16. Rekonstruksi

2.1K 512 48
                                    

Oliva melangkah masuk. Berdiri bersedekap. Kening berkerut. "Apa IgGy tahu kamu di sini?"

Gemina merasakan emosinya bergolak. Kehadiran gadis itu saja sudah mengintimidasi. Oliva tidak pernah meminta maaf sendiri untuk pesannya yang menyudutkan itu. Semalam juga nyaris tidak mengajaknya bicara, sekalipun duduk bersebelahan dan makan bersama. Gemina bereaksi. "Ya. Dari tadi kami bicara. Aku perlu buku dan file Runako. IgGy sendiri yang meminta aku lihat-lihat klipingnya. Kalau enggak percaya, tanya saja sendiri."

Aduh, kenapa ia defensif? Seperti telah berbuat salah saja. Gemina menutup folder kliping dan mengembalikannya ke tempat semula. Ia berdiri, sadar betul dengan efek tinggi badannya. Orang cenderung tidak menyangka ia begitu jangkung, selalu terkejut saat ia menegakkan badan dari posisi rendah. Termasuk Oliva, meskipun ini bukan pertama kali mereka bertemu.

"Oke." Oliva mengangguk. "Aku tadi cari kamu di rumah sana."

"Ada apakah?" Gemina waspada.

"Temanmu Bisma, boleh aku minta nomornya? Aku ingin menghubungi kakaknya."

"Oh ...." Gemina mengeluarkan ponselnya dan memberikan nomor Bisma. Dalam hati ia bertanya-tanya apa maksud gadis ini sebetulnya. Kan bisa meminta nomor Bisma melalui telepon.

Oliva mengucapkan terima kasih dan mereka berdua keluar dari paviliun. "Pekerjaanmu lancar dengan Mami, eh maksudku, Radmila?"

Gemina melirik Oliva. Aah, itu dia. Oliva perlu menegaskan posisinya. Gemina tak urung merasa sebal. Tapi ia mencoba menjawab ringan. "Baru mulai. Aku belum tahu ke depannya. Kuharap begitu."

Untuk berapa saat Oliva hanya berdiri di teras. Kaki Gemina sudah berjengit, ingin segera ke kamar dan mulai bekerja. Namun demi kesopanan Gemina bertahan. Diam-diam memperhatikan sisi wajah Oliva. Hidung mancung, bibir penuh, kulit putih, dan rambut panjang bergelombang. Ia menghela napas. Kecuali tinggi badan, kelebihan apa yang bisa dilihat pada fisiknya sendiri? Seperti yang Bisma bilang, ia tak akan menang lawan Oliva. Cewek itu tidak perlu mengkhawatirkan kehadirannya.

Tiba-tiba Oliva menoleh. "Aku tahu kamu profesional. Tapi enggak ada salahnya aku kasih saran. Sebaiknya kamu jaga jarak dengan Radmila dan IgGy. Jangan masuki wilayah yang bukan urusanmu, agar kamu enggak kena masalah."

Setelah berkata begitu, Oliva mengangguk dan berlalu. Mengobrol akrab dengan Pak Tatus sebelum akhirnya keluar dari pagar.

Apa itu tadi? Peringatan lagi? Dan kali ini eksplisit, 'jangan dekati calon mertua dan tunanganku'? Oliva cemburu kepadanya? Kenapa ia justru merasa senang? Ya ampun, Gemi. Jangan berpikir yang tidak-tidak. Bekerja sajalah. Ia bergegas kembali ke kamar. Membaca baik-baik adegan Runako yang ia pilih untuk divisualisasikan.

Target malam ini, storyboard, rancangan adegan yang terbagi dalam panel-panel dengan balon dialog. Ia ingin komiknya tidak berupa kotak-kotak kaku berukuran sama. Pada satu halaman bisa saja ditampilkan karakter full-body dengan latar belakang mendetail. Kalau perlu, akan disisipkan dua kotak kecil saja, sedikit bertumpuk di salah satu sudut, untuk menegaskan ekspresi dan menggerakkan cerita. Tentu saja, komiknya akan menjadi lebih panjang sampai beberapa halaman. Pengerjaannya akan lebih lama. Tapi Gemina bersedia melakukannya. Untuk IgGy. Dan bukan karena diminta Oliva.

Saat membuat catatan, Gemina kembali dibuat tertegun-tegun oleh Runako dan si Pemilik Kepala. Karakterisasi melalui deskripsi dan dialog menghidupkan sosok keduanya. Runako adalah protagonis. Tokoh utama dengan karakter yang menyebalkan karena angkuh, manipulatif, kasar, dan sinis. Si Pemilik Kepala adalah antagonis, lembut hati dan terkesan lemah, tapi justru mengundang simpati. Gemina gemas karena IgGy tidak memberinya nama. Runako memanggilnya "Hei!" dan tidak diprotes.

The Visual Art of Love (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang