Malam itu, Gemina kembali ke kamarnya sendiri. IgGy mengantarnya, memastikan ia nyaman di tempat tidur dengan bantal dan selimut.
"Aku tidur di kamar sebelah. Kalau perlu apa-apa, panggil saja," kata IgGy untuk ke sekian kalinya.
Gemina menghadiahinya dengan senyum. Ia baru sadar, senyumnya membuat IgGy tertegun beberapa detik. Perasaan Gemina melambung karenanya. Setelah IgGy keluar dan menutup pintu, Gemina memandangi kedua tangannya. Yang kanan tadi basah kuyup oleh air mata IgGy, yang kiri masih merasakan lembut rambutnya.
Barangkali mereka akan tetap pada posisi itu lebih lama andai Oliva tidak muncul tadi. Kalaupun terkejut, Oliva tidak menunjukkannya. Gadis itu mengangguk kepadanya, meminta maaf karena sama sekali tidak tahu Gemina sudah sakit sejak pagi. Dengan sopan Gemina menjawab, ia sendiri tidak menyangka akan jadi parah.
Oliva lalu meminta waktu berbicara berdua dengan IgGy. Mereka pun pergi setelah IgGy menyuruhnya tidur saja. Saat Gemina terjaga, hampir tengah malam, IgGy baru saja kembali, sendirian. Mereka pun pindah ke rumah Radmila.
Entah obat atau hati yang tenang karena IgGy hanya seketukan pintu jauhnya, yang membuat Gemina tertidur lagi dengan mudah dan nyenyak sampai pagi. Walau masih agak lemas, ia memutuskan untuk mulai beraktivitas seperti biasa, mendorong badan pulih lebih cepat. Setelah mandi, ia memakai t-shirt dan denim jumpsuit dan merangkapnya dengan cardigan. Belum pukul 06.00, Mak Asih mungkin masih menyiapkan sarapan. Tapi ia lapar. Ke dapur saja, siapa tahu ada yang bisa dicomotnya. Ia keluar dari kamar dan terkejut.
IgGy tidur di sofa di depan pintunya. Kakinya mencuat dari sandaran lengan, selimutnya merosot ke lantai. Sejak kapan dia di sini, dengan posisi tidak nyaman begitu? Keharuan pun menyeruak dari dada. Gemina memperbaiki selimut IgGy dengan hati-hati. Wajahnya damai, tidak terusik. Indah untuk dipandang, direkam dalam memori, dan dibuat sketsanya nanti. Gemina melupakan laparnya. Ia duduk di karpet di antara sofa dan meja, memeluk lutut. Ini kesempatannya saat IgGy tidak menatap balik dan membuatnya malu.
Matanya menelusuri lekuk lengkung wajah di depannya, terhanyut dalam irama napas IgGy. Ia akan menyingkir sebelum IgGy bangun. Sebentar lagi saja. Sampai ia benar-benar hafal dengan bentuk bibir dan hidungnya, pelupuk dan bulu mata yang rebah, alis dan poni yang luruh di dahinya, anak-anak rambut di pelipis dan ... ia menahan napas, tahi lalat di depan telinga kiri! Kecil, pantas terlewatkan selama ini. Tapi itu bisa menjadi penanda karakternya.
Dan begitu saja mata IgGy terbuka. Tertegun, sebelum senyumnya merekah. "Selamat pagi, Gemi."
Gemina melompat berdiri. "Aku buatkan kopi ya?" Dan tanpa menunggu jawaban IgGy, ia terbirit-birit ke dapur. Berlama-lama di sana sambil menenangkan jantungnya. Saat ia kembali dengan dua mug kopi, IgGy sudah tidak ada, mungkin masuk kamar. Gemina duduk menunggu. Sampai bantingan pintu di lantai dua mengagetkannya. Gemina berdiri dan mendongak.
IgGy baru saja keluar dari sebuah kamar, disusul Radmila yang memanggil-manggil dengan suara melengking. IgGy tidak memedulikannya. Radmila mengejar, dan berhasil menghadang putranya setelah sampai di separuh tangga ke bawah. IgGy berhenti. Keduanya berhadapan, selang dua anak tangga.
Gemina terbelalak. Wajah damai yang diamatinya tadi sudah tidak ada lagi. Pada sosok menjulang itu, tampak bahasa tubuh dan ekspresi wajah yang tak pernah Gemina lihat sebelumnya. Tidak ada dalam koleksi gestur di semua buku rujukan yang pernah ia pelajari. Sensasi dingin merayapi tulang punggungnya. Membekukannya di tempat. Tapi ia mendengar segalanya. Dialog murni antara dua karakter. Melihat semuanya. Interaksi yang hanya bisa ia rupakan dalam gambar, bukan dideskripsikan dengan kata-kata.
"Mami sudah kehilangan hak mengatur hidupku sejak lama. Jadi, jangan coba-coba lagi!"
"Aku hanya menginginkan yang terbaik buatmu. Jangan keras kepala dan asal membantah, hanya karena kamu senang menentangku. Pikirkan dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Visual Art of Love (SUDAH TERBIT)
Romance#Dapatkan di mizanstore.com atau toko buku terkemuka# Penerbit Pastelbooks A heart to unbreak. A soul to rest in peace. Gemina Inesita: mahasiswi Desain Komunikasi Visual, calon ilustrator. Tugas kuliah seabreg, Tante Kost bertingkah, pemasukan pas...