9. Luka Lama

1.9K 539 41
                                    

"Oke, bilang sekarang, kenapa kalian berdua diam-diaman? Apa yang terjadi selama aku tinggal ke kampung?" Mereka bertiga baru selesai makan di kafetaria setelah kuliah sore. Sejak tiba di kelas dari terminal bus pagi tadi, Gemina langsung bisa merasakan ketegangan di antara Bisma dan Loka. Baru sekarang, ia leluasa bertanya.

"Enggak ada apa-apa." Bisma angkat bahu.

"Aku bicara kok," bantah Loka, cemberut. Matanya tidak melirik sedikitpun pada Bisma. "Dari tadi aku bicara dan mendengarkan. Biasa sajalah, Gemi."

"Kalian memang berbicara denganku. Sendiri-sendiri. Aku enggak bisa kalian bohongi. Ada yang enggak beres. Katakan!"

"Bagaimana keadaan Abah?" tanya Bisma, jelas-jelas mengalihkan isu.

Gemina menggeram kesal. Selama bersahabat dengan Bismaloka, baru kali ini keduanya perang dingin dan itu membuat Gemina khawatir. Tapi ia tidak ingin mendesak lagi. Mungkin nanti mereka akan bicara juga. "Abah sudah kembali ke rumah. Enggak boleh lagi bekerja terlalu keras sampai lupa makan. Benar, ada gangguan di pankreas yang meningkatkan kadar insulinnya, sementara asupan makanan kurang sekali. Abah mungkin sempat kehilangan kesadaran waktu naik motor, lalu oleng dan terserempet mobil."

"Uuh. Ngeri bayanginnya." Loka menutup mulut dengan dua tangan.

"Ya. Abah kami larang mengemudi lagi. Dan dua minggu sekali harus berobat jalan."

"Makanannya harus dipantau? Seperti pamanku yang kena diabetes. Harus diet ketat," kata Bisma.

"Begitulah. Aku merasa bersalah kembali ke sini meninggalkan Abah dalam perawatan Kak Citra dan Panji saja."

"Mereka pasti enggak rela kamu berlama-lama bolos." Loka buru-buru mengomentari, seperti tidak mau keduluan Bisma.

Gemina mengangguk. "Abah malah marah waktu aku muncul di rumah sakit. Tapi ada gunanya juga aku pulang beberapa hari. Aku jadi tahu kenapa Tante Vira sejahat itu sama aku. Ada luka yang dibiarkan berkembang liar selama ini."

"Wow. Bisakah diselesaikan, jadi kamu enggak perlu repot pindah kos?"

"Aku enggak yakin. Karena permasalahan Tante Vira itu dengan almarhumah Ambu. Sibling rivalry. Waktu mereka muda, Tante sering didekati cowok yang hanya memanfaatkannya untuk mengejar Ambu. Terakhir ya Abah ini. Tapi Abah merasa enggak pernah mendekati Tante. Langsung ke Ambu. Tante salah paham dan benar-benar patah hati dengan Abah. Lalu memutuskan menikah dengan cowok yang jadi suaminya sekarang, yang kemudian bekerja di luar negeri dan tidak ada kabar beritanya sampai saat ini."

"Oh .... Sedih banget." Loka menggeleng-geleng.

"Sudah puluhan tahun. Abah tidak menyangka Tante masih menyimpan dendam dan berdampak pada hubunganku dengan Tante. Kupikir memang sifat Tante ya begitu. Perlakuannya pada anak-anak kos lain juga begitu. Tapi setelah kuingat-ingat, iya juga sih, sama aku memang paling ajaib. Sedih rasanya, karena Ambu enggak bisa lagi membela diri. Mungkin nanti aku yang harus mewakilinya. Meminta maaf, walaupun Ambu enggak salah."

Hening sesaat. Lalu, "Kamu pengin pindah ke daerah mana?" tanya Bisma. "Aku bantu carikan."

"Sekitar kampus, kalau bisa. Enggak terlalu jauh untuk jalan kaki. Pasti mahal, sih. Tapi selama ini, ngangkot dan ngojek juga enggak murah, apalagi kalau sering bolak-balik."

"Kamu suka ketiduran di angkot, tujuan kelewat, jadi bolak-balik dobel deh." Loka cekikikan. "Sudah kubilang dari dulu, pindah ke rumahku saja. Ayah dan Ibu bakal senang."

Gemina mendelik. "Kamu tahu jawabanku."

"Ya, ya, enggak mau mempertaruhkan persahabatan kita untuk masalah-masalah sepele antarteman sekamar yang pasti muncul selepas 3x24 jam."

The Visual Art of Love (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang