29

736 80 10
                                    

Maafin kalau banyak typo. Ini nggak aku baca ulang soalnya huhu. 😭

Happy reading and enjoy it!






*****




Suasana sekolah yang akhir-akhir ini ia rindukan kembali menyapanya. Hiruk-pikuk berisiknya murid sekolah dan udara pagi yang belum banyak tercemar polusi menjadi sambutan pagi yang cerah. Adhara tidak lagi berada di rumah sakit yang baunya mirip apotek depan komplek, apotek yang selalu ia datangi kala Navis menyuruhnya beli tolak angin.

Bau obat.

Kebosanan yang selalu menemaninya seolah berteriak selamat tinggal, membiarkan setumpuk tugas susulan ulangan harian menyambutnya seolah berkata bahwa dia telah lepas dari belenggu kamar VIP yang cuma nyediain hiburan dari televisi parabola.

"Ey, udah berangkat aja?"

Suara Gatari pertama kali menyambutnya di dalam kelas. Beberapa anak juga datang mendekatinya tepat ketika ia mendudukkan dirinya di kursi yang ia rindukan. Meletakkan tasnya dan meyedekapkan tangannya di meja, kemudian menatap anak-anak yang bergerombol mengitarinya dengan senyum bahagia.

"Udah, dong! Kangen gue kan lo pada? Ngakuuuu!"

Beberapa anak memutar bola matanya. Adhara pulang dari rumah sakit bukannya makin kalem malah makin nggak waras aja.

"Udah bener lo gak usah berangkat, kenapa berangkat sih, Dhar?"

Itu Abiyyu. Sosok bongsor dengan poni gondrongnya yang ia pakein pomade lalu di sisir rapi kebelakang.

"Heh?! Seneng lo lihat gue sakit, hah?!" Adhara sudah menggeplak lengan Abiyyu yang berdiri di sampingnya, mengaduh kesakitan.

Sudah pernah dibahas kalau Adhara itu galak? Banget.

"Lo udah baikan, Dhar?"

Itu Abigail, cewek yang duduk di depannya dengan rambut tergerai dan kacamata yang bertengger di hidungnya. Masih cantik dan kalem, semoga.

"Udah, hehe."

Alus banget. Nggak kayak responnya tadi ke Abiyyu.

Perlakukan orang lain sebagaimana kamu ingin diperlakukan.

Abigail tersenyum. "Syukur."

"Yak! Gue dikacangin."

Gatari kembali menyahut.

"He-he-he. Tenang guys, gue udah gak papa. Gak ada lagi Adhara sakit-sakitan." Adhara memasang senyum paling manisnya. Menampilkan garis senyumnya yang membuat pipinya makin tambah besar, chubby. Tangannya mengudara membentuk salam dua jari.

Semua yang di sana mendesah lega. Beberapa menanyakan keadaan Adhara, beberapa meminta diceritakan bagaimana bisa, beberapa lagi menanyakan Orion, abangnya.

Sialan emang. Yang sakit siapa, yang ditanyain siapa. All friends do is lie emang, batinnya merutuki.

"PERMISI SEMUANYA!"

Kali ini, gadis dengan bando putihnya memasuki ruangan. Berjalan mendekat dan membelah kerumunan. Itu Aprodhita.

"Lo kok udah berangkat?! Harusnya lo kan dalam masa pemulihan. Gila ya, lo? Baru keluar 2 hari lalu udah berangkat aja?!"

Adhara mendesah dan memutar bola matanya. Temannya yang satu ini tiba-tiba datang merusak suasana, menangkap kedua pipinya dan menggerakkan kepalanya ke kanan ke kiri seolah-olah mengecek keadaannya.

"Heh! Orang baru sembuh, udah lo aniaya aja."

Gatari menggeplak tangan Aprodhita yang menyebikkan bibirnya. Dateng-dateng rusuh membubarkan kerumunan dengan gelengan kepala.

AstrophileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang