34

720 68 14
                                    

Membiarkan masalah berlarut-larut bukanlah tipe terbaik Aludra. Dalam satu hari kehadirannya di kehidupan Adhara dari sesuatu yang hanya sebatas halte dan diam-diam berakhir menjadi lebih dari itu—tidak pernah ada kata teman, namun langsung pendekatan, dan pada akhirnya menjalin hubungan.

Cowok yang dia sadari pada awal pertemuan memang telah mengundang atensinya itu bukanlah tipikal cowok yang senang membuat kerusuhan di sekolah, seperti apa yang telah dirutukinya di halte depan sekolah kala hujan turun dan bus tidak kunjung datang; awal pertemuan.

Dia baik—maksutnya, sewajarnya anak sekolah menengah atas. Urusan bolos-membolos tentu menjadi hal yang telah di-normal-kan bagi kebanyakan orang, menjadi sesuatu yang tidak lagi tabu, membentuk sebuah circle pertemanan adalah yang umum ditemukan, dan Aludra seperti itu.

Tidak keluar masuk ruang bimbingan konseling atau mendapat skorsing seperti yang sering terjadi dalam novel-novel yang Adhara baca, Aludra tipikal cowok yang penurut dan peduli akan keberlangsungan pendidikannya. Mengingat latar belakang keluarganya yang bukan dari kalangan sembarangan, Adhara tahu bahwa cowok yang sekarang dengan senang hati berputar dalam pikirannya adalah sosok yang perlu diberikan decak kagum.

Kemudian bagaimana dia mendeskripsikan Aludra adalah sebagaimana orang-orang akan menarik satu kesimpulan; binar mata yang bersinar penuh kekaguman, mereka tahu bahwa Aludra menjadi sosok yang berarti dalam hidupnya. Makrokosmos bertestosteron yang telah bergabung dalam club futsal sekolah dan senantiasa mengendarai motor trail hitamnya itu, pada setiap detik kesedihan mengetuk kehidupannya—sejak mereka bertemu tentu saja—telah menjadi sebuah healing yang selalu dia cari.

Dan yang selalu Adhara ingin lakukan sejak seminggu belakangan ini adalah menghindar, menghindar, dan menghindar. Ingin lari dari masalah yang tak pernah terbayang akan hadir di tengah perjalanan masa sekolahnya bukanlah sesuatu yang baik. Ingin menyelesaikan pun dia tidak memiliki kepercayaan diri lagi, dan yang dia harapkan hanya satu; segera berlalu tanpa akomodasi yang berlebih, tetapi tidak bisa, dia tahu itu dengan pasti.

Aludra selalu mengirimkan pesan, melakukan panggilan berulang-ulang tanpa jerah, meskipun pada akhirnya tidak dibiarkan berbalas, dia setidaknya masih berusaha untuk menyelesaikan sesuatu yang dianggap tidak lebih baik jika dibiarkan begitu saja—tidak bisa dianggap remeh. Dia berusaha menghubungi siapapun yang mampu membawanya pada gadis itu; Adhara.

Seperti yang terjadi saat ini, kemunculan Aludra di depan gerbang rumah adalah peristiwa yang tidak mengejutkan lagi, yang berbeda hanya Orion yang menemuinya kali ini, sedangkan Adhara dari kamarnya; menyingkap tirai dan berdiri menyaksikan mereka berbincang tanpa tahu apa yang tengah diperbincangkan—tentu saja jarak menjadi jawabannya.

Kali pertama Aludra datang dengan setelan kaos hitam yang dibalut jaket jeans dan celana bahan selutut pada hari kedua tepat setelah kejadian Orion yang memukuli Aludra di warung rental PS langganan mereka. Aludra mengendarai SUV keluaran Jerman dengan tipe GLE 400 Coupe AMG Line untuk pertama kalinya. Hari itu adalah hari yang sangat melelahkan bagi Adhara dan Adhara hanya bertanya-tanya tentang keputusannya kala itu mengingat semuanya hanya berdasarkan apa yang disimpulkannya tetapi itu jelas, dia dipermainkan dan tidak dari segi mana pun yang harus dibenarkan.

"Ra, itu nggak seperti apa yang kamu pikirkan." Aludra memecah keheningan di dalam mobil tersebut, tidak sedikit pun mampu membuat Adhara untuk berpaling menatapnya, gadis itu masih menatap lurus ke depan.

"Memangnya apa yang aku pikirkan?"

"Kamu bukan taruhan."

"Bukan taruhan?"

"Maksud aku, bukan barang yang dipertaruhkan."

"Memang bukan barang yang dipertaruhkan, tapi alat untuk mendapatkan barang yang dipertaruhkan."

AstrophileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang