12. Radmila

2.1K 521 87
                                    


"Diakah yang kamu gambar mirip Ursula the Sea Witch?" IgGy berbisik.

Gemina mengangguk. Meringis.

"Sudah waktunya aku pamit kalau begitu. Cheer up. Kamu cerdas, pasti bisa menang menghadapi dia."

"Sok tahu," omel Gemina, lalu tertawa. IgGy pun berbalik pergi. Gemina tidak menunggu sampai ia hilang dari pandangan. Tante sudah memanggilnya lagi.

Gemina menemui Tante di ruang tamunya. Berdiri saja. "Ada apa?"

Tante menarik napas berat, wajahnya memerah. "Enggak pantas seorang perempuan berduaan dengan lelaki yang sudah bertunangan. Sebagai bibimu, aku harus kasih tahu. Banyak tetangga lewat di gang itu. Mereka kenal kamu. Aku enggak mau ada gosip yang akan merusak nama baik tempat kos ini."

Kalau ada yang bilang pernah melihat ayam berkaki empat, barangkali Gemina akan lebih mudah memercayainya ketimbang kata-kata Tante Vira barusan. Tapi ia yakin telinganya sehat. Jadi, ia bersiap menyemburkan bantahan, tentang betapa absurd-nya omongan Tante, sekaligus menjelaskan obrolannya dengan IgGy untuk membela diri. Namun ia teringat kata-kata IgGy tadi. Kalau mau menang, hadapi dengan kecerdasan.

Gemina pun segera menenangkan diri dan menjawab ringan. "Terima kasih, Tante, atas perhatian dan peringatannya. Enggak usah khawatir, tadi itu yang pertama dan terakhir aku bicara dengan klien di gang. Memang enggak sopan. Enggak akan lagi-lagi. Karena setelah semesteran beres, mumpung libur, aku juga akan pindah kos, Tante. Sekalian mau bilang saja sekarang. Enggak usah dikembalikan deposit yang masih sisa satu bulanan itu. Buat Tante saja. Asalkan selama seminggu ini, tolong Tante jangan main-main lagi dengan aliran air dan listrik ke kamarku. Aku perlu banget untuk kelancaran kerjaanku. Eh, ada Mbak Zara. Hai, Mbak! Makasih sudah mengantarkan IgGy. Bagus juga Mbak masih di sini, sekalian jadi saksi, deh." Gemina lalu mengulang kata-katanya.

Mbak Zara yang baru turun dari kamarnya di lantai dua tampak terkejut. Memandang Tante terbelalak. "Mama, kenapa lagi, sih? Rese amat mengurusi yang bukan urusan Mama?"

Tante Vira memandang Gemina dan putrinya berganti-ganti. Wajahnya memucat dan memerah bergantian pula.

Gemina bertepuk sekali. "Oke deh. Aku mau balik ke kamar. Sudah ya, Tante, sudah jelas, kan? Oh ya, Mbak Zara, seri Algis di meja itu, dari IgGy buatku kan? Aku ambil ya. Thanks." Tanpa menunggu jawaban mereka, Gemina memeriksa salah satu buku Algis, sekadar memastikan memang untuknya. Benar, ada namanya yang ditulis Radmila. Diambilnya tujuh buku itu, lalu ia keluar dari rumah Tante Vira.

Kerja, kerja, kerja. Gemina masuk kamar dan menjejalkan seri Algis ke dalam lemari. Kunci rapat-rapat. Tidak boleh ada godaan lagi. Ia berganti baju dan menyiapkan tugas untuk dilanjutkan. Satu jam kemudian, terdengar ketukan. Mbak Zara memanggilnya. Gemina membukakan pintu dan mempersilakan masuk.

"Gemi .... Maaf ganggu sebentar ya? Aku sudah bicara dengan Mama. Soal IgGy, Mama salah paham." Mbak Zara mengempaskan diri di kasur. Seragam kerjanya acak-acakan. Sepertinya ia tidak berniat kembali ke toko buku.

Sebetulnya, tanpa penjelasan apa pun, Gemina yakin masalahnya bukan pada Mbak Zara. Tapi ia membiarkan sepupunya berbicara.

"Info sepotong-sepotong dariku dirangkai Mama jadi cerita heboh. IgGy yang sudah bertunangan naksir kamu, lalu memanfaatkan aku sebagai batu loncatan untuk mendekati kamu. Mama khawatir, aku mengalami perlakuan yang sama dari cowok seperti dia waktu muda dulu."

Gemina terbelalak. "Aah, pantas reaksinya begitu."

Mbak Zara mengangguk. "Kamu pasti sudah dengar cerita tentang orangtua kita."

The Visual Art of Love (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang