengecualian aja."
"Oke. Besok lo sekolah?"
"Besok gue masih izin."
"Kalo gitu, kita ketemu di depan mini market dekat sekolah aja ya jam sembilan? Nanti gue jemput lo di situ. Jangan jalan sendirian malam-malam."
"Oke. Sampai besok, Dip."
Dipa membalas kembali dengan emoticon jempol. Eda jadi kembali bersemangat setelah mendengar rencana Dipa. Ya, rencana kali ini pasti berhasil! Untuk mempersiapkan diri, Eda sampai menonton video-video di Youtube bagaimana cara membuka pintu yang terkunci dengan jepit rambut. Bahkan Eda mencoba mempraktekkannya di toilet rumah sakit!
Yang dilakukannya adalah tindak kriminal bukan, sih? Iyalah! kata hati kecilnya. Lo nyelinap masuk ruangan yang dikunci. Tau ngga kenapa ruangan itu dikunci? Berarti orang yang ngga berhak ngga boleh masuk, dan elo ngga berhak! Kalo ketauan, elo bisa dikeluarin dari sekolah, apa ngga jadi runyam?!
Eda menelan ludah. Tapi elo melakukannya bukan karena niat buruk, Da. Lo cuma mau mengklaim apa yang menjadi hak lo. Kan elo yang menemukan toples kopi keberuntungan itu. Lagipula uangnya mau lo pakai bukan untuk hal-hal maksiat, hal-hal berdosa. Niat lo baik kok! Sisi lain hati Eda berargumen.
"Alamak!" Eda memijat keningnya.
Sekali ini aja deh. Sekali ini aja gue bertindak kriminal. Mungkin kalo bareng Dipa, dosanya jadi kebagi dua.
Eda menatap wajah ibunya dengan sendu. Dia memejamkan matanya sejenak. Maafin aku ya, Pa? Abis ini aku janji jadi anak baik. Aku cuma ngga mau nyusahin Mama.
(, ")
Hai, readers! Makasih udah baca lanjutan cerita Dipa dan Eda. Mendengar rencana baru dari Dipa, Eda jadi bimbang. Kira-kira Eda akan maju terus atau mundur dari rencana itu ya?
Hari ini double update! Tunggu kelanjutannya ya, sebentar lagi saya upload hehe...
Salam,
Feli***********
Trivia! ^o^
Puisi Pembaringan ditulis oleh Cahaya Sadar. Ada yang tau?
KAMU SEDANG MEMBACA
RIVAL [Sudah Terbit]
Teen Fiction[SEGERA TERBIT] Jika kamu dan seorang yang baru saja kamu kenal memenangkan undian seratus juta, apa yang akan kamu lakukan? Well... ngga tau sih denganmu, tapi Pradipta dan Dwenda langsung rebutan. Setelah disita Pak Budi, Dipa dan Eda terpaksa be...