"Garin, notebook kamu bagus."
"Ini? Ya. Aku suka kavernya, vintage."
"Kamu dapat dari mana?"
"Oh, hadiah dari Algis setahun lalu, tapi baru aku pakai. Dia senang sekali menambah koleksi notebook-ku. Yang ini diberikan sebelum sakitnya terlalu parah."
"Sweet."
"Ya. Algis tidak selalu buruk kok. Sakitnya itu yang bikin dia berubah."
"Hmm ...."
"Kenapa, Ollie? Kamu mau bilang apa?"
"Aku enggak tega. Lupakan saja."
"Jangan begitu. Aku jadi penasaran, bakal susah tidur nanti. Katakan saja."
"Maaf. Seharusnya aku enggak usah tanya-tanya. Sudah aku ikhlaskan juga dari dulu."
"Ollie, ayolah."
"Tapi janji ya, jangan marah."
"Perasaanku jadi enggak enak. Tapi oke, aku enggak akan marah ke kamu."
"Terima kasih, Garin. Ini. Lihat sendiri, deh. Hadiah dari Mama sebelum beliau wafat."
"Wah, satu set stationary dengan kemasan mewah. Desainnya sama dengan notebook-ku. Ada alat tulis, tempat pensil, kertas surat, dan kotak kosong ini .... Astaga. Seharusnya notebook, kan? Benar, ukurannya pas untuk notebook-ku. Ya, Tuhan! Algis mengambilnya dari sini. Dia mencuri dari kamu! Keterlaluan. Bikin malu saja. Aku enggak tahu, Ollie. Maaf."
"Sudahlah. Aku rela, ternyata notebook-nya buat kamu."
"Baru aku tulisi satu halaman. Dirobek saja. Aku kembalikan."
"Jangan. Aku enggak mau terima. Buat kamu saja. Anggap saja hadiah dariku. Aku senang kamu menulis di notebook itu. Tulisi sampai halaman terakhir, ya. Biasanya kamu ngacak, nulis di mana saja. Terus lupa di notebook yang mana nulis apa. Hihi."
"Haha, iya, kebiasaan buruk. Thanks, Ollie."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Visual Art of Love (SUDAH TERBIT)
Romance#Dapatkan di mizanstore.com atau toko buku terkemuka# Penerbit Pastelbooks A heart to unbreak. A soul to rest in peace. Gemina Inesita: mahasiswi Desain Komunikasi Visual, calon ilustrator. Tugas kuliah seabreg, Tante Kost bertingkah, pemasukan pas...