2

4.5K 325 25
                                    


Hipotesa, Penemuan, dan Pembaruan.

Gadis itu termenung di atas tempat tidurnya, menatap pada langit-langit kamarnya yang menampakkan bintang. Tepatnya sebuah hiasan tempel glow in the dark dengan berbagai macam bentuk benda-benda angkasa. Sebuah tempelan kecil yang bekerja dengan baik, memberikan sedikit ketenangan bagi dia, si penikmat langit malam.

Adhara selalu bercita-cita menjadi seorang yang bisa meneliti objek-objek luar angkasa, membuat roket dan menemukan bintang baru—Adhara selalu memimpikan semua itu disetiap harinya dan siapapun yang memasuki kamarnya akan memiliki pemikiran yang sama. Gadis pemilik kamar itu bercita-cita menjadi seorang fisikawan. Sebuah cita-cita seorang gadis kecil yang sampai sekarang konsisten terhadap impiannya. Adhara tidak berharap banyak untuk menggapai impiannya itu—setidaknya dia tahu, bahwa tidak semua apa yang dia suka bisa dia miliki karena—demi Tuhan, menjadi seorang fisikawan bukanlah hal yang mudah. Indonesia baru memiliki satu astronot dan dia berharap apa tengang fakta itu?

Adhara menggeliat dan memiringkan tubuhnya, berganti menatap pada dinding berwarna biru gelap itu; dinding dengan wallpaper galaksi. Terkadang dia berpikir, bukankah dia sangat kekanak-kanakan tentang ini, dan bahkan dia tidak pernah berpikir untuk merombak seisi kamar, membiarkannya sampai mungkin dia akan meninggalkan kamar ini.

"Tuh cowok siapa, ya? Beda sekolah kali."

Adhara terus mengeluarkan hipotesanya; menduga-duga siapa cowok yang kemarin mengantarkannya pulang. Tadi adalah hari terakhir Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah, tapi masih nihil hasilnya. Adhara mencari keberadaan cowok itu, menyusuri setiap kelas sampai menemukannya, terpaksa pulang sore hanya untuk menunggu sosok yang entah sebenarnya ada atau tidak.

Sewaktu acara penutupan, seluruh peserta MPLS melingkar di lapangan basket. Laki-laki dan perempuan menjadi satu saling berganteng tangan, membentuk sebuah lingkaran besar dengan panitia MPLS dan balon-balon berada di tengahnya.
Adhara hanya fokus pada pencariannya ketika Ketua OSIS sedang berpidato memberikan kesan dan pesannya, suka dan citanya, sampai kemudian pelepasan balon dengan lagu perpisahan dimulai, tapi semua itu tidak Adhara pedulikan karena yang dia lakukan saat itu adalah menatap semua wajah-wajah siswa baru dengan saksama; dari ujung selatan sampai utara, dari barisan depannya sampai samping-sampingnya—tapi semuanya tetap sama. Dia tidak juga menemukan cowok itu. Jangan salahkan Adhara, dia masih ingat dengan sangat jelas bagaimana wajah cowok berambut cepak tersebut. Motor trail dengan stiker di badan motornya dan rambut cepak miliknya—semua terngiang jelas di ingatannya. Sempat terbersit pemikiran untuk bertanya pada Orion, dan kemudian Orion akan tahu bahwa dia pulang dengan cowok asing; murid baru dengan segala pelanggaran aturannya, terima kasih banyak.

Dengan niat, Adhara terpaksa menolak ajakan pulang kakaknya. Ketika jam menunjukkan pukul lima sore dan sekolah mulai sepi—hanya ada beberapa anak yang sedang mengikuti ekstrakulikuler—Adhara mengakhiri pencariannya, dan dengan terpaksa dia harus pulang dengan taksi yang harganya lebih mahal dari pada angkot yang biasa dia pakai. Kenapa tidak bis atau ojek? Karena entah rasa sombong dan malas berdesak-desakan dari mana yang sekarang memenuhi egonya—jika ada yang lebih nyaman, kenapa harus yang lain.

Andaikata Adhara tahu nama cowok itu, dia pasti tidak akan kesulitan mencarinya—tentu karena dia tahu. Mungkin kalau saja dia tahu nama cowok itu, dia bisa bertanya pada teman-teman SMP-nya dulu yang juga bersekolah di SMA Semesta. Mungkin juga dia akan bertanya pada kakaknya untuk menanyakan pada teman-temannya yang menjadi panitia—tapi tidak, itu hanya jika dia lebih pintar untuk ini, dan pada faktanya Adhara tersesat dalam kebodohan.

Ada suatu pikiran yang Adhara munculkan saat pertama kali mereka bertemu; satu hal yang Adhara sadari; mereka berbicara seolah bukan dua orang asing yang baru bertemu. Ada rasa nyaman dengan obrolan yang nyambung itu, seolah mereka adalah dua makhluk yang sudah lama kenal, menjalin sebuah relasi pertemanan yang—semua orang tahu bahwa tidak ada kecanggungan di sana.

AstrophileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang