28

787 85 4
                                    


Heyyo wassap?🤟

I'm back.

How are you guys? I hope you all doing well.

I was trying to follow a schedule to write this story but I just couldn't, LEL. I've been very busy—like i said before, with my school life and prepare my self for UTBK and life in general.

From now on I might be updating my story slowly—like usually😔— therefore every chapter will be longer. So, it will be worth the wait.. kind of, isn't? (Say yessss)

About that pandemic—The fucking COVID-19— i hope you guys stay healthy, wash your hands and stay clean, don't ever skip your meal also drink water a lot! Take care of yourself, okay? Don't forget to social distancing and #dirumahaja. 🤟😣

Anyway, I hope you guys enjoy it!

Last but not least, jangan lupa buat mengapresiasi karya orang lain, ya!
Luv u guys from the bottom of my heart UGH 🤟😔💖











****





"How about mom? Is everything alright?"

Seorang perempuan berambut panjang berwarna agak kecokelatan, dengan setelan sweater cokelat moka dan celana jeans hitam, serta syal berwarna senada yang terlilit di lehernya duduk di bangku sebelah kemudi. Hidungnya yang mancung, kulitnya yang putih bersih, dan bintik-bintik di area hidung hingga pipinya; yang biasa orang sebut dengan freckles. Bukan ciri khas ras mongoloid.

"I don't know. I'm not sure."

Seorang remaja cowok yang duduk dibalik kemudi menjawabnya, namun matanya tetap fokus ke depan. Menggerakkan setir SUV kenamaan Jerman dengan tipe GLE 400 Coupe AMG Line itu melaju membelah kepadatan ibu kota.

"Papa nggak berencana buat mindahin mama aja? I mean, she will get better treat, but not here."

Si cowok menghela nafasnya panjang. "Gue rasa bakal panjang urusannya."

"Not that so. Papa punya banyak tangan kanan, do him?"

"Sebenernya, papa udah berencana, tapi mama selalu nolak."

"Why?"

"She couldn't tell us, but she said that she won't leave this country. I don't know why."

Perempuan dengan sweater moka itu mengangguk paham. Sepertinya akan tidak baik jika memaksakan apa yang tidak diinginkan.

"Lo nggak sekolah?"

"Kalo gue sekolah gue nggak jemput lo."

Perempuan yang lebih tua usianya itu tertawa. "Lo nggak berubah, ya."

"Belum ada ancaman negara, jadi gue nggak berubah."

"Lo pikir Ultraman?"

"Nggak. Gue pikir Kamen Rider malah."

"SHUT UP! HAHAHAHAHA!"



*****



"WOI! SEPATU GUE MAU LO BAWA KEMANA SAT!"

Orion berlari mengejar Ucen yang mengambil sepatunya. Entah apa yang membuatnya berinisiatif mengganggu Orion yang sedang asik memakan kuaci dengan kaki bertengger di atas meja dan ponsel miring di tangannya itu. Ucen memang bernyali besar, membangunkan singa yang tertidur.

AstrophileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang