54. Yang tak tersampaikan

2.3K 136 2
                                    

Kahfi melangkahkan kakinya ditemani koper berwarna navy dan jaket yang ia gantungkan di pundaknya. Pemuda dengan kaos lengan pendek putih, dan celana jeans berwarna biru muda.

Kahfi belum tau tentang kondisi Dhifa. Dhifa yang masih berjuang karena janji yang ia percaya akan di tepati. Jika Allah berkehendak mungkin Dhifa sudah pulang terlebih dahulu, dan tinggalah Kahfi bersama janji yang belum sempat ia temui. Namun Allah punya cara lain. Walau dalam kondisi kritis sekalipun, Dhifa masih berjuang atas izin Allah.

Kahfi memasuki pintu cafe. Suasana cafe yang damai. Tenang dan santai, serta aroma khas dari biji kopi yang sangat menenangkan pikiran.

"Mau pesan apa, mas? "

"Cappuchino latte nya 2. " ujar Kahfi kepada sang kasir.

Adinda baru saja selesai berbelanja. Ia masuk ke kedai milik nya dengan beberapa kantong belanja-an di tangan nya. Dinda hafal postur tubuh yang tak asing itu, siapa lagi kalo bukan kekasih dari sahabat nya yang juga merupakan sahabat nya. "Kahfi? Lo udah pulang?"

Kahfi menoleh, ia menyapa Dinda. "Dinda? Lo apa kabar?"

"Alhamdulillah gue baik, lo sendiri?"

"Alhamdulillah gue baik juga. " Kahfi melihat Dinda yang menyerahkan kantong belanja-an nya kepada sang kasir di cafe itu. "Lo, nganterin belanjaan?" Tanya polos Kahfi.

Dinda terkekeh. "Ini kedai gue, Kahf. "

Kahfi malah mengira Adinda sedan mengantarkan belanjaan ke sebuah kedai yang ia hampiri itu. "Ma syaa Allah. Gue nggak tau, sumpah!! Maaf ya, Din. "
"Santai aja kali. " Dinda baru sadar, bahwa Kahfi nampak nya tidak tau mengenai kondisi Dhifa. "Dhi udah tau kalo lo pulang, hari ini?"

Kahfi mengambil dompet di saku nya. Sementara itu Adinda meminta karyawan nya untuk mengubah harga di mesin kasir nya, ia memberikan potongan 50% untuk minuman yang Kahfi beli.

Sembari memberikan uang kertas seratus ribu rupiah, Kahfi mengambil kantong plastik transparan dengan dua cup minuman di dalam nya. "Belom sih. Gue pulang nya juga dadakan. Mau bikin kejutan, dia kan ulang tahun hari ini. "

Kahfi menerima uang kembalian, dan melihat struk yang bertuliskan potongan sebesar 50% dari harga normal. "Wih, di kasih diskon nih. Makasih ya, Din!! Gue duluan. " Kahfi tersenyum lalu berjalan meninggalkan cafe.

"Jadi Kahfi belom tau soal Dhi. " ujar Adinda.

"Siapa kak?" Tanya salah satu karyawan Dinda.

"Pacar nya kak Dhifa bukan, sih?"

"Kok lo tau?"

"Hehe, aku follow Ig nya kak Dhifa. Sama kakak yang tadi juga. "

Semua karyawan cafe Dinda sudah mengenal Dhifa, dan juga para sahabatnya karena mereka sering berkumpul di cafe milik Dinda. Dinda bergegas mengabari sahabat nya. Ia menelpon Rebecca, dan memberitahukan bahwa Kahfi sudah pulang.

Kahfi yang akhirnya bisa terbebas dari Senja, sangat bersyukur bisa kembali untuk bertemu sang pujaan hati. Terlepas dari kehidupan Kahfi di Belanda yang sungguh menyiksa batin. Senja yang selalu mengikutinya kemana pun ia pergi, seolah-olah sepasang kekasih.

Flashback On

"Lo mau makan nggak?" tawar Senja.

Kahfi hanya menggeleng.

"Lo kenapa? Lo sakit? " tanya Senja.

Kahfi selalu menghindar, bahkan kakak sepupunya saja mengabaikan Senja, karena Senja nampaknya menyimpan rasa kepada Kahfi.

"Kahf? Gue kangen sama lo. " ujar Senja yang berjalan mengikuti Kahfi di kampusnya.

Kahfi memfokuskan pandangan nya pada halaman sebuah buku. Untuk menghindari kontak mata dengan Senja.

"Ihh kamu, aku kan sayang sama kamu. " ujar Senja.

"Lo udah kirimin surat gue belom?" tanya Kahfi.

"Udah. "singkat Senja.

"Oke makasih. " ujar Kahfi berjalan meninggalkan Senja.

Gue? Ngirimin surat buat Dhifa? Halah, ngerugi-in gue aja. Maaf ya Kahf, aku udah buang semua surat itu. Gumam Senja.

Tahun demi tahun Kahfi lewati. Dan akhir nya skripsi Kahfi diterima, dan ia lulus sebagai mahasiswa terbaik di fakultas nya. Sedangkan Senja, menikmati 1 tahun lagi untuk menyelesaikan kuliah nya, karena skripsi nya ditolak, dan masih banyak kekurangan.

Flashback Off

Kahfi pulang ke rumah nya, ia menemui orang tua nya dan saling melepas rindu. Siang nya, Kahfi pergi ke rumah Dhifa. Orang tua Kahfi belum memberitahu kan kondisi Dhifa yang sekarang. Mereka tidak sampai hati untuk menyampai kan nya.

Kahfi kini sampai di depan rumah yang Dhifa tempati. Tak banyak berubah, rumah nya masih sama persis. Kahfi berulang kali mengucapkan salam namun tak ada yang menjawab. Sudah menelpon Dhifa tapi tak ada jawaban. Kahfi lalu bertanya pada Rebecca melalui chat Whatsapp. Barangkali Dhifa sedang main di rumah Eca, kira nya. Kahfi mendapat balasan pesan dari Rebecca.

Ecca :
Kahf, Dhi masuk rumah sakit Budi Asih. Gue sama Rey baru mau jalan kesana.

Kahfi mengira bahwa Dhifa hanya sakit biasa, seperti demam, atau hal lain nya. Namun saat ia tau Dhifa koma dan bukan baru-baru ini, Kahfi menyadari keterlambatan nya. Ia menyesal kenapa harus pergi.

"Maaf sus, pasien atas nama Dhifa Mikeyla ruangan nya dimana ya?" tanya Kahfi.

"Di lantai 2 mas, kamar Melati nomer 3 ya. " ucap suster.

"Makasih, sus. "

Di lift Kahfi mendengar perbincangan para tim medis. Tentang seorang pasien yang hampir meregang nyawa. Dengan latar belakang pernah mengalami benturan di kepala. Hingga membuat nya koma.

"Udah sempet coba sih, buat lepas alat-alat medis. Tapi kakak nya khawatir jantung nya nggak berdetak karena dia masih dalam keadaan nggak sadarkan diri. Waktu selang oksigen nya di lepas malah sempet kritis kan, syukur nya waktu di pasang selang oksigen lagi dia bisa bertahan. Mukjizat Allah tuh memang dateng di waktu yang tepat.

"Temen-temen nya juga banyak yang doa-in, hampir setiap hari mereka dateng. Kadang sama pacar mereka, kadang sesama cewek semua kalo mau nginep. Tapi berdasarkan riwayat pasien, ini bukan kali pertama dia koma. Udah pernah koma satu bulan di rumah sakit lain. Gara-gara kecelakaan motor juga, kepala nya kebentur. "

"Iya sih, kalo soal kepala tuh emang paling rawan. "

Hati Kahfi seolah-olah mengatakan bahwa itu Dhifa.

Ya Allah, jaga Dhifa Ya Allah,-gumam Kahfi.

Kahfi sampai di lantai 2, ia mencari kamar melati. Dan Alhamdulillah ia menemukannya.

"Bismillahirahmanirrahim." Kahfi membuka pintu kamar rawat inap itu.

Ia melihat Dhifa yang terbaring dengan oksigen, infus dan alat pendeteksi jantung.

"Assalamu'alaikum.. " ujar Kahfi.

"Wa'alaikumussalam.. " ujar Ibu,Dhirga dan Tisya.

"Tante.." ujar Kahfi yang menyalami Ibu Dhifa.

"Kahfi.." Ibu Dhifa menangis, air matanya tak kuasa tertahan lagi.

Kahfi bertanya kenapa Dhifa di rawat. Apakah Dhifa sakit atau kenapa?

"Lo nggak liat! Dia itu koma, Kahf!" kesal Dhirga yang berteriak di kamar rawat inap adik nya.

Tisya yang mencoba menenangkan Dhirga.

"Udah, kak! Nanti Dhi denger. " ujar Ibu yang menangis tanpa henti.

"Biarin aja! Biar Dhi tau, kalo cowok yang dia bangga-bangga in itu baru dateng. "

Kahfi hanya terdiam, tanpa kata, ia membisu. Dhifa terbaring tak berdaya. Kenapa seolah-olah hanya dia yang tidak tau kabar Dhifa. Kenapa tidak ada yang memberitahu nya. Ada apa dengan Dhifa? Apa yang terjadi selama Kahfi pergi.

Tok tok tok.

Hijrahku Bawa Aku PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang