"Otakmu berdebu, IgGy. Kreativitas terbelenggu. Imajinasi mendangkal. Passion tererosi. Ck ck ck ...."
"Aku kan enggak ada waktu untuk mengurusi itu."
"Ya, ya. Salahkan saja Algis. Siang malam kamu mengurusi adik yang enggak tahu terima kasih itu."
"Jangan bilang begitu. Algis masih kecil. Sakit. Dia membutuhkan aku."
"Dia membutuhkan Mami. Tapi kamu mengambil alih perannya. Algis memanfaatkan kamu untuk protes pada Mami. Ironis ya."
"Sudahlah, Runako. Algis itu kamu juga. Kenapa selalu mengungkit-ungkit itu? Kamu sendiri yang bilang, ingin Algis istirahat dalam damai. "
"Ya. Tapi setiap kali melihat isi kepalamu, aku jadi miris. Algis sakit berapa lama sih? Dua tahun tujuh bulan, kan? Lalu penderitaannya berakhir. Selesai. Tapi kamu masih bergeming. Melalui hari demi hari kayak robot. 'Ya, Mami.' 'Baik, Mami.' Huh, menyedihkan. Mau sampai kapan? Umurmu sudah 16 tahun. Dunia di luar sana sudah bergerak jauh, tidak akan menunggu kamu. Kukira, kamu benar-benar mau kubebaskan. Menjadi IgGy yang kuat. Cool. Smart ...."
"Membebaskan aku, Runako? Dengan tiap malam kamu mengganggu tidurku? Apa yang kamu mau aku lakukan sebetulnya?"
"Tulis kisahku, IgGy. Atau lebih baik lagi, tulis kisah kita berdua. Simbiosis kita."
"Hmm ...."
"Apa?"
"Aku enggak mau menulis biografi. So lame. Tapi aku bisa jadikan kamu sebagai protagonis. Runako, entitas yang terperangkap di dalam kepala seorang remaja lelaki."
"Kamu?"
"Enggak perlu disebutkan itu aku. Sebut saja si Pemilik Kepala. Ya. Runako terperangkap di kepalanya dan berusaha dengan segala cara membebaskan diri...."
"Tapi aku enggak pengin keluar dari kepalamu. Di sini oke, apalagi kalau kamu mulai benar-benar berpikir. Lagian, kalau aku berhasil keluar – oh ya, aku pasti berhasil – jadi apa atau siapa aku nanti? Dan kamu sendiri bagaimana tanpa aku?"
"Entahlah. Belum kupikirkan sampai ke sana. Ide itu juga baru melintas tadi."
"Tapi aneh, IgGy. Aku masuk ke kepalamu untuk membebaskanmu. Kenapa tiba-tiba aku pengin bebas dari kepalamu? Jadi sebetulnya siapa yang terperangkap? Aku atau kamu?"
"Pertanyaan yang bagus. Kamu nanti akan sering berdebat dengan si Pemilik Kepala."
"Si Pemilik Kepala ini enggak suka ya aku ada di dalam kepalanya?"
"Stupid! Kalau enggak suka, kamu sudah dikeluarkan langsung, enggak usah susah payah berusaha!"
"Oh, benar juga ...."
"Tapi bisa saja dibuat terpaksa. Si Pemilik Kepala tidak punya pilihan kecuali menahan kamu. Mungkin kalau kamu keluar, dia bakal mati atau apa ...."
"Wow. Aku suka kalau otak dan imajinasimu sudah aktif bekerja. Lanjutkan!"
"Sebentar. Aku tulis dulu ide-ide tadi, sebelum lupa."
"Hei, IgGy. Menurutmu, kisahku itu menarik? Akan ada yang mau baca?"
"Pasti. Aku akan bikin kamu irresistible."
"Cool!"
"Done."
"Sudah selesai? Satu cerita? Cepat sekali!"
"Belum lah. Ini baru ide awal. Perlu brainstorming lebih jauh. Perlu riset. Mungkin bikin outline. Ah, lupakan outline. Aku enggak suka. Bebas saja. Menulis kata demi kata, kalimat demi kalimat. Paragraf, bab, bagian .... Hei, Runako ...."
"Bangunkan aku kalau sudah jadi saja."
---------------------------
KAMU SEDANG MEMBACA
The Visual Art of Love (SUDAH TERBIT)
Romance#Dapatkan di mizanstore.com atau toko buku terkemuka# Penerbit Pastelbooks A heart to unbreak. A soul to rest in peace. Gemina Inesita: mahasiswi Desain Komunikasi Visual, calon ilustrator. Tugas kuliah seabreg, Tante Kost bertingkah, pemasukan pas...