Tiga Puluh Dua : Nice Day

303 26 4
                                    

Aku benar-benar sampai dirumah pukul 3 sore. Kurebahkan tubuhku ke kasur, mataku menerawang ke langit-langit atap kamar.

Benar-benar di usiaku yang baru 14 tahun ini, sudah banyak sekali hal-hal penuh kejutan yang aku dapatkan.

Flashback On

Di Stasiun

Kami bertiga sedang menunggu kereta datang.

"Shil, bentar ya" kata Arga

"Mau kemana?" kutanya dia

"Kesana sebentar, tunggu sini jangan kemana-mana" Arga dan Hasan segera berlalu meninggalkanku.

Perasaanku sih baik-baik saja. Semoga mereka tidak sedang mengerjaiku dan meninggalkanku sendirian disini.

Tak lama mereka datang membawa 2 kantong plastik bermerk roti yang sering ada di stasiun.

"Nih, Shil" Arga menyodorkan satu kantong plastik itu padaku

"Apaan nih?"

"Roti, makan" titahnya

"Kok cuma 2? Lo gak makan?"

"Berdua sama Hasan hehe"

"Pantesan aja ga gemuk-gemuk, nih bagi dua sama gue" aku segera membelah rotiku menjadi dua.

"Gausah, buat lo aja." tolak Arga

Lagi-lagi, biarpun sering dibully oleh para kakak kelas ini, aku tetap merasa diistimewakan dan dihargai sebagai perempuan.

Kereta datang dan kami segera naik. Keadaan dikereta sekarang lebih parah dibanding waktu berangkat tadi pagi, karena kereta benar-benar ramai dan berdesakkan. Mau tidak mau kami bertiga berdiri semua.

Arga dan Hasan tengah mencari headset di dalam tas mereka masing-masing kemudian memakainya. Aku pun mengikuti kegiatan mereka. Mendengarkan lagu disaat perjalanan akan mengurangi rasa bosan bukan?

Seberapa pantaskah kau untuk kutunggu

Cukup indahkah dirimu untuk selalu kunantikan

Mampukah kau hadir dalam setiap mimpi burukku

Mampukah kita bertahan disaat kita jauh?

Seberapa Pantas - Sheila On 7

Lagu itu terus terngiang ditelingaku. Aku mendalami setiap lirik dari lagu tersebut.

Bagus. Hanya itu. Spontan aku tersenyum singkat.

Arga yang tadinya memejamkan matapun terbangun. Dia berada didepanku, satu tangan kami memegang pegangan untuk penumpang yang berdiri. Wajah Arga terlihat lelah, membuat senyumku memudar.

"Kak Arga capek ya?" tanyaku pelan

"Eh? ga kok Shil. Udah biasa"

Aku diam. Bingung mau jawab apa.

Sepanjang perjalanan kami diam dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Hingga sampailah di stasiun terakhir, stasiun kota kami.

Pintu kereta terbuka, dibawahnya tidak ada peron. Hanya ada tangga kecil, yang membuatku bingung bagaimana caraku turun? haruskah melompat? tapi aku takut jatuh.

"Shil, pegang tangan gue" Arga sudah turun dari kereta lebih dulu. Tangan kanannya sudah terulur untuk membantuku turun.

Aku mengenggam tangannya. Lalu turun dari kereta dengan perlahan.

About Him! [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang