10. Focal Point

2.4K 549 73
                                    


Gemina masih menatap pesan dari Oliva. Tidak perlu menjadi psikolog untuk bisa menebak, terlalu banyak emosi di seputar kematian RaKa. IgGy menunjukkannya; di permukaan saja sudah tampak kuat, entah bagaimana di kedalaman. IgGy juga menjelaskan tujuannya; mencoba mengeluarkan RaKa dari kepala dan hati sang Mami. Jangan-jangan, menuliskan atau menyebut nama RaKa saja sudah membuat sang Mami mengalami mental break-down. Sengaja menghancurkan pigura ... apa namanya kalau bukan mental break-down?

Oliva sudah memperingatkan. Ya, tapi salah sasaran. Oliva seharusnya mencegah IgGy memesan gambar. IgGy tunangannya. Sang Mami calon mertuanya. Kenapa malah mencegah Gemina melakukan pekerjaannya? Tidak adil. Gemina orang luar. Kenapa dia yang harus memikirkan dampak karya seninya kalau IgGy saja tidak mempertimbangkan hal itu? Atau jangan-jangan, IgGy memang sengaja? IgGy bukan cowok bodoh yang abai dengan aksi-reaksi. IgGy tahu karya seninya membangkitkan emosi, tapi tetap mempersembahkannya pada sang Mami. Kenapa? Sengaja memprovokasi?

Kamu enggak tahu akibatnya kalau gambar ini jadi dan dimanfaatkan IgGy.

Kata-kata Oliva terngiang lagi. Dan memberi makna baru. Gemina tidak tahu, karena itu ia dimanfaatkan IgGy. Satu gambar saja, cepat kerjakan. Uang tidak masalah. Dua lebih baik. Double impact!

Mendadak Gemina merasa bodoh sekali. Rasa bersalah berubah menjadi kemarahan meluap. IgGy, you're a jerk!

Di kamar kos, Gemina mondar-mandir. Setelah mandi, badan memang lebih segar dan kantuk datang lagi. Tapi begitu kepala menyentuh bantal, pikirannya langsung ruwet dengan tebak-tebakan motif IgGy dan bagaimana ia harus menyikapinya. Lupakan istirahat. Duduk tenang saja pun sulit. Gemina harus bertindak sekarang. Tidak, ia tidak akan menelepon Oliva. Oliva hanya objek pelengkap. Pelakunya adalah IgGy.

Ia meraih ponsel. Pukul 20.10.

Hai, IgGy. Apa kabar? Bagaimana tanggapan mami kamu dengan artwork-ku?

Huek! Terlalu manis. Palsu. Hapus.


Garin, aku dapat foto ini dari Oliva. Apa yang terjadi?

Uuh. Memaparkan peran Oliva. Kasihan. Hei, kenapa pula ia harus kasihan? Biar saja mereka ribut, bukan urusannya. Aah, ia bukan cewek tidak berhati. Tidak ingin menjadi sumber masalah di antara pasangan. Hapus.


IgGy brengsek! Kamu memanfaatkan aku untuk melukai mami kamu.

Jujur. Tapi kasar dan tidak berbudaya. Lagi pula sok tahu. Dari pesan Oliva, tidak jelas bagaimana pigura dirusak, dan siapa yang melukai siapa. Hapus.


Garin, artwork adalah benda mati, bebas nilai. Bisa membebaskan, bisa pula membunuh. Tergantung pemakainya. Jadi, kamu gunakan sebagai apa karya seniku? Kalau untuk tujuan buruk, tanggung jawab ada pada kamu. Aku berlepas diri.

Astaga. Sok pintar. Menggurui. Pengecut. Sama sekali bukan karakternya. Hapus.

Pukul 20.50. Gemina melemparkan ponselnya ke kasur. Dan menyurukkan kepala ke bawah bantal. Menjerit tanpa suara. Ia perlu teman bicara. Diteleponnya Loka. Lama tidak diangkat. Mungkin sudah tidur. Tapi lima menit kemudian Loka menelepon balik. Ramai di latar belakang. Katanya sedang menemani ayah-ibunya berbelanja di mal, dan mau menonton film. Loka akan menelepon lagi besok.

Gemina menghela napas. Menelepon Bisma sekarang.

"Hei, Gemi, ada apa?" Suaranya terburu-buru.

"Kamu lagi di mana?"

The Visual Art of Love (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang