Tiga Belas

252 26 0
                                    

Di luar sana, hujan turun dengan lebatnya. Suara gemuruh membuat kaget bagi setiap orang yang mendengarnya, sekaligus memecah keheningan malam. Sesekali kilat menyambar-nyambar.

Sepekan terakhir ini, hujan tanpa bosannya mengguyur kota ini. Membuat sebagian aktivitas orang-orang terhambat, jalanan yang tak beraspal becek, daratan rendah kebanjiran, dan masih banyak lagi kejadian yang disebabkan oleh hujan. Tapi ingat, hujan itu adalah rahmat yang telah Allah berikan kepada kita sebagai umat manusia. Kalaupun ada dampak negatif dari hujan, itu adalah teguran bagi diri kita sendiri untuk menjaga bumi Allah.

Bukankah kita sebagai manusia adalah khalifah di bumi Allah? Sebagai mana dalam firman-Nya dalam surah Al-Baqarah ayat 30. "wa-idz qaala rabbuka lilmalaa-ikati innii jaa'ilun fii al-ardhi khaliifatan qaaluu ataj'alu fiihaa man yufsidu fiihaa wayasfiku alddimaa-a wanahnu nusabbihu bihamdika wanuqaddisu laka qaala innii a'lamu maa laa ta'lamuuna". Artinya "Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, 'Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.' Mereka berkata, 'Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?' Dia berfirman, 'Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.'

Aku ingat betul ayat itu, sebuah ayat yang berhasil kurekam dalam memori otakku saat mengikuti pengajian di masjid dekat rumah waktu SMP. Aku memang bukan akan pesantren, namun bukan berarti aku jauh dari agama. Sejak kecil orang tuaku sudah menasihatiku agar selalu berada di jalan yang benar.

Aku lantas menutup jendela, sebelum menutupnya dengan sempurna, aku sempat melihat kilat menyambar-nyambar di luar sana. Sangat menakutkan.

"Ujannya lebat, Ra?" Bulan sedari tadi sibuk dengan buku yang ia baca membuka suara.

"Ya." Aku menanggapi petanyaan Bulan. Lalu melangkah ke tepi ranjang, bersandar di sana sembari memain-mainkan gawaiku. Pikiranku melayang jauh, terbang ke angkasa sana. Final akan dimulai tiga pekan lagi, itu artinya aku harus belajar segiat mungkin.

Ting!

Sebuah pesan masuk.

Kak Hafiz:

Assalamualaikum, Dik. Jika besok sore tidak hujan, kiranya Adik berkenan bertemu dengan Kakak di taman kota. Adik bisa bawa Bulan buat temani Adik nantinya, agar tidak menimbulkan fitnah di antara kita.

Wassalam.

Begitu bunyi pesan yang baru saja aku baca. Ya, sore tadi pertemuan aku dengan Kak Hafiz memang batal disebabkan hujan yang belum juga reda. Dan, malam ini aku kembali mendapati pesan dari Kak Hafiz yang memintaku untuk bertemu dengannya besok sore di taman kota. Membuatku yakin bahwa sesuatu yang ingin disampaikannya benar-benar penting.

Aku mengamati Bulan yang masih senang dengan bacaannya di atas karpet, sepertinya ia amat menghayati isi bacaan tersebut. Tepat di depan Bulan membaca, sebuah sweter menggantung di dinding kamar. Itu milik Samudra. Sudah sepekan sweter itu berdiam di sana dan belum sampai pada pemiliknya. Seketika aku kepikiran dengan Samudra. Pemuda yang entah mengapa sudah empat kali ini aku bertemu dengannya secara tak sengaja. Seakan Semesta memang sengaja mempertemukan aku dengan dia. Lantas untuk apa ia mempertemukanku dengan Samudra? Apa dalam sepenggal kisah ini, ia juga berperan penting?

Aku memijit keningku, memikirkannya ternyata membuatku pusing. Apapun yang terjadi nanti, kupikir itulah yang terbaik.

"Kenapa, Ra?" Bulan yang melihatku memijit kening menegurku.

Aku setengah kaget, "Gak, Lan. Cuma sedikit pusing," kilahku.

"Oh." Kembali melanjutkan bacaannya.

"Libur kamu belum abis kan?" tanyaku.

"Hmm, sisa seminggu lebih. Tapi bos aku kayaknya balik bulan depan deh, jadi masih diliburin," jawabnya tanpa melihatku.

"Besok bisa temani aku ketemu dengan Kak Hafiz?"

Seketika Bulan menatapku, ia mengerutkan dahinya pertanda ia tak mengerti.

"Barusan Kak Hafiz mengirimiku pesan, ia ingin bertemu denganku besok sore. Ada sesuatu yang ingin ia sampaikan, ia menyuruhku untuk mengajakmu agar tidak ada fitnah di antara aku dan dia nantinya."

"Kenapa bukan dia aja yang ke sini?"

"Kak Hafiz gak sempat, lagian taman kota dekat dengan pondoknya."

Bulan terlihat mengangguk-anggukkan kepalanya, paham dengan penjelasanku barusan. "Tak masalah," ucapnya. "Hmm, btw taarufan kalian masih jalan?"

"Iya."

"Kamu udah mantap sama dia?"

"Aku belum tahu, Lan. Masih ada keraguan gitu."

"Kalau ragu, mending batalin deh, Ra. Karena sesungguhnya keraguan itu berasal dari setan."

"Hmmm, aku bingung. Kalau aku batalin, Mama gimana? Aku lihat Mama berharap banget aku jadi sama Kak Hafiz."

"Tapi kan yang ngejalanin pernikahan itu kan kamu sama Hafiz, Ra. Pernikahan itu gak main-main Ra, satu kali seumur hidup. Ibadah jangka panjang. Kamu akan hidup bersama dengan Hafiz bukan hanya di dunia, tapi juga sampai akhirat kelak. Jadi aku mohon sama kamu Ra, tolong pikirin baik-baik perihal ini."

"Tapi Mama gimana, Lan?"

"Yang nikah sama Hafiz itu kamu atau Tante, Ra?" Bulan bertanya balik padaku.

"A-aku."

"Jadi?"

"Aku bingung, Lan."

Bulan tampak menarik napas, buku yang dibacanya pun ia letakkan di depannya. Kini ia memperbaiki posisi duduknya berhadapan denganku, tanpa berniat beranjak untuk naik ke atas ranjang bersamaku.

"Sekarang, jujur sama aku, Ra." Mata Bulan menatapku dengan tajam. "Kamu masih ngarepin Musafir itu kan?"

Deg!

Akhirnya, pertanyaan itu keluar juga.

Kini, anganku kembali ke masa empat tahun lalu. Masa di mana awal perkenalanku dengan dia, awal pertama kali perasaan ini muncul, awal kedekatanku, awal di mana—aku mengambil keputusan yang teramat besar dalam hidupku. Me.nan.ti.nya.

Hingga muncul pertanyaan dalam benakku yang membuat dada ini bergetar. Kenapa aku harus kenal dengan Musafir itu? Kenapa harus ada perasaan ini? Kenapa aku harus berharap pada Musafir itu? Jika pada akhirnya, kini aku menanti tanpa kepastian.

Jika rasa ini tidak salah? Kenapa aku harus semenderita ini menantinya? Jika aku dan dia memang tak ditakdirkan bersama? Kenapa hati ini terus terpaut akan dirinya?

♥♥♥

Filosofi Penantian || TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang