11

1.7K 153 2
                                    

Harusnya, hari ini ia berangkat dengan Aludra. Tapi, mendadak Aludra meneleponnya tadi pagi dan berkata kalau ia tidak bisa. Adhara belum tahu alasannya apa, hanya saja dia harus bisa menerima.

Semangat untuk berangkat ke sekolahnya hilang begitu saja. Dari Aludra yang mendadak tidak bisa menjemputnya, dan Orion yang sengaja berangkat terlambat ke sekolah. Berakhir dia yang harus menuliskan namanya di buku catatan keterlambatan siswa. Di tambah jam pertama adalah pelajaran bahasa Jerman yang gurunya terkenal keras seperti batu. Ada kesalahan sedikit pasti diceramahinya sampai kemana-mana, di dalam ceramahnya sedikit ada perkataan yang membanggakan dirinya sendiri. Untung saha tidak seperti guru SMP-nya dulu yang suka ngomongin Boy Si Anak Jalanan.

Adhara mendengus. Dia mencatat dengan gerutuan kesal setengah mati di dalam hati yang teredam oleh emosi. Rasanya sangat lama sekali pergantian jam pelajaran. Dia sudah bosan untuk mendengar ocehan guru yang usianya tidak bisa lagi dibilang muda. Baru berjalan jam pelajaran ke dua dan masih ada satu jam lagi waktunya.

Adhara memilih ijin ke kamar mandi, berniat mencuci muka agar bisa meredam kepalanya yang sedikit terasa panas. Karena toilet ada di bawah, ia harus menuruni tangga yang berada di ujung koridor. Dekat dengan kelas Aludra.

Aludra kemana, ya?

Setelah pagi tadi Aludra meminta maaf karena tidak bisa menjemputnya, Adhara tidak tahu menahu kabar lelaki itu. Entah dia berangkat atau tidak, Adhara tidak tahu. Mendengar suaranya tadi pagi, ada sedikit perasaan khawatir. Suaranya terdengar seperti bukan Aludra biasanya. Dingin dan serius.

Mendekati kelas IPA-5, Adhara sedikit melambatkan jalannya. Dia merutuki pintu kelas yang ditutup rapat, sehingga ia tidak bisa melihat Aludra dimana. Seketika, dia menyesali tinggi badannya yang tidak mampu menjangkau jendela kelas itu untuk mengintip keberadaan Aludra. Dengan ikhlas, Adhara berlalu dan meneruskan niatnya ke toilet.

Di toilet, Adhara menyapa kakak kelas yang sedang mengantre juga. Namanya Maharani, panggilannya Rani. Dia cantik juga anak paduan suara. Juga mantannya Orion, tentunya. Masih ingat dengan cerita Orion yang diputuskan di kantin sekolah? Ternyata cewek yang biasa menyapanya itu memang cantik apalagi kalau dilihat terus-terusan, bikin betah rasanya. Pilihan Orion memang tidak pernah mengecewakan.

Yang cantik-cantik mana pernah terlewatkan sih sama abang gue.

Sok ganteng bener emang.

Untung abang gue. Nggak papa lah, berbangga dikit.

Adhara selalu berpikir, kenapa mantan abang nya selalu cantik. Apa yang mereka lihat dari Orion?

Ganteng? Iya, Orion memang ganteng. Tapi, Adhara berani bersumpah kalau yang ganteng juga banyak di sekolah ini.

Tajir? Adhara yakin, hampir semua murid yang bersekolah di sini tajir-tajir semua. Tidak usah dipertanyakan lagi.

Baik? Demi apapun, Orion bukan tipe cowok yang supel dan berbaik hati pada siapapun. Membalas sapaan teman cowoknya aja dia hanya mengedikkan kepala tak berkata-kata. Apalagi cewek, mungkin dia melengos begitu saja. Orion itu gengsinya selangit, sok dingin banget di luar, padahal kalau udah kenal dalem-dalemnya.. udah buang aja first impression kalian.

Sombong emang abang gue itu.

Setia? Begini, Orion selalu memegang prinsip kalau dia tidak akan membuat nangis wanita. Memang, Orion menepati omongannya. Dia putus sama pacarnya pasti ceweknya yang putusin duluan. Orion tidak pernah tahu salahnya apa, tapi yang jelas pacarannya tidak akan bertahan lama. Selalu saja dia diputusin. Dan yang terakhir sama Maharani sebelum dia menjomblo selama sembilan puluh lima hari ini.

AstrophileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang