Pukul 23.35. Gemina menutup laptop. Mengusap-usap mata yang panas. Lalu meregangkan badan. Gara-gara membuat dua sampel baru karakter Runako, ia telat kirim email. Semula niatnya hanya mengirim sampel komik yang sudah ada, paling lambat pukul 21.00. Tapi mendadak ia merasa perlu membuat desain karakter Runako yang baru. Hanya sketsa, tapi ia puas dengan hasilnya. Lebih detail ketimbang yang diuploadnya di DevianArt. Tidak sabar ingin mendengar tanggapan IgGy. Sayang, sudah terlalu malam untuk kirim pesan lewat WA. Kalau notifikasi emailnya dinyalakan, IgGy pasti tahu ada email masuk.
Gemina menguap lebar. Sadar betul seharusnya tidak membiarkan Runako mengacaukan jadwalnya. Sekarang, ia terlalu lelah untuk lanjut mengerjakan tugas. Di DKV, nyaris tidak ada ujian mid atau akhir semester. Semua berbentuk art-project, seperti membuat buku cerita anak bergambar, dengan deadline jelas. Bagian penting ia kerjakan di studio, di kampus. Di rumah tinggal menyelesaikan tugas mingguan. Tidur dulu sebentar, pikirnya. Jemarinya mengatur alarm di ponsel untuk membangunkannya pukul 02.00.
Tapi baru beberapa menit berbaring, denting WA mengejutkannya. Gemina meraih ponsel untuk mematikan suara; siapa pun itu, besok saja dilihat pesannya. Lalu diletakkannya ponsel di kasur. Kesalahan besar. Karena setelah itu, notifikasi beruntun jadi tertangkap mata, semua dari IgGy. Ia tidak bisa mengabaikannya. Sambil tetap berbaring, ia membuka pesan-pesan IgGy.
"Aku sudah lihat semua sampel komik dan karakter Runako. Setuju, style manga lebih atraktif buat remaja. Biar lebih cepat juga pengerjaannya.
"Buatkan komiknya satu atau dua halaman dulu, mungkin bisa diselipkan di antara deadline-mu? Sedikit saja, untuk teaser. Uji coba. Kalau tanggapan bagus, kamu lanjutkan sisanya kalau semua proyek semesteranmu sudah beres.
"Oh ya, style realistik itu juga keren. Aku minta kamu bikin yang seperti itu tapi buat proyek lain. Ya, ini di luar dugaan karena aku baru keidean setelah lihat sampel ini.
"Begini, aku punya foto anak lelaki usia 9 tahun. Kamu buatkan ilustrasinya semirip mungkin, tapi usianya jadi 12. Aku yakin kamu bisa. Digital boleh. Manual cat air lebih bagus lagi, bisa dipigura untuk koleksi.
"Nanti aku kirim fotonya. Oh ya, bisa enggak ini diduluin? Aku pengin kasih ini sebagai hadiah ulang tahun untuk seseorang minggu depan."
Ya ampun. Dia melakukannya lagi! Gemina mendecak. Kantuknya buyar seketika karena kesal campur heran. Sekolah di mana, siapa gurunya, kayak apa orangtuanya, sampai cowok ini begitu menyebalkan, tidak tahu tata krama.
Abaikan. Tidur saja. Hati kecilnya berseru. Otaknya mendukung. Tapi jemarinya impulsif mengetik balasan.
"IgGy, kamu punya alter ego? Kalau ada, boleh aku bicara sama dia saja alih-alih bossy author yang ini? Riskan memang, tapi aku mau ambil risiko."
Kirim.
Gemina membaca ulang dan terbelalak sendiri. Astaga, astaga! Apa yang ditulisnya? Dalam tiga kalimat saja, ia menyebut IgGy punya kepribadian ganda, mengata-ngatainya sebagai penulis bossy, dan menyatakan mau mengambil risiko. Risiko apa? IgGy marah dan membatalkan komisi? Atau untuk berhadapan dengan kepribadian IgGy lainnya, yang kalaupun ada, mungkin lebih mengerikan?
Beberapa menit berlalu, Gemina memandangi layar ponsel dengan jantung berdebar keras. Pelajaran untuknya: jangan membalas pesan sambil mengantuk campur emosi.
Tapi kalau dipikir-pikir, ia jadi blak-blakan begini juga gara-gara Runako.
Oh, please ... kamu bukan anak SD yang suka meniru semua hal dari tokoh favoritnya. Dan kenapa pula jadi Runako? Padahal sebelumnya kamu sangat care dan hati-hati seperti Algis?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Visual Art of Love (SUDAH TERBIT)
Romance#Dapatkan di mizanstore.com atau toko buku terkemuka# Penerbit Pastelbooks A heart to unbreak. A soul to rest in peace. Gemina Inesita: mahasiswi Desain Komunikasi Visual, calon ilustrator. Tugas kuliah seabreg, Tante Kost bertingkah, pemasukan pas...