23. Trimatra

2.2K 481 33
                                    


"Apa lagi yang bisa aku lakukan?"

Loka meletakkan nampan berisi tiga mug kopi di meja, jauh dari area kerja. Aroma kopi menyapa hidung Gemina. Ia menghirupnya dalam-dalam. Tapi tanggung, sketsanya sedikit lagi selesai, ditunggu Bisma. Sahabatnya itu fokus mewarnai Algis di laptopnya. Sambil sesekali menyingkap rambut gondrongnya yang luruh ke depan mata.

"Loka, kamu rapikan saja background Algis10-Final. Gemi pasti menggambarnya sambil merem. File-nya dikasih nama baru ya," kata Bisma tanpa menoleh.

Loka duduk di meja belajar, menghadapi komputernya sendiri. "Oke. Aku copy dan save as ... nama file-nya jadi Algis-final-biar-Gemina-buruan-married ya?" Loka cekikikan sendiri.

Gemina pura-pura tidak mendengar daripada salah tingkah akibat ledekan Loka. Tangannya menggerakkan stylus di atas tablet, matanya menatap layar. Satu lagi, pikirnya. Malam ini harusnya bisa tuntas semua. Sudah lima hari ini mereka bersama-sama menggarap dua belas ilustrasi Algis. Gemina membuat sketsa adegan-adegan yang diinginkan Radmila. Loka merapikan garis-garisnya. Lalu Bisma memberikan shading, meniru gaya pewarnaan Gemina sebelumnya. Mata awam Radmila tidak akan melihat bedanya.

Ini ide Bisma. Didukung Loka. Menurut mereka, Gemina harus segera diselamatkan dari Radmila. Sebelum dinner besok, semua pekerjaan harus sudah beres. Jadi, apa pun yang terjadi, Gemina tidak punya tanggungan dan bisa membuat keputusan obyektif. Tapi karena tidak mungkin menyelesaikan 12 ilustrasi sendirian dalam waktu sesingkat itu, Bisma dan Loka turun tangan. Di antara jam kuliah, mereka mengerjakannya di studio. Dilanjutkan di kamar Loka yang luas. Sering sampai dini hari.

Beberapa kali IgGy menelepon, ingin datang untuk membantu, tapi Gemi melarangnya. Pada kali terakhir cowok itu menelepon, Loka membajak ponsel Gemi untuk mengomeli. "Enggak tahu ya kekasihmu lagi berjibaku di sini demi kamu? Yang di sini juga kangen, tapi bisa bersabar dan realistis. Kalau kamu menelepon sehari tiga kali kayak minum obat, Gemi enggak konsen. Algis jadi mirip kamu. So, mundur dikit. Puasa dulu, oke?"

Gemina membelalak. Berusaha merebut ponselnya, tapi Loka naik ke sofa untuk menghindar. Untung saja IgGy tidak marah, dan mengganti mode komunikasi dengan pesan saja sehari sekali, sekedar menanyakan kabar.

"Gemi, kamu yakin besok malam enggak perlu aku dampingi?" Loka melongok dari balik monitor. "IgGy kan bisa mengundang keluargamu, tapi aku yang datang mewakili."

Gemina tertawa. "Kamu lupa, yang punya acara bukan Garin, tapi Radmila, dan aku diundang karena aku bekerja untuknya."

"Tenang, Loka. Percayakan Gemi sama IgGy." Bisma menyambung. "Aku juga percaya Ollie."

Nama panggilan Oliva dan nada lembut Bisma membuat Loka memandang Gemina penuh arti. "Love is in the air ...." Loka bernyanyi sumbang. Muka Bisma langsung memerah, tangannya meraih bantal kursi untuk dilempar ke arah Loka. Gemina geleng-geleng. Sepertinya ada perkembangan baru. Bisma pasti akan bercerita pada saatnya. Jadi ia membiarkan momen itu lewat. Apalagi Loka kembali ke topik dinner. "Gemi, kamu harus tampil memukau. Bukan buat IgGy. Eh, buat IgGy juga sih. Biar Radmila lihat sendiri gimana IgGy terpikat. Tapi maksudku, kamu harus membuat Radmila terkesan juga. Kamu tunjukkan sisi lain. Bukan mahasiswa unyu tukang gambar yang biasa dia suruh-suruh. Kamu perempuan hebat, IgGy beruntung banget dapetin kamu. Begitu."

Kali ini Loka berhasil membuat Gemi tersengat. Ya ampun, ia sama sekali tidak mengaitkan dinner istimewa dengan tampilan beda. Ia kira cukup celana panjang dan kemeja, sopan dan rapi, seperti biasanya kalau bertemu Radmila. Apa pula yang dimaksud Loka dengan memukau? Gaun pesta atau ada kostum khusus untuk makan malam bersama mantan klien yang calon mertua?

The Visual Art of Love (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang