Semakin harinya, aku dan Wira menjadi dekat. Akrab sebagai seorang kakak kelas dengan adik kelasnya.
Entah aku yang terlalu terbawa perasaan atau bagaimana, yang jelas aku telah menaruh hati padanya. Membiarkan perasaan ini tumbuh dengan sendirinya.Saat itu aku ke kantin sendirian karena 3 sahabatku sedang mengerjakan PR dikelas sementara aku sudah mengerjakannya. Sekali-sekali menjadi anak rajin itu bagus bukan?
Sesampainya di kantin yang ramai itu, aku melihat Wira membawa mie goreng didalam kemasan mie itu sendiri sebagai wadahnya. Unik memang, kurasa itu salah satu cara Pak Le tukang mie menghemat biaya dengan tidak membeli streofoam. Satu tangannya lagi memegang es vanilla blue nya digelas plastik.
"Wih, kesusahan ya? Sini dibantuin." ucapku yang sudah ada dihadapan dia sekarang.
Wira menyerahkan mie nya kepadaku, entah kenapa dia patuh saja. Aku langsung mengambilnya lalu memakan satu suap mie nya dengan menggunakan sumpit. Padahal Wira belum memakan mie itu sama sekali.
"Enak banget ya adek kelas songong ya gini nih. Laper apa doyan mbak?"
Aku ketawa. Serius, wajahnya lucu sekali. Datar-datar menggemaskan.
"Labil anjir tadi gue dipanggil adek terus mbak. Yang bener yang mana?"
"Daripada lu gak pernah manggil gue 'Kakak'."
"Hahaha. Males ah"
Tadinya, aku mau minta minumnya dia juga tapi gak jadi karena bel masuk sebentar lagi berbunyi dan aku harus segera kembali ke kelas.
"Oi, gue ke kelas duluan ya dadahhh!"
Wira hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala karena aku telah meninggalkannya sebelum dia membuka mulut. Kurasa Wira bukan hanya orang yang selalu bisa diajak bercanda saja, dia juga bisa serius walaupun lebih sering menyebalkan.
Dia tidak keberatan aku hanya memanggilnya dengan sebutan nama, toh dia hanya beda setahun dariku. Bukan juga karena aku tidak sopan dengannya, hanya saja aku lebih nyaman dengan memanggil nama tidak dengan sebutan Kakak atau yang lainnya. Gak tau kenapa, aku sendiri juga bingung.
•••
Lu adek kelas sih, coba bukan.
Ketikan Wira di BBM semalam membuat kepala-ku terngiang-ngiang oleh kata-katanya. Apa maksudnya? memangnya kenapa kalau aku ini adek kelas?
Biarpun UTS telah selesai, aku memang masih berkomunikasi dengan dia. Bahkan hampir setiap hari, dia yang fast respon membuatku senang bila sudah chat-an dengannya, walaupun membahas hal-hal yang tidak penting.
Oleh karena rumah kami juga lumayan berdekatan, aku malah suka menunggunya di gerbang sekolah lalu pulang berjalan beriringan dengannya. Itu memang hal sederhana, tapi bagiku sangat berkesan. Aku jadi tau dimana rumah Wira, jadi sedikit tau tentang dia dan lebih mengenal dia.
Bolehkah sekarang aku katakan kalau aku mulai mencintai nya?
KAMU SEDANG MEMBACA
About Him! [Completed]
Teen FictionIni tentang dia. Tentang dia yang menetap, dia yang singgah lalu pergi, dia yang menghilang, dia yang membuat jatuh. Mencintainya seperti air, mengalir begitu saja yang bahkan aku pun hanyut didalamnya. Terimakasih telah menjadi bagian dari hidu...