Enam

544 42 6
                                    

"Ampun deh, Ra. Malam minggu pun masih aja sibuk ngerjain tugas, emang sebanyak itu?" Suara Bulan memecah keheningan di dalam kamarku.

"Dari pada mager, gak ada kerjaan. Mending aku cicil ngerjain tugas yang numpuk. Mumpung besok libur," jelasku masih fokus dengan laptop di pangkuanku.

"Gak mau keluar malming gitu?"

"Malas! Lagian dalam Islam gak ada istilah malming kali, Non." Aku memperbaiki posisi dudukku di atas ranjang.

"Terus yang ada Sabtu malam gitu?"

"Bukan gitu maksudnya, Lan. Maksud Ra tuh nama harinya, di dalam Islam itu gak ada hari Minggu adanya hari Ahad. Jadi kalau gak ada hari Minggu otomatis gak ada juga malam Minggu, Sayang," jelasku panjang kali lebar.

"Aih, masa?"

Aku meraih handphone­-ku, masuk pada kolom pencarian dan mengetik sesuatu. Kemudian memperlihatkan pada Bulan yang kini telah duduk di sampingku.

"Baca!"

Dengan cermat, Bulan membacanya dengan pelan.

Dalam agama Islamtidak ada yang namanyahari Minggu adanya hari Ahad. Hari Minggu hanya diperuntukkan negara-negara Barat dan beberapa negara di bumi belahan timur sebagai hari libur mereka.

Sementara bagi umat Kristen, hari Minggu merupakan hari untuk beristirahat dan beribadah atau kebaktian di gereja.

Dalam agama Pagan, hari Minggu juga hari beristirahat dan beribadah kepada dewa matahari. (Wikipedia).

Minggu merupakan hari pertama dalam sepekan. Kata Minggu sendiri diambil dari bahasa Portugis yaitu Domingo. Dalam bahasa Melayu yang lebih awal, kata Domingo dieja sebagai 'Dominggu'.Baru sekitar akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, kata ini dieja sebagai 'Minggu'.

Bangsa Portugis yang selama kurang lebih 85 tahun (1511 M–1596 M) berinteraksi dengan Nusantara, peninggalannya yang masih membekas sampai hari ini adalah dirubahnya hari Ahad menjadi Minggu pada penanggalan nasional. Padahal ada tujuh hari dalam penanggalan nasional yang berasal dari saduran bahasa Arab, namun hanya satu yang dirubah yaitu hari Ahad.

Bahasa Indonesia mengambil kata Minggu sebagai hari pertama dalam sepekan, bukan Ahad.

Padahal, hari lainnya mengambil dari bahasa Arab yaitudiantaranya Senin dari kata Istnain(dua), Selasa dari kata Tsalatasah (tiga), Rabu dari kataArba'ah(empat), Kamis dari kataKhomsah (lima), Jumat dari kataJama'ah (berkumpul, kumpulan) yakni salat Jumat yang wajib dilakukan secara berjamaah, Sabtu dari kataSab'ah (tujuh) atau Sabbat (hari yang disucikan pada zaman Nabi Musa as.)

Namun, hanya sebagian kecil yang mengetahui perkara kecil tersebut. Mereka lebih senang menggunakan kata yang populer, meniru gaya barat dan sebagainya.

"Kok aku baru tahu ya, Ra?" tanyanya dengan tatapan datar kepadaku.

"Ya kali, kamunya aja yang malas searching di google," jawabku menarik kembali handphone-ku dari hadapan Bulan, lalu kembali fokus ke layar laptop.

"Seriusan, Ra. Aku baru tahu, kalau bukan kamu yang ngasih tahu mana mungkin aku tahu."

"Bukan aku yang ngasih tahu, tapi google."

"Tapi sama aja, Ra. Secara aku tahu dari google itu melalui perantara kamu kan?"

"Iya-iya deh, sepupuku sayang. Makanya itu handphone jangan dipake buat main gimdoang, tapi buat mencari sesuatu bermanfaat. Baca artikel, misalnya," jelasku sok bijak.

"Siap, Adek Kejora yang muasnieztt-nya selangit." Dengan gemasnya Bulan mencubit kedua pipiku.

"Aduh, Lan. Sakit tahu!" Aku memegang kedua pipiku yang kini terasa panas akibat ulahnya.

"Makanya, itu pipi dijaga, Neng, bukan hati aja yang dijaga," ucap Bulan beranjak dari sampingku.

"Bodoh!"

Prak! Suara pintu yang ditutup oleh Bulan.

Aku menghela napas, kemudian melanjutkan aktivitasku yang sempat terhenti. Tak lama kemudian, handphone-ku berbunyi tanda sebuah pesan masuk. Segera aku membuka dan membacanya.

Beri:

Assalamualaikum. Jangan lupa, besok pukul 09.00 WITA kita ke RL!

Segera aku balas dengan tanda jempol, sebagai isyarat bahwa aku mengiakan. Jadwal berkunjung ke RL sebenarnya tidak menentu, tapi lebih sering pada hari Ahad pagi sampai sore. Kadang kami datang ke sana dua sampai tiga hari dalam sepekan bila senggang, tapi kalau sibuk dengan tugas kuliah biasanya cuma hari Ahad saja. Sebelum kami berkunjung ke RL, kami menghubungi Pak Kades memberitahukan kedatangan kami agar anak-anak Rumah Literasi bersiap-siap ke sana, tapi tak jarang kami datang secara tiba-tiba dan tentunya keadaan Rumah Literasi tidak dalam keadaan sepi. RL yang kami dirikan memang selalu terbuka, jadi anak-anak bisa ke sana kapan pun dia mau meski kami tidak ada.

Belum sempat aku kembali fokus pada laptop, tiba-tiba Mama membuka pintu kamarku. Aku mengurungkan niat untuk melanjutkan tugas yang sementara pengerjaan dan memutuskan untuk mematikan laptopku.

"Mama mengganggu, Ra?" tanya beliau duduk di depanku.

"Tidak, Ma, barusan Ra selesai ngerjain tugas," jawabku menutup laptop lantas menyimpannya di atas nakas.

"Mama ingin bicara sesuatu denganmu, Nak." Mama menatapku dengan tatapan serius.

"Bicara apa, Ma?"

"Kamu sudah baca biodata Hafiz?"

"Sudah, Ma."

"Menurut Ra bagaimana?"

"Baik, Ma. Dia pintar terbukti dengan prestasi yang ia dapat selama sekolah, ia juga salah satu lulusan terbaik di Kairo. Kemungkinan besar ia menjadi lelaki idaman wanita," jelasku.

"Lalu bagaimana dengan, Ra?"

"Ra gak tahu Ma," jawabku menunduk.

"Gak tahu atau belum yakin? Hm?" Mama mengangkat daguku, kulihat matanya berbinar menatapku.

Aku diam.

"Perbanyak salat Istikharah, minta petunjuk sama Allah. Mama gak memaksa jika memang Ra tidak suka atau bahkan tidak yakin dengan dia. Mama hanya ingin Ra mendapatkan imam yang baik buat jagain Ra, jika memang Hafiz bukan orangnya. Mama tidak apa-apa, Sayang. Lagi pula ini hanya taaruf." Mama memegang bahuku.

"Iya, Ma," jawabku. Kulihat binar mata beliau, binar mata yang penuh dengan pengharapan.

Lantas siapa yang paling kuutamakan? Perasaanku atau orangtuaku? Bahkan hingga saat ini pun titik terang itu masihlah samar-samar. Antara bertahan atau malah berhenti dan memilih untuk menyerah.

Hai, Tuan!

Apakah masih pantas kuperjuangkan rasa ini? Sedang kau? Masih sibuk dengan pengembaraanmu. Sudah ratusan episode aku lalui dan nyatanya hingga detik ini pun kisah kita belumlah bersinggungan. Apa mungkin kau takdirku? atau mungkin kita memang tidak pernah benar-benar ada.

Sudahlah!

Jangan membuatku terombang-ambing dibawa arus tanpa arah.

"Permisi! Maaf, Tante, Ra! Bulan cuma ngasih tahu kalau santap malamnya udah siap," ucap Bulan yang tiba-tiba membuka pintu. Membuat pembicaraan antara aku dan Mama terhenti.

♥♥♥

Filosofi Penantian || TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang