33: Sekali Lagi, Maaf ....

17.6K 2K 289
                                    

Sebelum membaca...

Hai! Di bab ini, saya sisipin lagu sebagai background sambil baca :))) Yiruma - Kiss the Rain. Silakan play video di atas dan dengerin lagunya sambil baca. Enjoy, semoga terhibur!

(, ")

"Ngga apa-apa, Dip. Masuk aja."

Eda menepuk bahu Dipa, menguatkannya, sebelum melepaskan Dipa untuk masuk ke dalam ruangan tempat Laras dirawat.

Dipa menelan ludah. Dia bisa merasakan tubuhnya mulai gemetar dan keringat dinginnya mulai menetes.

"Permisi."

Dipa mengetuk pintu dan membukanya perlahan. Di ruangan itu hanya ada Laras yang dirawat. Dipa melihat Laras berbaring dengan mata terpejam.

Ada luka lebam di wajah dan tangannya. Langkah Dipa begitu pelan dan ragu untuk mendekati Laras. Sepertinya Laras sedang tidur.

Untuk beberapa saat, Dipa hanya berdiri terpaku di sisi ranjang Laras, memandangi wajahnya.

Inikah ibunya? Yang selama ini dia harapkan untuk bertemu? Yang sejak kecil dia rindukan sosoknya?

Tangan Dipa terulur untuk menyentuh punggung tangan Laras. Tangannya terasa dingin. Dengan lembut Dipa menggerakkan tangan Laras, membuat Laras perlahan-lahan membuka matanya.

Laras terperanjat ketika melihat sosok Dipa di hadapannya, sampai-sampai dia terlonjak dan segera duduk. Laras meringis memegang perutnya lantaran gerakan mendadak yang dilakukannya.

"Ma-maaf!" ucap Dipa. "Maaf, saya ngga bermaksud ngagetin! Se-sebentar, saya panggil dokter, ya?"

Laras menggeleng pelan. Dipa segera membantu Laras untuk duduk.

"Maaf," ucap Dipa lagi, setelah Laras sudah duduk dengan tenang dan bernapas dengan baik.

Laras tersenyum lemah. "Kamu selalu diajari tata krama yang baik ya di panti? Ngga segan mengucap maaf."

Dipa salah tingkah.

"Bagus begitu, saya bangga. Saya sendiri ngga yakin, apakah bisa mendidik kamu sebaik mereka yang di panti."

Dipa makin salah tingkah. Dia meremas-remas tangannya. Hening. Keduanya hanya saling tatap dengan canggung.

"Kamu ke sini sama Eda?" tanya Laras.

Dipa mengangguk.

"Eda-nya di mana?"

"Di luar," gumam Dipa.

"Ajak masuk aja."

"Nanti. Saya mau ngomong dulu sama ..." Dipa terdiam sejenak, tak menyelesaikan kalimatnya. Dia menelan ludah. "Habis kecelakaan? Di mana? Gimana ceritanya? Bukannya punya supir?"

Aneh. Sungguh aneh bercakap-cakap dengan seseorang tanpa menyebut panggilannya. Dipa merasa sangat kurang ajar.

Tetapi, Dipa juga ragu untuk memanggil Laras. Dia masih takut menyebut panggilan yang tak pernah bisa diucapkannya sejak dulu.

"Iya," jawab Laras. "Di jalan tol, udah malam. Kebetulan lagi nyetir sendiri."

Berbagai pertanyaan baru bermunculan di kepala Dipa. Bagaimana bisa kecelakaan? Mengantukkah? Mabukkah? Apa yang dilakukan Laras di jalan tol malam-malam?

"Kok, bisa?" celetuk Dipa. Hanya itu yang mampu dia lontarkan dari mulutnya.

Laras mengangkat bahu. "Lagi capek aja, tengah malam pula."

"Sekarang gimana keadaannya? Baik-baik aja?" tanya Dipa lagi.

Laras mengangguk. "Ada pendarahan di liver, tapi kata dokter sekarang udah oke."

RIVAL [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang