4. Runako

2.6K 569 95
                                    


Gemina melakukan kesalahan besar sepulang kuliah Jumat sore. Ia membuka Runako, dengan niat sekadar skimming sambil menunggu giliran kamar mandi. Yang terjadi: ia tidak jadi mandi; tidak mencicil tugas-tugas untuk minggu depan; tidak keluar untuk membeli makan malam; dan baru tidur dini hari. Runako buku kesatu telah menjeratnya. Dan ia tak bisa lepas darinya.

Benar-benar a page-turner. Gemina memberinya bintang lima, untuk karakter yang kuat, gaya bahasa yang segar, dan plot yang cepat. Ya, nuansanya gelap. Tentu saja. Siapa pun yang terperangkap di dalam kepala orang lain, tidak akan memandang dunianya cerah ceria. Runako adalah kemarahan dan rasa frustrasi. Tapi Runako juga kegigihan dan kreativitas. Protagonis yang tidak sempurna, bahkan sering penuh tipu daya dan jahat dalam upayanya membebaskan diri.

Antagonisnya tidak bernama. Hanya ada petunjuk, bahwa seperti Runako, ia lelaki berusia 15 tahun. Karakternya seperti remaja kebanyakan. Tidak menonjol dalam segala hal. Bahkan dianggap lemah. Sering menatap cermin, mempertanyakan siapa dirinya, apa tujuannya. Meski demikian, ada rekaman kuat di memorinya bahwa ia harus menahan Runako di dalam kepalanya dengan segala cara.

Gemina paling suka dialog Runako yang sarkastik dengan si Pemilik Kepala yang hemat kata. Kadang lucu, kadang menyedihkan. Sulit pula baginya untuk memihak. Ia memahami Runako, tetapi ia juga mendukung si Pemilik Kepala.

Buku kesatu diakhiri dengan adegan cliffhanger. Runako hampir berhasil membebaskan diri, tapi si Pemilik Kepala mencegahnya dengan bertindak ekstrem: mencederai diri sendiri hingga koma. Runako kembali terperangkap, dan kali ini jiwanya terancam jika si Pemilik Kepala tidak bisa bangun lagi.

"Tidak. Tidaaaaak. Aaah... ini sungguh menyiksa."

Sabtu pagi, Gemina terbangun menyadari buku kedua dan ketiga masih dipegang Mbak Zara yang katanya baru akan datang ke sini siang. Ia berguling masuk ke dalam selimut. Memeluk Runako.

IgGy sangat beralasan untuk memaksa ia membaca novelnya. Sangat beralasan untuk marah karena bukunya mendapat perlakuan buruk di toko. Tidak terlihat berarti tidak dibeli. Tidak dibeli, tidak dibaca, berarti tidak ada review, tidak ada rekomendasi dari mulut ke mulut, dan berarti tidak ada orang yang sengaja datang ke toko buku untuk mencarinya. Pada akhirnya buku diretur ke penerbit. Masuk gudang. Untuk suatu saat diobral dengan harga yang pasti menyakitkan hati penulis. Buku kedua dan ketiga terbit pun, dengan perlakuan seperti itu, tidak akan membantu. Trilogi yang tidak lengkap sulit menarik minat pembeli. Tamat riwayatnya.

Gemina bangun untuk mengambil laptop dan mulai googling dengan kata kunci IgGy, Ignazio Garin Yudistra, dan Runako pada tab terpisah. Hasilnya masing-masing tidak signifikan. Itu pun hanya serangkaian entri dari penerbit dan fanpage-nya di facebook. Tidak seperti kalau ia memasukkan kata kunci Algis dan Radmila. Update fanpage Algis bahkan baru dilakukan beberapa menit lalu. Tanggapan pembaca begitu ramai berupa review, fan-art, fan-fiction, foto, meme, dan lain-lain. Gemina sendiri pernah mengirimkan fan-art  Algis waktu akun facebook-nya masih aktif.

Dengan senang hati ia juga akan membuat fan-art untuk Runako. Sebelum itu, ia akan mengirimkan pesan untuk menghibur IgGy di akhir pekan. Menurut WA, IgGy online terakhir kemarin pukul 11:15, saat berkomunikasi dengannya. Tidak masalah. Gemina meninggalkan pesan.

"Hai IgGy. Runako #1 keren. You're genius. Tidak sabar pengin baca lanjutannya. Oh ya, aku sudah kirim file iklan Runako yang high resolution ke emailmu. Thanks."

Pesannya masuk, tapi IgGy tidak online.

Kesalahan berikutnya yang dilakukan Gemina adalah memilih menulis review saat itu juga. Sambil sesekali memeriksa WA-nya. Merangkai kata bukan kekuatannya. Satu jam berlalu ia hanya menghasilkan beberapa kalimat. Itu pun kutipan.

The Visual Art of Love (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang