12

1.6K 143 4
                                    


Adhara memutar lagu yang sekarang sering ia dengar dimana-mana. Dari minimarket depan komplek rumah, sampai di radio mobil abangnya.

Iya, mobil Orion.

Begaya banget emang tuh bocah. Mentang-mentang baru putus dan masih setia menjomblo, kemana-mana bawanya mobil.

Sebuah lagu yang baru saja di rilis oleh sang pujaan hati tercinta, abang Zayn Malik yang tak ada duanya, yang berkolaborasi dengan penyanyi cewek berciri khas rambut helmnya, Dusk Till Dawn. Ia bernyanyi sambil merbersihkan kamarnya yang -kalau kata Bunda seperti kapal pecah. Padahal Garini tidak pernah melihat keadaan kapal pecah seperti apa, tapi dia sudah main asal ucap saja.

Mumpung hari Minggu dan sedang tidak ada janji apa-apa, Adhara dengan rajinnya membenahi seluruh sudut ruangan yang tidak bisa dibilang sempit. Rencananya sesudah ini dia akan mencuci sepatunya yang selalu dibilang buluk oleh abang satu-satunya.

Selagi menyanyi tanpa memperdulikan kuping seseorang yang mulai terasa berdenging mendengar suara bak jejeritan orang dalam kebakaran yang memekikkan telinga itu, Adhara sibuk dengan sulak dan meja yang berdebu.

"Lo kalau mau nyanyi tau diri, dong. Berisik bat, dah!" Orion memasuki kamar Adhara dan langsung terbaring di atas kasur empuk itu. Seolah-olah dia tidak tahu kalau masih ada acara kerja bakti seorang diri membersihkan ruangan yang katanya mirip kapal pecah itu.

"Yeee, lo kalo nggak mau denger suara gue keluar sono. Bukannya malah tiduran di mari, elah!" Adhara berkacak pinggang melihat kelakuan abang nya yang tak bernaluri. Dia sudah capek merapikan kasur dan sekarang Orion dengan santai menidurinya. Ralat, mengacaukannya kembali menjadi berantakan.

Mendengar ocehan adiknya, Orion yang semula tengkurap langsung membalikkan badannya dan berganti dengan tidur terlentang. Tak memperdulikan gerutuan adiknya, Orion malah menggerakkan kedua tangannya seolah sedang tiduran di atas salju. Bayangkan bagaimana perasaan Adhara?

"Woi, bang! Jangan lo kira kasur gue bersalju, ya. Seenak jidat aja lo ngerusak. Udah gue rapiin, nih!"

Adhara melemparkan sulak yang berdebu itu tepat mengenai muka Orion dan ia langsung mengelap mukanya.

"Gak sopan lo! Abang lo nih, main lempar-lempar aja. Mana kena muka lagi." Orion yang sudah terduduk dan sedang sibuk membersihkan mukanya itu menatap Adhara kesal.

Tapi, Adhara menatap Orion tak kalah kesal. Bahkan sengit, se-sengit-sengitnya seorang gebetan yang ngelihat doi lagi sama mantannya.

"Sono keluar! Ganggu aje lo." Adhara mengambil kembali sulaknya.

"Nggak mau, gue mau tiduran di sini dulu." Bukannya bergerak pergi, Orion malah kembali menidurkan dirinya di kasur yang sudah Adhara rapikan susah payah. Sia-sia sudah peluh keringat yang ia keluarkan kalau perjuangannya saja tidak ada harganya.

"Abang, mah! Pergi sono!" Adhara meletakkan sulaknya, dan menarik kedua kaki Orion untuk turun dari kasur agar segera keluar.

"Nggak kasihan apa sama abang lo yang ganteng ini?" Orion dalam tidur tengkurapnya mencoba memelas.

"Nggak penting ngasihani abang gak tau diri macam lo," Adhara berkata dengan santai dan masih terus menarik kaki Orion.

Orang apa bukan, sih. Alot amat, dah!

"Gue sakit, lo nggak kasihan apa?"

"Sakit-sakit, mbahmu! Begini wujudnya mau dibilang sakit. Eh, Dean juga bisa bedain ya mana yang suka nipu dan mana yang no tipu-tipu," seloroh Adhara.

"Lo pikir gue barang endors apa, segala no tipu-tipu," kata Orion masih dalam posisinya yang nyaman.

Baru mau menyahut lagi, Adhara mendapati ponselnya menyala dan bergetar di sebelah nakas. Orion yang sadar juga segera menatap ponsel itu seperti sebuah barang limited edition. Namun, sayangnya Adhara lebih cepat dari pergerakannya.

AstrophileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang