14

1.3K 159 2
                                    

Adhara tidak pernah merasakan yang namanya kencan atau yang sering orang-orang sebut dengan nge-date. Bukan berarti tidak pernah pacaran terus dia tidak tahu istilah-istilah seperti itu dan semacamnya. Tapi, sepertinya nge-date yang dimaksud bukan seperti yang sering orang-orang bayangkan, ke kafe atau restoran, atau bahkan ke suatu tempat yang romantis. Bukan seperti yang Adhara bayangkan juga.  Ini terlalu mendadak untuk dirinya, dia belum siap dan dia juga.. belum mandi. Dari  tadi sore. Bangun tidur dan muka bantal. Dan, dia masih berani menampakkan diri di depan Aludra.

Dan sekarang, Aludra sudah duduk manis di ruang tamu rumahnya dengan kaos polos abu-abu yang tidak bisa dikatakan ketat di tubuhnya juga, beserta celana jins hitam yang tidak terlalu sempit ia pakai, juga sendal jepitnya yang sering sekali ia temui di masjid komplek. Saking banyaknya orang yang punya. Apakah Adhara pernah mengatakan kalau Aludra memakai apapun pasti terlihat mempesona, tidak hanya dimatanya. Namun, sepertinya Garini juga berpendapat sama.

"Sore, Tante." Aludra menyalami tangan wanita bekerudung yang ia pikir berusia tiga puluhan itu ketika membuka pintu untuknya dan membalas salamnya.

"Iya, sore. Ada apa, ya?" tanya Garini yang sempat bingung dengan kehadiran cowok remaja nan tampan di sore-sore ini, namun tak elak ia juga tersenyum ramah.

"Saya-"

"Ah! Pasti mau nyari anak Tante, ya?" Belum juga Aludra menjawab Garini sudah berasumsi.

Aludra mengangguk dan tersenyum. "Iya, Tan. Tau aja, nih." Ia terkekeh, sebenarnya untuk menghilangkan rasa gugupnya. Sama seperti Adhara, ini kali pertama dia bertemu dengan orang tua gadis itu. Tanpa disangka, wanita cantik yang masih terlihat muda itu ikut terkekeh bersamanya.

"Aduh, tapi Orion nya lagi nggak di rumah." Garini menatap Aludra penuh sesal, namun segera tergantikan dengan kebingungan yang nyata kala cowok itu menggeleng dan tersenyum.

"Saya lagi nggak nyari Orion, kok, Tan. Saya nyari anak Tante yang paling cantik," papar Aludra dan tanpa di sangka reaksi Garini yang mengejutkannya. Wanita itu tampak menatapnya penuh keterkejutan lalu kembali berkata setelah mendapatkan kembali kesadarannya.

"Kamu pasti Aludra, ya? Ya ampuun, kenapa Adhara tidak mengenalkannya dari dulu. Ayo, masuk." Garini mempersilahkan Aludra masuk.

Sekarang Aludra memendam tawa gelinya ketika mengingat pertemuan pertamanya dengan Adhara waktu itu, bahwa sifat Adhara dan ibu nya sangat bertolak belakang. Kesan pertama Aludra kala itu, Adhara adalah sosok yang tidak ramah dan defensif. Wajar saja karena dirinya adalah orang baru kala itu, bahkan gadis itu tidak tersenyum padanya. Namun, melihat Garini yang seperti ini Aludra meragukan kalau Adhara adalah anak kandungnya.

Dan ia merasa senang sekali karena yang pasti Adhara menceritakan dirinya di hadapan ibu nya itu. Kalau tidak kenapa ibunya bisa tahu namanya sebelum berkenalan. Satu lagi, ia kerasa senang karena kehadirannya dapat diteeima dengan baik di rumah ini. Suatu kelegaan tersendiri dalam dirinya.

Setelah menawarkan minuman pada Aludra dan sebelum Garini pamit berniat memanggil Adhara yang berada di kamar atasnya, ia sempat berkata, "Nggak usah sungkan-sungkan. Anggap aja rumah sendiri."

"Siap, Tante."

Garini tersenyum ramah dan berlalu mengeksekusikan niatnya tadi. Aludra adalah cowok tampan yang sopan dan juga supel. Ia tidak menyangka anaknya akan berpacaran dengan cowok setampan itu, kira-kira pelet apa yang anaknya gunakan? Garini terkekeh sendiri menyadari bahwa dia terlalu kejam menuduh anaknya yang tidak-tidak. Adhara memang cantik dan Garini akui wajahnya tidak membosankan untuk dipandang. Dia sendiri tidak yakin dengan keturunan yang dihasilkannya.

Garini memanggil Adhara dan memberitahunya akan kehadiran cowok itu, segera saja ia turun dan menemuinya dengan riang tak ketinggalan kerutan di dahinya.

AstrophileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang