Suara ketukan pintu terdengar. Yang datang adalah Rebecca dan Rey. Rebecca yang mengenakan sweater berwarna kuning dengan leher baju berbentuk V. Rok jeans di atas lutut yang terlihat agak ketat. Sneakers navy, rambut kepang lengket di sisi kanan dan kiri. Serta bunga matahari segar yang baru ia beli.
"Assalamu'alaikum." ujar Rey dan Eca yang baru saja datang.
Eca melihat Kahfi sudah ada disana. Ia memberikan bucket bunga matahari kepada Tisya.
"Wa'alaikumussalam."
"Tante. " sapa Rey dan Eca.
Rey yang melihat ada Kahfi di dekat ranjang Dhifa, segera menariknya keluar.
Bruk!
Pukulan keras mendarat di pipi Kahfi. Mata Rey merah. Hela nafas kasar terdengar samar. Rey sangat emosi begitu ia menyadari keberadaan Kahfi.
"Maksud lo, apa?" kesal Rey.
Tangan Kahfi menyentuh pipi nya sakit akibat di tonjok oleh sahabat nya sendiri. "Lo yang kenapa?" tanya Kahfi.
"Lo gila Kahf! Lo liat sekarang! Dhi? Sahabat gue, orang yang gue sayang koma, Kahf! Udah 2 tahun Kahf!" amarah Rey menggebu-gebu.
Perlahan emosi Rey berubah jadi tangis. Ia tertuduk, tertunduk di lantai rumah sakit yang dingin.
"Gue nggak tau. Nggak ada yang kasih tau." ucap Kahfi.
"Udah 2 tahun. Selama dia kritis yang dia sebut cuma nama lo!! Bukan ibu nya, ayah nya, atau kakak nya, bahkan bukan gue sahabat nya!" Nada suara Rey terdengar kecewa. "Tapi lo!!" teriak Rey.
Kahfi hanya diam.
"Cuma Lo Kahf, nggak ada yang lain, cuma lo. "
"Gue selalu kirim surat, tapi nggak pernah direspon. " jawab Kahfi.
"Tapi mana? Mana Kahf! Mana? Nggak ada! Dhi itu spesial buat gue! Dia udah 2 tahun Kahf bayangin woi! 2 tahun dia berjuang. " ucap Rey histeris.
"Gue titip surat itu ke Senja. Dia bilang udah di kirim. " ucap Kahfi. "Ya gue tau dia mungkin kecewa, karena gue tetap milih kuliah di Belanda. Tapi dia sendiri yang ngebatesin gue buat komunikasi sama dia. " jelas Kahfi.
Rey menggeleng. Rey sudah muak mendengar alasan.
"Gue bahkan nggak tau, dia berangkat kuliah sama siapa? Dia pergi keluar kemana? Makan bareng siapa? Siapa temen nya di kelas? Apa ada orang yang berusaha deketin dia, dan apa respon dia? Gue nggak pernah tau, Rey. " sambung Kahfi.
"Dan semudah itu lo mau bilang kalo lo, ragu sama Dhifa?" Rey menatap Kahfi. Tatapan mata nya begitu tajam dan menusuk. "Dhifa juga nggak tau lo disana kayak apa? Itu luar negeri, man! Dan gue di besarkan disana, jadi gue tau kultur budaya yang sangat bertolak belakang dengan Indonesia. "
"Maksud lo gue disana peluk-pelukkan, setiap ketemu temen cewek? Lo pikir gue cowok apaan!" Kesal Kahfi.
Eca keluar dari kamar Dhifa. Dia sudah tidak tahan mendengarkan perbincang dua laki-laki yang sedari tadi adu mulut.
Eca menutup pintu kamar rawat Dhifa dengan perlahan. "Bisa nggak sih! Kalo mau berantem di rumah sakit, volume suara nya di kecilin! Kalian itu udah sama-sama dewasa! Kalian harusnya do'a in Dhi, biar dia cepet sadar!" sahut Eca yang meneteskan air mata.
Lagi-lagi penyesalan Kahfi datang. "Kalo gue tau, gue juga pasti balik Ca. " ujar Kahfi.
"Kahf? Kalo Dhi tau, Dhi nggak bakal suruh lo balik ke Indonesia, dia rela pisah sama lo. Walau hubungan kalian nggak ada kejelasan, tapi lo nggak perlu ragu soal apapun, dia tetap setia nungguin, lo!" ujar Eca.
Kahfi mengusap rambut nya dengan kasar lalu mengacak-acak nya. "Gue minta maaf. " ucap Kahfi.
"Jangan ke kita! Tapi ke Dhifa. " ujar Rey.
"Ini udah waktunya sholat Dzuhur." ucap Eca yang melirik jamnya.
Kahfi menarik nafas. "Tenangin pikiran, do'ain yang terbaik buat, Dhi. " ujar Kahfi.
"Maaf yah sob, gue kesel. " ucap Rey.
Kahfi mengangguk, mereka menuju ke mushola lalu berdoa kepada sang pencipta. Mereka kembali ke kamar Dhifa. Kahfi melihat ada seorang pemuda yang sedang mengaji di dekat Dhifa.
"Itu Yusuf, temen Ryan dia ngaji beberapa hari ini. " ujar Rey.
Kahfi diam, tak sepatah kata keluar dari bibirnya, ia membuka pintu dan mendekat keranjang Dhifa. Ia membisikan ke telinga Dhifa,
"Selamat menua, Sayang. " bisik Kahfi.
Air mata Dhifa menetes, Kahfi sempat tak percaya melihat wanita pujaan hati nya yang sedang koma di hadapannya itu malah meneteskan air mata. Rebecca sampai memalingkan wajah nya kebelakang pundak Rey. Ia tak sanggup harus melihat moment pilu seperti itu.
"Kamu sadar dong, aku udah pulang. " ujar Kahfi.
Kahfi mendekat ke Ibu Dhifa, duduk didepan ibu Dhifa, sembari bersimpuh dan meminta doa restu.
"Tante, izinkan Kahfi mengkhitbah Dhifa. " ujar Kahfi.
Rebecca memeluk Rey, ia lagi-lagi tidak sanggup ketika ingat betapa ceria nya Dhifa saat menceritakan bahwa Kahfi akan mengkhitbah nya saat pulang nanti.
Yusuf juga kaget mendengarnya, Yusuf baru sadar bahwa pemuda yang Dhifa tunggu adalah pemuda yang sama yang sedang bersimpuh dihadapan Bu Dewi sembari meminta izin dan doa restu.
"Tunggu sampai Dhi sadar ya, Kahf. " ujar Ibu Dhifa.
Kahfi mengangguk.
Susasana mulai hening malam pun datang, Yusuf akhirnya pulang, Rey, Eca dan Kahfi juga pulang. Malam ini yang bertugas menjaga Dhifa adalah Embun dan Dinda.
Suara langkah sepatu terdengar, seorang gadis dengan heela hitam melihat Dhifa dari kaca pintu.
"Gue, nggak akan lepasin Kahfi buat lo!"
Gadis itu masuk ke kamar Dhifa yang kosong tak ada yang menjaga, Adinda dan Embun masih di parkiran. Gadis itu hampir mencekik Dhifa, tapi sebelum ia mencekik. Ia menyadari Dhifa merespon, jari tangan nya bergerak.
"Pake respon segala! Kalo mau mati, mati aja!" ujar kasar gadis itu.
Lalu gadis itu pergi meninggalkan Dhifa.
Kahfi kembali keruangan Dhifa karena Al-Qur'an nya tertinggal. Kahfi kembali keruangan Dhifa, mengambil Al-Qur'an miliknya dan ia sempat melihat jari tangan Dhifa yang masih bergerak. Ia membacakan surat Ar-Rahman ayat 1-5 ke telinga Dhifa yang tertutup jilbab.
Dhifa meneteskan airmata. Kahfi menghapus air matanya dengan sapu tangan milik nya.
"Inni uhibbuka Fillah, Dhifa. " ujar Kahfi yang mendekati pintu lalu pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijrahku Bawa Aku Pulang
General FictionHai!! Aku Dhiffa aku mengalami kecelakaan hingga koma sampai saat ini aku belum sadarkan diri. Hingga akhirnya rohku bertemu dengan seorang pemuda bernama Kahfi. Apakah Kahfi akan menuntun Langkahku? Apakah Kahfi seseorang yang dikirim Allah Padaku...