34: Continuum

21.2K 2.1K 441
                                    

Sebelum membaca...

Hai! Di bab ini, saya sisipin lagu sebagai background sambil baca :))) Suemitsu & The Suemith - Allegro Cantabile versi piano instrumental. Silakan play video di atas dan dengerin lagunya sambil baca. Enjoy, semoga terhibur!

(, ")

Dipa celingukan. Ketika dia membuka pintu ruang perawatan Laras, Dipa tak menemukan sosok Eda di sana.

"Kemana sih Eda?" gumam Dipa.

Baru saja Dipa hendak menghubungi Eda lagi dengan ponselnya, Dipa mendengar Eda memanggil namanya.

"Dip!"

Terlihat Eda berlari-lari kecil menghampiri Dipa dari ujung lorong.

"Lo kemana, Da? Lama banget."

"Tadi gue makan. Abisnya laper, hehe," jawab Eda. "Ada apa?"

"Ngga ... ngg ... itu, La – nyokap gue ... nyokap gue mau ketemu sama lo."

"Lo udah ngomong sama nyokap lo?" tanya Eda hati-hati.

Dipa mengangguk. Dia tahu, pasti matanya sembab sekarang. Dipa berusaha menyembunyikan wajahnya dari Eda.

"Ini."

Tiba-tiba saja Eda mengeluarkan sebuah sapu tangan dari saku rok seragamnya. Eda tersenyum tipis sambil menyodorkannya pada Dipa.

Dipa tertegun. Dia mengenali sapu tangan itu, sapu tangan yang diberikannya pada Eda di depan rumah Eda hari Sabtu waktu itu.

"Lo kemana-mana bawa ini?" Dipa tertawa kecil sambil menerima sapu tangan tersebut.

Eda mengangguk. Senyumnya melebar. "Iya. Kan kenang-kenangan dari lo."

Mendengarnya membuat Dipa tersenyum senang. Dia kembali membuang wajah dari Eda. Kali ini untuk menyembunyikan wajahnya yang merona malu.

"Ngga apa-apa, Dip. Cowok kan juga manusia. Menangis itu wajar, asal jangan berputus asa."

Kali ini Dipa tertawa. Rasanya begitu gembira ketika tahu Eda masih mengingat kata-kata yang pernah diucapkan Dipa, membuat Dipa merasa spesial, merasa begitu berarti untuk Eda.

"Kalo gitu ... gue ke toilet dulu, ya? Mau cuci muka," ujar Dipa. "Lo masuk aja, Da."

Eda mengangguk. Dia mengetuk pintu dan masuk.

"Mbak Laras," sapa Eda, ketika melihat Laras yang duduk di ranjang tersenyum padanya. "Permisi."

"Masuk, Da."

Eda melangkah perlahan mendekati Laras. Dia senang melihat Laras baik-baik saja. Eda sangat senang akhirnya Dipa bisa bertemu ibunya dan bercakap-cakap dengannya.

"Kamu apa kabar?" tanya Laras.

"Baik," jawab Eda. "Mbak gimana? Apa yang terjadi, Mbak?"

"Udah baikan," sahut Laras, masih tersenyum. "Lagi sial aja lah."

"Oh ya," Eda membuka tas ranselnya. Dari dalamnya dia mengeluarkan sekuntum bunga peony. "Ini buat Mbak Laras. Semoga cepet sembuh ya, Mbak."

Laras terkejut mendapat bunga dari Eda. Dia terlihat begitu senang menerimanya. "Makasih ya, Eda."

"Sama-sama, Mbak. Semoga cepet pulih dan bisa siaran lagi," Eda membalas senyum Laras.

"Saya bersyukur bisa kenal kamu, Da. Kalo bukan karena kamu, mungkin saya dan Pradipta belum bertemu sampai sekarang. Mungkin saya ngga akan pernah punya keberanian untuk menemui Dipa," ucap Laras.

RIVAL [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang