Dua tahun hidup rumit di Lyon, yena kembali diasingkan ke salah satu daerah di benua amerika yang terkenal akan berbasis di pendidikan, perawatan kesehatan, keuangan, dan teknologi tinggi.
Iya, Boston...
Yena menatap bangunan mewah yang akan ia huni entah sampai kapan dengan pandangan menerawang.
Terlalu besar. Bahkan aku hanya sendirian yang menempatinya. -batinnya bermonolog.
Saat ia akan kembali melangkah, ponsel didalam genggamannya bergetar. Ia sedikit tercenung melihat nama penelpon disana.
"Halo.. ayah," ujarnya pada akhirnya.
"Kau sudah sampai?"
Yena memandangi rumah didepannya sekilas, "hmm... Aku didepan rumahnya."
"Bagus lah. Kau pasti menyukai rumahnya."
Tidak. Aku tidak menyukainya.
"Keperluan mu sudah di persiapkan disana. Kau tidak perlu memikirkan apa-apa. Kiara akan aku kirimkan kesana untuk menemanimu."
Pada dasarnya kau benar-benar tidak perduli...
"Belajar dengan benar---"
"Tidak kah ayah menanyakan kabarku?" Tanpa sadar ku cengkram ponsel yang masih menempel di telingaku.
"Seharusnya ayah menanyakan keadaanku. Seharusnya ayah bilang akan mengunjungiku. Seharusnya a-ayah...." Suaranya tercekat. Ia menggigit bibir bawahnya untuk menghalau isakan yang mungkin saja akan segera lolos bisa saja tidak mati-matian ia tahan.
".... Mengatakan merindukan ku."
Kembali. Ayah hanya akan diam. Apa yang sebanarnya kau harapkan yena.
Ia memutuskan panggilan secara sepihak. Memandang rumah yang didepannya dengan pandangan emosi yang terpancar pada matanya.
Dingin. Hal pertama yang yena rasakan saat menapaki rumah ini. Seperti yang ia bilang, rumah ini terlalu besar hanya untuknya sendiri.
Ia tidak bisa merasakan hangatnya rumah seperti artian pada umumnya.
Setidaknya disini aku tidak dikurung seperti di Lyon. Batinnya meracau.
Rumah dengan tingkat dua dan memiliki perapian di ruang keluargannya. Ahh ruang keluarga. Bahkan aku hanya sendiri.
Setelah ia berberes-beres diri, yena yang pada saat itu berumur lima belas tahun. Dua tahun lebih di Lyon merubah banyak tentangnya. Ia bukanlah yena yang dulu yang akan selalu cengeng. Kesakitan mengajarkannya untuk menjadi kuat.
Tapi ada kalanya ia memang butuh menangis untuk menguatkan hatinya kembali.
Dengan tangan yang canggung ia mulai memotong sayuran. Ini adalah kali pertamanya lagi setelah tiga tahun tidak memegang pisau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Camouflage
Fiksi Penggemar[Completed] [Baekhyun Fanfiction] Hidup dalam kebohongan dan persembunyian. Perlahan namun pasti, semua mulai terkuak. Keberadaan ku mulai di sadari dan disitulah bukan diriku saja yang bisa terluka. Namun dirinya juga... - Kim Ye Na (Private some...