29. Untuk Kahfi

2.9K 156 1
                                    

Acara lamaran Dhirga sudah terlaksana. Raut wajah bahagia akhir-akhir ini menyelimuti keluarga Dhifa. Namun dibalik itu, Dhifa sebagai seorang adik sangat merasa kehilangan.

Diruang tamu, Dhifa yang tengah asyik memainkan sebuah game di play station miliknya mendapati kakaknya yang sangat sibuk dengan kalender.

Dhifa sedari tadi memperhatikan Dhirga yang membolak-balikkan lembaran kalender. Mencoba mencari tanggal yang pas untuk menentukkan hari pernikahannya. "Kapan nikahnya sih, kak?.

"Ini lagi nentuin tanggal. " ucap Dhirga dengan mata yang masih tertuju pada kalender 2012.

"Udah bisa seriusin anak orang ya, lo. " ucap Dhifa ditengah kesibukannya memainkan salah satu game play station.

"Iyalah dek, cowok sejati tuh gini! Nah, lo kapan dapet kepastian?" Ucapan Dhirga seakan menampar Dhifa.

Dhifa menggulung lengan baju tangan panjang nya. "Ih! Aku mah ntar aja. " ucap Dhifa.

"Kalo Kahfi nembak lo gimana? "tanya Dhirga.

"Yeyyy! Udah kali. " seru Dhifa yang masih sibuk menatap layar televisi.

Dhirga jadi penasaran. Bagaimana kelanjutan hubungan Dhifa dan Kahfi. "Serius, terus gimana?"

"Iya, tapi kita biasa aja tuh. " ucap Dhifa.

"Ooo pacaran sehat gak apa-apa kali. " ucap Kak Dhirga sembari melingkari tanggal 21 September 2012.

"Lo lagi main apaan sih, Dhi?" Tanya Dhirga sembari ikut duduk menemani adiknya.

Dhifa kini melipat kakinya mendekap dada. Ia sudah merasa pegal duduk dengan kaki yang menyilang.

"Main Zuma. "

Dhirga juga menemukan beberapa buku disamping adiknya. Yang baru saja hendak ia baca.

"Ini Buku fikih?" Tanya Dhirga.

"Oh, iya punya gue itu. " jelas Dhifa.

"Dasar, calon wanita shalihah. " ucap Dhirga yang mengusap kepala adiknya. "Btw,  Rey nggak kesini?" Tanya Dhirga lagi.

"Iya yah, nggak tau tuh kak. " ucap Dhifa.

"Kalo Kahfi?" tanya Kak Dhirga.

"Ihhh kakak. " kesal Dhifa.

"Ahahahah. " tawa Kak Dhirga.

Seketika suasana menjadi hening, Dhifa teringat akan Rey. Ia mengirim pesan kepada Rey.

Assalamualaikum Rey, lo apa kabar?

Waalaikumussalam, Baik Dhi. Oh ya lo ada waktu nggak?

Kenapa? Mau cerita?

Gue mau ngobrol.

Rey lalu menelpon Dhifa. Ia bertanya pada Dhifa, bagaimana pendapat Dhifa tentang Rebecca. Tentu saja Dhifa berkata yang sejujurnya. Dhifa juga menceritakan bahwa Rebecca adalah anak yang baik. Rebecca selalu bisa mengkondisikan dirinya dimana pun. Dan dalam keadaan apapun. Dia orang yang bisa diajak berbicara tentang semua hal. Dia bukan orang yang cengeng. Tetapi agak egois jika berkaitan dengan perasaannya.

Dhifa juga menceritakan tentang Rebecca yang mudah terpengaruh, sangat mengenal dan paham dunia malam. Masih suka ke club walau hanya sekedar mengobrol dan bertemu temannya disana. Rebecca juga berteman dengan siapa saja, kecuali yang memang benar tidak ia sukai.

Dhifa tau, nampaknya Rey tertarik pada Rebecca. Dan itu adalah salah satu keuntungan bagi Dhifa. Karena dia punya alasan untuk marah kepada Kahfi, jika Kahfi masih saja cemburu pada Rey.

Baru saja sambungan telepon Dhifa dan Rey berakhir. Ponsel Dhifa sudah berdering lagi.

"Dek, hp lu bunyi tuh!" panggil Dhirga yang merasa terganggu dengan suara ponsel adiknya, saat ia sedang asyik menonton.

"Iya, biarin aja. " ucap Dhifa dari Dapur.

Dhirga menoleh ke arah dapur, ia lagi lagi berteriak. "Lo lagi ngapain sih?" Tanya Dhirga.

Dhifa yang baru saja selesai membuat dua gelas Cappuchino, datang menghampirI Dhirga yangg sedari tadi sudah mengomel. "Orang lagi buat Cappuchino. Emang siapa yang nelpon sih?"

Dhifa menatap layar ponselnya, dan ia tidak tau siapa yang menelponbya karena nomer tersebut tidak ada di kontaknya.

"Hallo? Assalamualaikum?" Ucap Dhifa.

"Mmm siang, bisa bicara dengan Dhifa?" ucap penelpon tersebut.

Suaranya sangat asing. Dhifa tak mengenalnya dan bahkan tak pernah mendengar suara seperti ini.

"Iya, dengan saya sendiri. "

"Gue Senja. " ucap sang penelpon.

"Senja, siapa?" Dhifa melirik Dhirga yang juga menguping disampingnya.

"Nggak perlu tau, lo kenal Kahfi?"

"Ada perlu apa?" ucap Dhifa.

"Pacarnya kan? Lo, mungkin belum tau sifat Kahfi. "

"Maksudnya?"

"Kahfi nggak sebaik yang lo kira. "

"Kahfi itu anak nakal. Sering ke club. Dan dia itu,"

Belum sempat Senja menceritakan hal yang tidak-tidak tentang Kahfi, Dhifa sudah geram dan segera mengakhiri telponnya.

"Halo. " ucap Senja saat mendengar suara tut di telpon yang sedang terhubung. Yang menandakan panggilan tersebut sudah di akhiri.

"Seenaknya mati-in telpon! Emangnya secantik apasih lo!"

Cacian dan makian mulai keluar dari mulut Senja. Entah perempuan ini siapa, tapi yang jelas dia ada hubungan jauh di keluarga Kahfi.

Hijrahku Bawa Aku PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang