5

2.6K 242 8
                                    

Cowok itu duduk bersama segerombolan kakak kelas di pojokan kantin. Mengobrol dan melawak. Receh dan tidak jelas. Aludra duduk di antara senior yang sama bebalnya. Nakal dan susah di atur.

Dia dengan ponsel warna hitamnya duduk dengan kaki kanan yang di tumpang pada paha kaki satunya. Hal yang sama terjadi pada beberapa teman yang duduk di sebelahnya. Sudah bisa dipastikan, mereka sedang bermain game online yang sedang digandrungi anak jaman sekarang.

Mobile Legend.

"Naik bego!" teriak Luthfi masih fokus pada layar ponselnya. Luthfi adalah anak kelas IPA-5 yang sama kelakuannya, teman sebangku Aludra juga, yang artinya mereka satu kelas.

Beberapa di antara mereka malah asik makan dan membicarakan hal-hal yang berbau cowok. Dari sepak bola kebanggaan mereka yang kalah semalam sampai menebak ukuran 'dada' cewek-cewek yang lewat di depannya.

Di saat teman-temannya yang lain berteriak dan mengumpat tidak jelas, Aludra hanya duduk diam tanpa ekspresi. Datar dan tidak menarik sama sekali untuk diceritakan di sini..

Aludra menyudahi permainannya karena ia sudah kalah dan juga merasa lapar. Baru saja berdiri ingin memesan minum, seorang senior yang namanya cukup terpandang di sekolah datang dan bergabung.

"Nitip es jeruk satu, Nyet," kata senior yang memanggilnya 'nyet' itu lalu dengan santai menduduki bagian bangku yang tadi Aludra tempati.

Aludra hanya mengacungkan jempol tanpa menatap lalu berjalan memesan pada kantin dengan tulisan besar di tembok belakangnya: Pak Diran.

Membawa pesanan, Aludra kembali duduk dan manarik bangku dari meja sebelahnya untuk bergabung di meja yang sama. Sekarang di sana sudah ada 7 anak. Dua kursi panjang di sebelah kanan dan kiri sudah penuh. Di sisi ujung kedua meja juga sudah terisi dua bangku plastik lengkap dengan penggunanya.

Ada tiga cowok dari angkatan kelas dua belas; ada Ghani dengan jambulnya yang menjulang, Ivan dengan jaket jeans-nya yang tidak pernah bosan ia gunakan, dan Geral dengan rambut panjangnya yang selalu ia sisir ke belakang dengan jari tangannya tanpa bosan.

Lalu ada Aludra dengan lesung pipi di sebelah kirinya yang biarpun masih diam tetap terlihat, dan Luthfi yang rambut nya di potong rapi seperti polisi-polisi. Mereka berdua dari angkatan kelas sepuluh, dan sisanya dari angkatan kelas sebelas; Ucen yang rambutnya susah di atur, dan Orion yang Adhara tahu dengan pasti ciri-cirinya. Semua penampilannya sama, kacau dan berantakan.

Mereka tidak tergabung dalam genk maupun komunitas resmi. Mereka hanyalah segerombolan manusia yang sering bertemu dalam satu rental PS, rental PS Tronix namanya. Juga mereka adalah segerombolan manusia bebal yang menjunjung tinggi nama klub sepak bola kebanggan yang sama, Juventus.

Mereka tampak akrab tanpa memandang senioritas. Menghargai perlu, sopan tentu, asal jangan gila hormat saja.

"Cewek sekarang gitu, ya. Baru juga masuk SMA ukuran Bh-nya udah 34 aja," kata ucen dengan lancarnya.

"ANJIR HAHAHAHAHA!"

Ghani memberikan jitakan pada Ucen. Hobinya selalu sama, menggoda Ucen. Kalau dilihat lama-kelamaan mereka berdua seperti kakak dan adik, tidak pernah akur tapi kalau sekali akur, luar biasa. Sangat menginspirasi.

Menonton video 'dewasa' misalnya? Mereka bakal betah berduaan di pojokkan di manapun mereka bersama, menatap layar ponsel milik Ucen. Tidak ada perdebatan dan tampak harmonis serta bersahaja.

"Iya juga sih. Dari pada satu angkatan, datar," kata Ivan mengarahkan pendangannya pada segerombolan adik kelas cewek yang berjalan keluar kantin.

AstrophileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang