Gemina ingat kata-kata Pak Johanes, dosennya di semester pertama dulu. Kehidupan adalah seni. Seni itu keseimbangan. Jadi, kehidupan itu keseimbangan. Dalam seni, ada tiga macam keseimbangan: simetris, asimetris, dan radial. Dalam kanvas kehidupan, posisi individu juga demikian terhadap lingkungannya. Simetris, saat manusia dapat becermin pada manusia lain. Asimetris, saat manusia melihat ketimpangan. Atau radial, saat ia menyadari diri sebagai bagian dari semesta dengan satu titik pusat: Sang Pencipta.
Sampai pusing ia memikirkan kaitan prinsip seni dengan pemaknaannya dalam hidup, apalagi penerapan praktisnya. Ia sempat menganggap Pak Johanes hanya sedang jatuh cinta pada kata-kata ruwet ala motivator populer.
Setidaknya, Gemina mengerti bahwa keseimbangan diperlukan untuk stabilitas. Contohnya bisa sederhana. Makan dengan nutrisi seimbang. Istirahat dan bekerja seimbang. Tidak berlebihan dalam beraksi dan bereaksi. Tapi, teori selalu lebih mudah ketimbang praktiknya.
Pertama, boro-boro nutrisi seimbang, Gemina malah lupa makan setelah bertemu dengan IgGy. Ia pulang tanpa mampir ke warung makan dan malas keluar lagi setelah nyaman di kamar. Ada sebungkus biskuit untuk sekadar mengisi sudut lambung.
Kedua, ia bekerja tanpa jeda hingga dini hari. Meskipun Oliva memintanya menolak komisi RaKa, Gemina merasa harus tetap memegang janjinya pada IgGy. Ia menyelesaikan gambar RaKa dengan pensil, bahkan membuat satu lagi dengan cat air. Gemina sangat puas dengan hasilnya dan tak sabar ingin menunjukkannya pada IgGy. Tapi ia memberi Oliva kesempatan untuk menjelaskan alasannya hari ini. Kalau gadis itu tidak meneleponnya, ia akan menelepon IgGy untuk melanjutkan transaksi.
Ketiga, beberapa peristiwa yang terjadi kemudian membuatnya sangat emosional dan bereaksi impulsif.
Gemina baru tidur beberapa menit selepas subuh ketika Panji meneleponnya. Suara adiknya tegang, mengusir kantuk Gemina jauh-jauh.
"Ada apa? Kamu di mana sekarang? Kedengaran ramai."
"Di rumah. Abah mau dibawa ke rumah sakit. Banyak tetangga di sini."
"Apa? Abah kenapa?"
"Kemarin siang, Abah naik motor dan jatuh. Sepertinya diserempet mobil, tapi Abah bilang enggak apa-apa, enggak ada luka serius. Aku dan Kak Citra dilarang kasih tahu Kak Gemi, karena Kak Gemi pasti sibuk. Tapi tadi Abah pingsan. Sekarang sih sudah sadar, sudah diperiksa dokter Thomas. Dan disarankan ke rumah sakit. Ini mau diantar sama Pak RT."
Gemina memekik. "Aku pulang saja kalau begitu."
"Jangan. Abah nanti malah kepikiran kalau Kak Gemi bolos kuliah. Aku kabari saja nanti hasilnya, ya. Aku terpaksa telepon karena Abah baru bilang, waktu kecelakaan itu, tasnya hilang. Di dalamnya ada uang yang Abah ambil dari ATM buat bayar SPP dan field trip-ku. Rekening Abah kosong sekarang. Uang Kak Citra dicadangkan buat rumah sakit .... Entah cukup apa enggak. Kalau Kak Gemi punya .... Tapi kalau enggak ada, enggak apa-apa kok, aku enggak usah ikut field trip."
Gemina menelan ludah. "Berapa yang kamu perlukan?"
Panji menyebutkan jumlahnya. Gemina mengingat-ingat saldo terakhir rekeningnya. Ada pemasukan dari beberapa komisi yang ia kumpulkan untuk membeli kamera. Masih kurang banyak untuk kamera, tetapi bisa menutupi keperluan Panji. Sisanya akan dicukup-cukupkan untuk makan dan transportasinya sendiri beberapa hari ke depan. Sampai ada pemasukan lagi. "Aku transfer sekarang."
"Terima kasih, Kak. Maaf ya bikin repot."
"Pan!"
"Ya, Kak?"
"Kamu sehat, kan?" Gemina tak urung tertawa kecil. Sejak kapan Panji jadi suka basa-basi begitu? Didengarnya Panji terkekeh. Getir. "Jaga Abah baik-baik ya. Kabari terus perkembangannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Visual Art of Love (SUDAH TERBIT)
Romance#Dapatkan di mizanstore.com atau toko buku terkemuka# Penerbit Pastelbooks A heart to unbreak. A soul to rest in peace. Gemina Inesita: mahasiswi Desain Komunikasi Visual, calon ilustrator. Tugas kuliah seabreg, Tante Kost bertingkah, pemasukan pas...