17: Kejutan

16.1K 2K 172
                                    

Manusia memang tidak pernah tahu kejutan apa yang akan datang dalam hidupnya. Baru saja Eda mengucapkan kalimat itu pada Dipa ketika jam istirahat, keduanya mengalaminya sendiri di sore hari.  

Ketika bel bubar sekolah berbunyi, murid-murid langsung berebutan untuk menghambur keluar kelas. Dipa yang memimpin paling depan. Baru kakinya hendak melewati kusen pintu, langkah Dipa tertahan lantaran ada yang menarik tasnya dari belakang.

"Tunggu, Dip!"

Dipa menoleh. Begitu melihat sosok yang menahan langkahnya, Dipa langsung memutar bola matanya dan menghela napas.

"Apaan?!" bentak Dipa.

Aulia terhenyak. Dia mengerjapkan matanya. Dipa sedikit merasa bersalah karena sudah membentak Aulia, namun dia tidak tahan lagi dengannya. Dipa tahu maksud Aulia. Ini sudah ketiga kalinya dalam sehari Aulia menawarkannya.

"Dip, lo udah pikir-pikir lagi belom? Mau ya ikut IKom?"

"NGGA!" seru Dipa. "Udah deh, jangan maksa-maksa gue kayak bisnis MLM! Gue sibuk!"

"Tapi, Dip-"

Dipa mengabaikan Aulia. Dia bahkan menyeruak mendorong beberapa temannya dan segera berlari menuruni tangga. Dipa mempercepat langkahnya menuju bagian belakang lab bahasa, tempat dia janjian dengan Eda. Eda belum muncul! Dipa tersenyum puas ketika dia melihat Eda melangkah dari kejauhan.

"Nah!" Dipa mengagetkan Eda, membuat Eda terlonjak. "Akhirnya gue duluan yang nyampe."

Eda menggerutu. "Apa-apaan sih?! Ngagetin aja!"

Dipa nyengir. "Gue cepet-cepet lari-lari supaya nyampe duluan dari elo, Da."

Eda hanya memutar bola matanya. "Gimana? Udah siap?"

"Siap."

Dipa dan Eda menunggu sejenak, sekitar sepuluh-lima belas menit, hingga sekolah mulai sepi. Kemudian mereka mengendap-endap menuju ruangan Pak Budi. Koridor saat itu terlihat kosong. Mereka berdua memberi isyarat melalui anggukan di depan pintu, kemudian Eda melepas jepit rambutnya.

JEGREK!

Eda sedang sedang hati-hati berusaha memasukkan jepit rambutnya ke lubang kunci pintu ruangan Pak Budi ketika pintu itu terbuka. Saking kagetnya, tangan Eda sampai serasa tersetrum dan jepitannya terlepas. Dipa refleks menutup mulut untuk tidak berteriak.

"Kalian lagi," Pak Budi menghela napas.

Dipa dan Eda yang jantungnya masih berdebar-debar karena kaget segera menyiapkan diri untuk kembali dimarahi Pak Budi.

"Ngapain kalian di sini?" tanya Pak Budi dengan nada dingin.

"Ngg ... ehm," Dipa berdeham, mengulur waktu untuk mencari alasan. "Mau ijin, Pak."

"Ijin? Ijin apa?"

"Ijin ikut lomba IKom."

Mulut Eda menganga mendengarnya. Ijin ikut lomba IKom?! Lomba yang dipromosikan kemana-mana tapi tidak ada yang mau ikut itu?

"Oh ... lomba IKOm yang pengetahuan umum itu kan?" Raut wajah Pak Budi mendadak melunak. "Disuruh siapa kamu?"

"Aulia?" cicit Dipa.

"Kalian berdua jadinya memutuskan untuk ikut?"

Dipa mengangguk. Eda yang masih tercengang tak mampu berkata-kata.

"Bagus, bagus," Pak Budi tersenyum. "Tentu lah saya ijinkan. Ayo, masuk dulu."

Eda mengerutkan keningnya. Matanya mendelik menatap Dipa, meminta penjelasan. Dipa hanya mengangkat bahu.

RIVAL [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang