Tiga Puluh Tujuh : Cerpen

287 28 7
                                    

Pagi itu, pelajaran pertama dikelasku adalah bahasa indonesia. Kalian masih ingat Bu Rati kan? Iya dia guru bahasa indonesia ku sekaligus wali kelasku sekarang.

Senang sekali ketika mengetahui wali kelasku adalah guru yang sangat aku kagumi.

"Shilla, maju kedepan bacakan cerpen yang ada dibuku paket itu, Nak." pinta Bu Rati

Sontak, aku terkejut. Kenapa harus aku? baiklah aku maju kedepan kelas dengan santai dan mulai menceritakan isi cerpen itu. Kira-kira isinya tentang sebuah desa.

"Terimakasih, Shilla. Silahkan kembali duduk." ucap Bu Rati ketika aku sudah selesai membacakan cerpen itu.

Ketika aku sudah berada ditempat duduk ku, -disamping Ara- Bu Rati mulai bercerita.

"Ibu akan memberikan kalian tugas, tapi sebelumnya Ibu mau bercerita. Kalian bersedia untuk mendengarkannya?" tanya Bu Rati memandang ke seluruh arah dikelas ini.

"Mau, bu."

"Bersedia, bu."

"Ayok, bu ceritakan"

Melihat antusiasme dari anak-anaknya Bu Rati tersenyum.

"Dulu waktu Ibu masih muda, waktu ibu belum kuliah ada seorang laki-laki yang suka sama ibu"

Hening. Seisi kelas menyimak apa yang Ibu Rati ceritakan.

"Tapi, dia tidak berani bilang ke Ibu. Dia tidak berani berterus terang kepada Ibu. Dia hanya menunjukkan perhatiannya dengan sering main kerumah Ibu sambil membawa makanan dan mengobrol dengan orangtua ibu."

"Ibu tidak paham dengan kode dari laki-laki. Jaman ibu kan jadul sekali, kami berkomunikasi secara langsung atau dengan mengirim surat"

"Terus, kelanjutannya bagaimana, bu?" tanya Gita penasaran

"Setelah lulus SMA dan ibu memutuskan untuk kuliah, dia tidak sering main kerumah ibu lagi. Ibu pikir tidak apa-apa, maka ibu pun kuliah dan menjadi guru seperti sekarang"

"Ketika reuni SMA, salah satu teman ibu memberitahu bahwa selama bertahun-tahun dia telah menyimpan perasaan untuk ibu, tentu saja ibu kaget. Ibu tidak pernah berpikir dia akan mencari ibu ke Jakarta, selalu menanyakan kabar ibu kepada teman-teman ibu. Tapi sayang sungguh sayang, ibu telah menikah dengan suami ibu sekarang. Itulah kenapa bagi para laki-laki disini, jangan terlalu lama memendam perasaan, segera utarakan sebelum penyesalan datang"

"Dia hanya tidak berani menyatakan secara langsung, dan ibu tidak peka dengan perasaan nya."

"Percaya atau tidak, cinta sejati itu hanya datang sekali."

"Untuk kalian anak-anak muda di era modern ini, sebaiknya berhati-hati dalam mencinta. Banyak laki-laki yang tiba-tiba datang lalu tiba-tiba pergi. Bukankah wanita itu selalu butuh kejelasan?"

Spontan aku mengganguk, kata-kata Bu Rati menenangkanku.

"Karena cinta berhubungan dengan perasaan yang dalam, dan yang tahu perasaan mu adalah kamu sendiri"

"Cinta itu tumbuh dengan seiring berjalannya waktu, mangkanya ibu bisa cinta sama suami ibu sekarang. Semakin kalian dekat, semakin kangen"

"Untuk anak-anak perempuan ibu disini, ibu ingin bilang bahwa soal perasaanmu, tidak perlu orang sedunia tau, tidak perlu semua orang tau. Cukup kamu saja."

"Jangan mengejar, jangan menghayal. Semua akan datang dengan sendirinya. Indah semua"

"Berani bercinta, berani menderita.
Hidup itu penuh dengan cinta"

About Him! [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang