Bagian 24

8.3K 331 6
                                    

Baru saja aku keluar dari ruang guru dengan tumpukan buku pelajaran yang diberikan oleh Pak Dadang untuk dibawa ke kelas, namun saat berbelok, aku yang terlalu ringkih dengan bawaanku ini tak sengaja menabrak seseorang dari arah berlawanan. Membuat buku-buku yang kubawa jatuh berantakan ke lantai.

Aku segera berlutut untuk membereskan kembali buku-buku yang kubawa. Dari ekor mataku, kulihat orang itu pun ikut berlutut membantuku.

"Sorry, gue nggak sengaja."

"Gue juga minta maaf, nggak hati-hati." Aku mendongak untuk melihat orang itu. Namun, aku sedikit kaget karena yang menabrakku ini adalah Rakha.

Dia mengulurkan tangannya padaku. "Hai, gue Rakha."

Aku mengingat perkataan Alder kemarin, bahwa dia melarangku untuk kenal lebih jauh dengan cowok ini. Tapi, akan sangat tidak sopan dan terlihat sombong jika aku tak menerima ajakannya untuk kenalan. Oke, hanya kali ini saja. Setelah itu, sudah.

Aku menerima uluran tangannya. "Gue Tari."

Setelah buku-buku tadi rapi, aku langsung berdiri. Tanpa berkata apa pun lagi, aku langsung menuju kelas. Entah hanya perasaanku saja atau memang benar adanya, aku merasa cowok itu memperhatikanku di belakang sana.

***

Bel istirahat baru saja berbunyi, membuat semua siswa di kelasku bersorak gembira. Setelah dua jam berkutat dengan pelajaran Matematika yang sangat memusingkan kepala, akhirnya tiba juga waktu untuk mengisi perut yang sudah keroncongan dari tadi ini. Aku bersama ketiga temanku keluar kelas dan menuju kantin.

"Gilaaa, gue laper banget, nih. Pokoknya gue bakal pesen bakso tiga porsi sekaligus."

"Astaga itu perut, loh, Sar, bukan kos-kosan."

Aku mengernyit, menatap Sarah. Walaupun makannya superbanyak, tapi anehnya badan Sarah tetap segitu, tak kurang dan tak lebih.

"Biarin. Gara-gara pelajaran Matematika, nih, gue jadi kelaperan gini."

"Alah, sok-sokan lo nyalahin Matematika, itu mah lo-nya aja yang rakus." Hana terkekeh dan mendapat pelototan dari Sarah.

"Padahal tadi tuh gue bakal traktir kalian makan di kantin, tapi berhubung Hana bilang gue rakus, nggak jadi deh."

"Alah, modus lo, Sar. Nggak ada hujan nggak ada angin, kenapa juga lo tiba-tiba traktir kita?"

Benar apa yang dikatakan Risma barusan. Sarah bukan tipe orang yang tiba-tiba mentraktir tanpa ada sebab yang jelas. Biasanya kalau terjadi sesuatu yang baik padanya, barulah dia akan mentraktir atau membayarkan uang kas kami bertiga.

"Bener, dah. Gue tadinya mau traktir kalian makan di kantin, karena cowok yang waktu main basket se-tim sama si Alder itu nge-notice gue tahu!"

"Yang item manis itu?" Aku memastikan.

"Iya! Namanya Dimas!"

"Tahu dari mana lo namanya?" tanya Hana.

"Tahu sendiri, lah. Kan semalem gue chat-an sama dia." Jangan tanya ekspresi Sarah sekarang. Sudah pasti dia senyum-senyum sendiri dan sangat bersemangat menceritakan dirinya yang di-notice sama gebetannya itu.

"Oh, terus, terus?" tanya Hana lagi.

"Entar aja deh gue ceritainnya di kantin. Udah laper banget nih gue."

Aku mengangguk mengiyakan.

Tinggal beberapa langkah lagi kami sampai di pintu kantin, dari arah berlawanan aku melihat Kak Aldo berjalan ke arah kami. Sudah lama aku tak melihatnya. Ada sesuatu yang berbeda saat aku melihat Kak Aldo lagi. Tak ada perasaan gugup, atau senang saat bertemu dengannya. Biasa saja. Beda dengan beberapa bulan yang lalu. Apa ini artinya aku sudah benar-benar move on darinya?

Truth or DareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang