"Maaf, Ber. Sepertinya hari aku gak bisa datang ke RL. Ada urusan soalnya."
"Iya, Ra. Gak apa-apa, kok. Lagian aku udah gak kewalahan, udah ada Nada sama Maya yang nemenin."
Terdengar suara menguap di seberang sana, mungkin Beri masih mengantuk.
"Hehehe. Iya, Ber. Salam buat mereka di sana."
"Insyaallah, nanti aku sampaiin."
"Assalamualaikum."
Tut!
Sambungan telepon aku matikan tanpa sempat mendengar balasan salam dari Beri. Sepertinya Beri di seberang sana sudah mengomel-ngomel, sudahlah apapun responnya di sana aku tak peduli. Toh! Selama ini dia juga sering ngerjain aku, sekali-kali bolehlah aku berbuat iseng padanya. Hahaha.
06.13 WITA.
Masih terlalu pagi memang, tapi aku, Mama dan Bulan harus berangkat untuk mengunjungi adikku. Ya, aku mempunyai seorang adik. Dia sekarang mondok di salah satu pesantren yang ada di kabupaten seberang. Sudah 3 bulan ini dia belum pulang, sebagai gantinya aku, Mama, dan Bulan yang harus berkunjung ke sana.
Kedatangan kami tidak diberitahu karena santri di larang menggunakan alat komunikasi pribadi, jika ingin mengabari keluarga di kampung mereka hanya menggunakan telepon milik pembina asrama masing-masing maksimal satu kali sepekan. Terakhir dia menghubungi kami sebulan yang lalu, mengabarkan bahwa ia tidak akan pulang sebelum Ramadan. Sepertinya dia fokus dengan hafalannya, karena Ramadan nanti dia yang akan jadi imam Tarawih di masjid kami.
Aku yang paling bersemangat dalam kunjungan ini, 3 bulan tanpa kepulangannya rasanya hampa. Hampa bertengkar maksudnya. Hahaha. Kami memang sering bertengkar karena kadang beda pendapat atau pandangan. Tapi, bukan berarti kedekatan kami menjadi renggang. Justru semakin dekat. Walau rada nyebelin sih. Pernah sekali aku curhat sama dia, bukannya dengarin atau prihatin. Eh, malah ngejekin. Sejak saat itu, aku gak curhat lagi sama dia. Beda banget sama Bulan yang selalu dengarin aku kalau curhat.
Tak terasa setelah hampir 3 jam perjalanan. Akhirnya kami sampai di depan gerbang pondok pesantren. Aku segera keluar dari mobil, mengitari pandanganku. Sepi. Satu kata yang kudefinisikan untuk tempat ini. Aku melihat jam tanganku, 09.23 WITA. Pantas saja.
Dulu, waktu Firman pulang kampung. Dia pernah cerita suasana pondok pesantrennya, mulai dari asrama, kantin, hingga kegiatan dia setiap harinya. Salah satu yang aku ingat dari semua ceritanya ialah, selain bangun salat Tahajud tiap jam 3 atau setengah 4 juga dianjurkan menunaikan salat Duha setiap jam 9. Jika mengikuti cerita Firman, berarti saat ini para santri sedang melakukan salat Duha.
"Ra, ayo masuk! Pagi-pagi udah bengong aja." Suara Bulan membuat lamunanku buyar.
Tanpa menanggapi ucapannya aku berjalan mengikutinya, Mama sudah berada beberapa langkah di depan Bulan, disusul aku di belakang membawa kardus—kiriman buat Firman dari kampung.
Sepanjang perjalanan menuju asrama Firman, aku tak henti-hentinya memandangi sekitarku. Gedung-gedung bertingkat yang baru diresmikan, terbukti masih ada sisa spanduk yang tertempel di depannya. Padahal, dulu sewaktu aku mengantar Firman mendaftar di sini, gedung itu sementara dibangun. Dalam jangka satu tahun, ternyata sudah banyak yang berubah.
Mama dan Bulan sudah masuk ke asrama Firman, sementara aku masih harus berjalan beberapa langkah lagi untuk sampai di asrama. Sayup-sayup kudengar suara santri, sepertinya mereka telah selesai menunaikan salat Duha.
"Kakak?!"
Aku menoleh kesumber suara itu, kulihat raut wajah Firman seakan tak percaya melihat kedatanganku.
"Ya, kenapa?" Aku menaikkan sebelah alisku.
"Loh, kok Kakak ada di sini?" tanya Firman.
Aku hanya nyengir mendengar pertanyaan Firman.
"Mama ada?" tanyanya lagi.
"Iy—"
Belum sempat aku menjawab, Firman sudah menerobos masuk ke asramanya melewatiku yang masih berdiri di ambang pintu. Aku mendengus kesal dengan perbuatannya. Ini anak, enggak di rumah, enggak di asrama, selalu saja menyebalkan.
Aku duduk di dekat Bulan, setelah meletakkan kardus di lantai.
"Dari mana aja, Ra? Baru sampai."
"Cuma di depan, kok."
"Oh."
Bulan kembali larut dengan gawainya.
"Mama sama Firman ke mana?" tanyaku setelah melihat di ruangan tamu ini hanya ada aku berdua dengan Bulan.
"Hmm, mungkin di dalam. Ketemu pembina asrama Firman kali."
Tak lama setelah mendengar jawaban dari Bulan, aku melihat Mama, Firman, dan pembina Firman keluar menuju kemari.
♥♥♥
KAMU SEDANG MEMBACA
Filosofi Penantian || TERBIT
Teen Fiction[AWAS!! CERITA INI MENGANDUNG KENYESEKAN, HARAP BIJAK DALAM MEMBACA!] Apalah arti penantian, bila yang ditunggu tanpa kepastian? Apalah arti penantian, bila yang ditunggu tak jua datang? Namaku Kejora. Gadis yang bodoh, sebab menanti sosok yang ta...