33

646 66 15
                                    

Happy reading and enjoy it! Also don't forget to appreciate it! (Vote and Comments, maybe?)

*****

Sang surya telah tunduk dari singgasananya, membiarkan gelap malam menguasai alam semesta. Sudah saatnya para bintang memulai pertunjukkannya bersama bulan yang tersenyum lebar di hadapan langit kelam, menunjukkan pada seluruh penghuni bumi bahwa hari ini telah berlalu. Memasuki kediamannya yang tenang, Adhara menarik nafasnya panjang. Mencoba mengalihkan rasa sakit yang ada dan terlihat baik-baik saja di depan semua orang adalah hal yang seharusnya bisa dengan mudah ia lakukan—semoga.

"Assalamualaikum."

Ucapnya begitu mendapati keluarga kecilnya berkumpul di ruang tengah. Seolah segala sesak di dada menguap begitu saja melihat keluarga kecilnya di sana; ayah dengan laptop di pangkuannya, bunda dengan majalah edisi terbarunya, abang dengan camilan di tangannya, dan adik yang sibuk dengan tablet nya; menatapnya lalu tersenyum, sedangkan layar besar di depan mereka menyala menunjukkan serial film yang sedang hangat-hangatnya dibicarakan saat itu, dan mata Orion lah yang menjelaskan siapa yang dengan sengaja memutarnya.

"Waalaikumsalam," jawab mereka satu persatu.

Adhara segera menempatkan dirinya di sana, mencium tangan kedua orang tuanya yang pada nyatanya tak bisa ia satukan dalam hubungan yang sama lagi, menyalami tangan kakak tertuanya dan membawanya pada pipi—tidak sama dengan apa yang ia lakukan pada kedua orang tua mereka, dan itu berhasil memancing protes dari si empunya tangan.

Mengabaikan itu, Adhara mencium pipi adiknya yang sedang bermain dengan tablet dan protes pun dilayangkan padanya; merasa bukan lagi anak kecil dan tak perlu untuk dicium di pipi—karena menurutnya, ciuman di pipi itu hanya untuk anak kecil atau hal romansa yang sama sekali ia tidak tahu seperti apa.

Adhara menyamankan tubuhnya di sana, bersanding dengan abang nya yang tengah asik memakan keripik singkong pedas kiloan yang sengaja Garini beli hampir ditiap bulannya. Pasalnya memang penghuni rumah ini akan merasa mulutnya hampa tanpa camilan kecil seperti itu.

Gadis dengan rok abu-abu ciri khas anak sekolah menengah atas dengan muka kusamnya yang sama sekali tak ada raut kebahagiaan di sana menunjukkan dengan jelas rasa lelah yang menyerangnya, hanya menjawab lemah pertanyaan kecil yang dilontarkan kedua orang tuanya mengenai dirinya yang pulang terlambat. Yang ia lakukan hanyalah menjawab dengan kebohongan kala Orion menimpali dengan keadaan yang sejujurnya dan penuh rasa curiga padanya—derita punya saudara yang satu sekolah.

Menyudahi obrolan ringan, Adhara memilih untuk beranjak ke kamar. Membersihkan diri dan menunaikan kembali kewajibannya sebelum menyusul turun ke meja makan, menyuap semua cacing-cacing pada perutnya yang sedari tadi memberontak menuntut hak-haknya.

Suara dentingan sendok dan piring yang saling beradu mengisi keheningan dalam acara makan malam yang selalu ia rindukan itu, memang sudah sepantasnya mereka semua diam karena Navis memang selalu mendoktrin keluarganya untuk diam ketika makan, dan memang seharusnya demikian.

Perlahan tak ada yang tersisa di piring masing-masing, merasa cukup waktu jeda setelah makan, Navis memulai obrolan malam kali ini dengan suaranya yang tegas dan berwibawa. Seolah menunjukkan posisinya sebagai kepala keluarga, tetap akan seperti itu.

"Kalian sudah mulai libur, kan?" katanya tak melepaskan tatapannya pada mereka yang dituju.

"Belum, Yah. Kan masih classmeeting," jawab Orion sambil menautkan kedua tangannya di atas meja, menunjukkan keantusiasannya terhadap pembicaran kali ini.

"Iya, Yah. Lagian juga masih ada remedial," Adhara menimpali setelah meminum air putihnya.

Navis mengangguk dan menatap mantan istrinya yang duduk di sebelah Radian yang diam menyimak, dan Adhara baru menyadari itu. Formasi dalam meja makan berubah. Ayah masih tetap duduk di ujung meja; pada kursi kebesarannya, Orion juga sama; tepat di sebelah kiri ayah mereka, yang berbeda hanya Radian dan Garini yang bertukar kursi; yang seharusnya tepat di sebelah kanan sang kepala keluarga di isi oleh sang bunda, kini diduduki oleh putra bungsunya, dan Adhara yang biasanya berhadapan dengan adik kecilnya itu, dengan senyum tulusnya berhadapan Garini, bunda nya, dan itu pasti terjadi—ia tahu.

AstrophileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang